Selasa, 16 April 2024

Pemko Batam akan Kelola Rempang-Galang

Berita Terkait

Lahan yang berada di Galang masih tampak kosong bangunan. F. Dalil Harahap/Batam Pos

batampos.co.id – Kementerian Koordinator bidang Perekonomian memastikan konsep Free Trade Zone (FTZ) akan tetap diberlakukan di wilayah pulau Batam. Sementara kawasan Rempang dan Galang (Relang) akan dijadikan kawasan ekonomi khusus (KEK). Nantinya, daerah Relang akan dikelola Pemko Batam.

“Nanti Pemko Batam kerja sama dengan swasta. Tapi semua nanti tergantung Presiden,” kata anggota tim ahli revitalisasi FTZ Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) dari Kemenko Perekonomian, Umar Juoro, di Hotel Harmoni Nagoya, Batam, Selasa (9/8).

Umar enggan banyak berkomentar soal pengembangan KEK di Relang. Hanya saja, sesuai arahan dari Menko Perekonomian Darmin Nasution, Relang harus dikembangkan menjadi KEK untuk industri teknologi tinggi.

“Untuk memberikan nilai tambah bagi industri di Batam,” jelasnya.

Umar kemudian membeberkan, konsep FTZ masih akan tetap diberlakukan di pulau Batam. Hanya saja, nantinta FTZ Batam akan disempurnakan dengan penerapan skema free trade arrangement (FTA). FTA dipandang dapat meningkatkan daya saing industri di Batam sehingga dapat mengangkat kembali pertumbuhan ekonomi Batam dan Kepri.

Pada awalnya, konsep FTZ memang dianggap menguntungkan karena investasi masuk diakibatkan bebas pajak serta upah buruh dan lahan murah. Namun seiring waktu, konsep FTZ jadi statis karena upah dan harga lahan jadi tinggi.

“Batam jadi tidak menarik lagi, ” kata

Menurut Umar, FTA akan menjadi penyempurna dari FTZ. Karena pada dasarnya, salah satu kebijakan FTA yakni meniadakan bea masuk (BM) sebesar 10 persen.

“FTA membuat konsep FTZ menjadi dinamis. Meniadakan BM merupakan insentif yang dibutuhkan investor. Lagipula merumuskannya akan lebih mudah di tingkat menteri,” ujar Umar.

Ekonom senior dari Central of Information and Development Studies (CIDES) ini mengatakan, untuk mengubah kebijakan mengenai BM, maka tinggal merevisi peraturan pemerintah tentang FTZ yang memuat mengenai peraturan teknis besaran BM dari wilayah FTZ menuju wilayah pabean Indonesia.

Menurut Umar, Kemenko Perekonomian menganggap FTA menjadi solusi terbaik untuk mengatasi kelesuan ekonomi di Batam saat ini. Sementara opsi lainnya menjadikan Batam sebagai wilayah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) tidak akan efektif.

“Menjadikan Batam sebagai KEK makan waktu yang panjang sekali karena harus mengubah undang-undangnya lagi lewat DPR RI. Bisa saja DPR RI nanti berubah pikirannya. Sangat makan waktu dan biaya,” tambahnya.

Selain itu, perubahan dari FTZ menuju KEK akan menimbulkan kebingungan bagi investor yang mendambakan kepastian hukum. Sehingga mematangkan konsep FTA untuk menyempurnakan FTZ merupakan solusi yang tepat.

Di tempat yang sama, Counselor Economy dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura, Aria Wibisono, mengungkapkan persoalan Batam akan dibawa lebih lanjut dalam Forum Grup Diskusi (FGD) yang akan digelar di Singapura antara Batam dan Singapura pada 7 September nanti.

“Singapura dan Indonesia telah melakukan kerjasama di bidang ekonomi. Salah satu pembahasan penting nanti adalah tentang Batam,” kata Aria.

Sejumlah tema diskusi yang akan dibawa dalam FGD nanti yakni tentang FTZ BBK, perhubungan, pertanian, BKPM, investasi dan lainnya.

Berbicara mengenai FTZ BBK, timnya telah melakukan kajian ekonomi untuk merevitalisasi Batam. “Salah satu caranya adalah dengan pengembangan FTZ BBK yang disinergikan dengan upaya dari Pemda untuk mengembangkan KEK dengan insentifnya,” jelasnya.

Selain itu, pemerintah harus membuat kebijakan pro investasi. “Peraturan dan regulasi selayaknya memfasilitasi pada perkembangan investasi baik PMDN dan terutama PMA pada sektor-sektor unggulan,” katanya.

Sementara para pelaku industri di Batam mendukung dan terus mendorong pemerintah supaya segera memberlakukan kebijakan Free Trade Arrangement (FTA) di kawasan Free Trade Zone (FTZ) Batam. Kebijakan ini dinilai akan menjadi jurus paling ampuh untuk mengatasi kelesuan ekonomi saat ini.

“Sekarang ini pemerintah harus cari jalan praktis. Krisis seperti ini harus mengerti apa yang harus dilakukan,” ujar Ketua Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri, Ok Simatupang, di Hotel Harmoni Nagoya, Batam, Selasa (8/8).

Sebelumnya, pemerintah pusat telah berjanji akan segera mengeluarkan peraturan tentang FTA pada pertengahan Juli lalu. Namun hingga saat ini peraturannya tak kunjung terbit.

“Makanya kami akan dorong terus. Karena momentum saat ini sangat tepat jika FTA berlaku,” tambahnya lagi.

Dengan skema FTA, industri di Batam bisa memasarkan produknya ke daerah pabean di dalam negeri tanpa dikenakan bea masuk (BM). Selama ini, pengusaha dikenakan BM sebesar 10 persen jika ingin memasarkan produknya ke daerah lain di Indonesia.

Menurut Ok, penerapan FTA di Batam sangat tepat karena saat ini permintaan ekspor tengah lesu akibat krisis ekonomi global. Sementara
Konsep FTZ saat ini sama sekali dianggap tidak relevan lagi untuk mengembangkan Batam sehingga penambahan kebijakan FTA merupakan jalan pintas tepat untuk membuat industri di Batam bertahan hidup.

“Insentif harus terus diberikan untuk mendorong investor masuk. FTA di dalam FTZ, regulasinya harus direvisi lagi untuk memberi kemudahan bagi kalangan industri,” ucapnya.

Bagi kalangan pengusaha, konsep FTZ dianggap tidak membawa dampak positif bagi Batam. Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam, Jadi Rajagukguk, mengatakan dengan penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan PPnBM sekalipun, harga sembako dan mobil tetap mahal. “Jadi FTZ itu untuk siapa sekarang, bukannya untuk masyarakat? Tapi masyarakat Batam malah tak bisa menikmatinya,” terang Jadi.

Ia menyarankan agar konsep Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) segera dipercepat untuk diterapkan di kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas di Batam. “Dengan KEK, diharapkan percepatan ekonomi akan bisa didorong,” jelasnya.

Namun semestinya sebelum merumuskan KEK, masih banyak persoalan yang harus dibenahi seperti membenahi birokrasi yang berbelit, membereskan perizinan yang lambat, khususnya di bagian lahan dan digitalisasi dalam berbagai aspek. (leo)

Update