Kamis, 25 April 2024

Ilmuwan Yakini Cheng Ho Keturunan Nabi SAW

Berita Terkait

Banyak ilmuwan yang berpendapat bahwa Cheng Ho adalah keturunan Rasulullah Muhammad SAW.

Hal tersebut memang menjadi pendapat banyak ilmuwan.

“Pembuktiannya memang sulit. Tapi, sejauh ini juga tidak ada yang bisa membantahnya sama sekali. Bukti yang ada justru mengarah ke hal itu,” jelas Yang Liyun, staf pengelola Taman Nasional Cheng Ho.

Sejarawan cum sastrawan Indonesia Remy Sylado mengungkapkan hal yang sama.

“Bisa jadi memang seperti itu,” kata pria yang juga pakar soal Tiongkok itu.

Teori itu memang sempat diragukan awalnya. Sebab, penggambaran-penggambaran dalam lukisan maupun patung Cheng Ho menunjukkan figur yang khas Tiongkok. Namun, jika diperhatikan gambaran garis wajah, juga tidak terlalu Tiongkok. Jarang sekali penggambaran Cheng Ho dengan alis panjang dan janggut panjang seperti halnya pahlawan Tiongkok lainnya macam Jenderal Guan Yu.

Dari sumber primer seperti Ming Shi (Sejarah Dinasti Ming), tidak banyak cerita tentang Cheng Ho. Hanya disebutkan, Cheng Ho berasal dari Provinsi Yunnan dan dikenal sebagai kasim San Bao (dibaca San Pao). Dia adalah anak kedua pasangan Ma Hazhi dan Wen. Cheng Ho punya seorang kakak laki-laki dan empat adik perempuan. Selebihnya hanya bercerita tentang bagaimana Cheng Ho menjadi tangan kanan Zhu Di dan memimpin armada laut Tiongkok dalam tujuh ekspedisi antara 1405-1433.

Lalu, bagaimana ceritanya keturunan Rasulullah Muhammad SAW berada di Tiongkok? Sejumlah pakar menyebutkan bahwa Cheng Ho keturunan ke-37 Rasulullah dari silsilah Imam Hussein. Bermula ketika Raja Mongol Genghis Khan menyerbu ke mana-mana, termasuk Bukhara (Uzbekistan sekarang) dan Tiongkok. Dari penaklukan itu, Genghis Khan membunuh Sultan Bukhara, yang disebut dalam bahasa Mandarin Sultan Mahamuke.

Rumah yang telah direnovasi yang dulu merupakan tempat kelahiran Cheng Ho di kota Kunyang, provinsi Yunnan , China 25/5/2017. selain direnovasi, pemerintah China juga mendirikan museum tentang pelayaran Cheng Ho dan Taman. (BOY SLAMET/JAWA POS)

Selain membunuh sang raja, pasukan Mongol menangkap putranya, Sayid Syamsudin. Karena dianggap berkelakuan baik, cerdas, dan yang terpenting tidak dianggap ancaman, Syamsudin dibebaskan. Tak hanya dibebaskan, tapi juga diberi jabatan sebagai penolong menteri (seperti gubernur) di Yunnan.

Keluarga Cheng Ho dikenal sebagai keluarga yang religius. Sehingga panggilan sehari-harinya untuk ayah Cheng Ho menjadi Ma Hazhi. Atau Haji Muhammad. Ma memang penyebutan Muhammad dalam bahasa Mandarin. Sedangkan hazhi adalah haji.

“Penyebutannya ha (tje) kalau dalam lafal Mandarin,” kata Xu Meilan, seorang mahasiswa jurusan bahasa Indonesia Yunnan University yang menjadi guide kami.

Panggilan “Pak Haji” kepada ayahanda Cheng Ho itu terus menjadi panggilannya dalam semua literatur.

“Semua orang lebih mengenal Ma Hazhi ketimbang Mi Lijin sebagai ayahanda Zheng He,” kata Yang Liyun.

Peran Penting Muslim di Abad Pertengahan

Sebagai bangsa penjajah, sangat wajar jika Dinasti Yuan tidak disukai suku Han yang dominan di Tiongkok saat itu. Selain merasa sebagai bangsa jajahan, ada satu hal lagi yang tidak disukai bangsa Han. Yakni merasa ada diskriminasi.

Kebijakan Dinasti Yuan saat itu memang lebih mengutamakan orang-orang non-suku Han untuk duduk di jabatan strategis. Dari sudut pandang Dinasti Yuan, tentu itu kebijakan masuk akal. Sebab, mereka tahu, jika menempatkan orang-orang Han di jabatan strategis, kejatuhan dinasti mereka akan kian cepat. Sebab, Dinasti Yuan dibangun berdasar superioritas militer bangsa Mongol ketimbang merangkul rakyat Tiongkok.

Situasi seperti itulah yang membuat banyak non-suku Han seperti kakek dan ayah Cheng Ho menjadi pejabat dalam Dinasti Yuan. Khusus untuk umat Islam, banyak orang di Tiongkok yang memercayai akhlak seorang muslim.

Itu terbukti dalam masa akhir Dinasti Yuan. Banyak sarjana maupun jenderal muslim. Di antaranya adalah Jenderal Lan Yu, jenderal kesayangan Zhu Yuanzhang, pendiri Dinasti Ming. Jenderal itulah yang menghancurkan Mongol hingga tak lagi menjadi ancaman keamanan bagi Tiongkok.

Namun, pergantian dinasti tersebut membawa petaka bagi keluarga Cheng Ho.

“Ayahnya meninggal pada penaklukan Yunnan saat berusia 39 tahun,” kata Yang Liyun. “Tapi, tidak jelas apakah meninggal dalam pertempuran atau menjadi korban dari peperangan itu. Tidak ada keterangan lebih lanjut,” imbuhnya.

“Dari literatur kami hanya disebutkan, putra tertuanya, Wenming, menguburkannya di lereng Gunung Yuesan.” (*/c9/nw)

Update