Kamis, 28 Maret 2024

Pendidikan Karakter Anak: Antara Tantangan dan Harapan

Berita Terkait

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyebutkan, Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam UU tersebut jelas diamanatkan, bahwa tujuan sebuah pendidikan bukan sekadar membuat anak didik pandai secara akademis. Namun juga harus mampu mencetak generasi penerus yang berakhlak dan berkarakter. Bahkan tujuan supaya menjadi bertaqwa, beriman, dan berakhlak mulia ditempatkan di urutan pertama dalam tujuan pendidikan nasional sesuai amanat UU tersebut.

Ini artinya, pendidikan karakter menjadi sangat penting dalam sistep pendidikan kita. Pendidikan karakter merupakan pondasi dari sistem pendidikan nasional. Karena itu, perlu kiranya tujuan utama pendidikan ini menjadi renungan bersama, terutama bagi para tenaga pendidik atau guru. Termasuk juga para orangtua.

Sebagai salah satu tujuan utama pendidikan nasional, pendidikan karakter pada anak hendaknya harus dimulai sejak dini. Yakni sejak anak-anak masuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Bahkan sejak anak-anak belum sekolah. Pendidikan karakter anak bisa dimulai sejak dari keluarga.

Karena menurut teori, usia 0-6 tahun merupakan periode emas anak. Ibarat membangun sebuah gedung, di masa emas itulah kita harus menyiapkan pondasinya. Namun ini pondasi pendidikan anak dengan memperkuat karakter dan akhlak anak.

Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah: bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak.

Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills).

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Di sekolah, pelaksanaan pendidikan karakter haruslah melibatkan semua komponen. Mulai dari guru, kurikulum pendidikan, lingkungan sekolah, sarana dan prasarana, hingga para orangtua.

Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya.

Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Berbicara karakter, sebenarnya sebagian besar asumsi yang pertama kali muncul adalah sifat atau watak seseorang. Pertanyaannya kemudian adalah, bagaimana menerapkan pendidikan berbasis karakter, sementara setiap anak memiliki karakter yang berbeda-beda. Setiap anak membawa sifatnya masing-masing yang tak mungkin sama.

Namun dalam sistem pendidikan berbasis karakter ini, para guru atau tenaga pendidik tetap memiliki peran mempengaruhi siswa didik untuk menjadi pribadi yang baik. Peran guru dalam sistem pendidikan ini memang ‘hanya’ membantuk membentuk watak dan kepribadian anak didik. Caranya, selain melalui teori, guru harus banyak memberikan keteladanan. Ini mencakup sikap guru sehari-hari, bagaimana guru bertoleransi, bagaimana cara berkomunikasi dan bersikap yang baik, dan seterusnya.

Bahkan keteladanan bisa dimulai dari hal-hal yang kecil. Misalnya membiasakan diri mengucapkan three magical words atau tiga kata ajaib, yakni tolong, maaf, dan terimakasih.

Dengan pendidikan karakter yang baik, tentu harapannya adalah pendidikan nasional mampu mencetak generasi yang tidak saja cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara emosional, spiritual, dan sosial. Namun di balik tujuan dan harapan yang mulia ini, ada ragam tantangan yang dihadapi para pendidik dalam menjalankan sistem pendidikan berbasis karakter ini.
Tantangan

Tantangan utama pendidikan berbasis karakter bukanlah sifat dan watak masing-masing peserta didik. Melainkan lingkungan sekitar, termasuk keluarga.

Pengaruh lingkungan terhadap berhasil atau gagalnya sebuah pendidikan berbasis karakter sangatlah dominan. Dan, ada banyak faktor di lingkungan yang akan berdampak pada pembentukan karakter anak.

Misalnya, si anak tinggal di lingkungan yang kultur masyarakatnya jauh dari nilai-nilai sosial dan keagamaan. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari, mereka terbiasa berperilaku kasar, berkata kotor, atau bahkan terbiasa dengan kekerasan. Maka pembentukan karakter anak yang gencar dilakukan di sekolah akan menjadi terkendala, atau bahkan sia-sia.

Termasuk lingkungan keluarga. Jika para orangtua tidak mampu memberikan keteladanan yang baik bagi anak-anaknya, maka pendidikan karakter di sekolah bisa jadi gagal.

Bicara lingkungan, tidak hanya soal kehidupan sosial budaya di sekitar anak. Namun juga tak lepas dari soal perkembangan teknologi. Apalagi di era sekarang, anak-anak usia dini sudah cukup akrab dengan dunia gadget, dengan internet, dan teknologi informasi lainnya.

Bahkan acara-acara di televisi, bisa menjadi ganjalan bagi pembentukan karakter anak. Ini karena banyaknya konten siaran televisi yang tidak sejalan dengan konsep pendidikan karakter anak, terutama di usia dini. Di sinilah pentingnya peran orangtua untuk membimbing dan mengarahkan anak-anaknya memanfaatkan teknologi informasi secara positif.

Melihat banyaknya tantangan bagi pembentukan karakter anak dari luar sekolah ini, sebenarnya pemerintah sudah melakukan beberapa antisipasi atau pencegahan. Pemko Batam, misalnya, yang menerbitkan Perda No 4 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Dasar dan Menengah di Kota Batam.

Perda tersebut salah satunya mengatur sistem pelaksanaan pendidikan di Kota Batam berbasis karakter dan kearifan lokal. Di antaranya, peserta didik di tingkat dasar dan menengah yang beragama Islam harus memiliki sertifikat baca Alquran dari Taman Pendidikan Alquran (TPA) atau sejenisnya. Bahkan, serfifikat tersebut menjadi salah satu syarat saat mereka akan mendaftarkan diri ke SMP atau SMA.

Begitu juga dengan peserta didik non muslim, mereka harus paham dasar-dasar agama. Dan itu harus dibuktikan dalam bentuk sertifikat.

Namun sayangnya, Perda tersebut dicabut oleh Kementerian Dalam Negeri karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang. Meski begitu, secara praktiknya aturan tersebut tetap diterapkan di Batam.
Harapan

Sebagaimana disebutkan di awal, tujuan dan harapan dari penerapan pendidikan berbasis karakter adalah untuk membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Kriteria baik pada seorang anak tentu akan diukur dari berbagai batasan-batasan. Misalnya norma agama, sosial, dan lainnya. Sehingga hakikat pendidikan karakter adalah pendidikan tentang nilai-nilai dasar manusia.

Pendidikan karakter dapat mencapai tujuannya jika berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Beberapa nilai karakter dasar tersebut antara lain cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan.

Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia antara lain dapat dipercaya (amanah), rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas.

Jika semua nilai-nilai dan karakter dasar itu mampu ditanamkan pada setiap peserta didik, maka yakinlah bangsa ini akan memiliki generasi penerus yang bisa membanggakan, dan tentunya bisa diandalkan. ***

 

 

Penulis: Yuasnil
Kepala Sekolah SDN 002 Sungai Beduk, Batam

Update