Kamis, 25 April 2024

12 Ton Bahan Obat Terlarang Masuk ke Batam

Berita Terkait

batampos.co.id – Kapolda Kepri Irjen Pol Sam Budigusdian menyebut masuknya 12 ton bahan obat terlarang ke Batam karena lemahnya pengawasan aparat. Namun Sam mengatakan, pihaknya masih akan menyelidiki apakah lolosnya barang terlarang itu karena kelalaian petugas atau karena hal lain.

“Kami akan usut hal ini,” kata Kapolda saat ekspos tangkapan 12 ton bahan obat terlarang tersebut di Mapolda Kepri, Rabu (20/9).

Kapolda menegaskan, pihaknya akan membentuk satuan tugas khusus untuk mengungkap kasus ini. Sebab selain karena lemahnya pengawasan aparat, bisa jadi kasus ini terjadi karena ada penyalahgunaan izin impor.

Seperti yang diungkap kepolisian pekan lalu, 12 ton bahan obat terlarang yang ditangkap di Bintan pada Sabtu (2/9) lalu terdiri dari serbuk Carisoprodol, Trihexyphenidil, Dextromethorphan, Diazepam, dan Setraline yang merupakan bahan untuk membuat tablet PCC.

Bahan obat tersebut diimpor dari India menuju Singapura sebelum masuk ke Batam. Barang terlarang itu rencananya akan dikirim ke Jakarta melalui Bintan. Namun sebelum dikirim ke Jakarta, barang terlarang tersebut keburu tertangkap polisi.

“Rencananya akan diberangkatkan ke Jakarta melalui Pelabuhan Sri Bayintan, Bintan,” kata Sam.

Sampai sekarang, polisi sudah mengamankan enam tersangka terdiri dari pemilik, orang ekspedisi, dan orang orang yang membantu pelaku. Bahkan pemilik 12 ton bahan baku PCC ini, yakni Martin, berkaitan dengan pabrik pembuatan tablet PCC di Cimahi, Jawa Barat.

“Selain mengamankan Ma (Martin, red), kami juga mengamankan Rs alias F, Bh alis T, E, Fe , LS dan B. Ada enam orang berkaitan dengan jaringan obat PCC ini yang kami amankan,” kata Kapolda.

Sam juga menuturkan, 12 ton bahan obat itu dikemas dalam 480 drum. Bahan terbanyak berupa Carisoprodol, lalu diikuti Dextro, dan Trihexyphenidil. Sedangkan dua serbuk lainnya yakni Diazepam dan Sertraline hanya beberapa drum.

“Diazepam seberat 50 kg itu, merupakan psikotropika golongan IV,” ujar Sam.

Enam orang yang diamankan tersebut, kata Sam, memiliki peranan yang berbeda-beda. Ma selaku pemilik barang, Rs alias F orang kepercayaan Ma untuk mengirim barang dari Singapura, Bh pengangkut barang dari Gudang Bina Uma, Batuaji ke Gudang Tiban Mas Asri, Sekupang. Lalu E adalah orang yang mengangkut barang dari Batam ke Bintan, Ls orang yang menerima barang di Gudang Tiban Mas Asri, B berperan membawa barang dari Gudang Tiban Mas Asri ke Pelabuhan Tikus Telagapunggur.

“Kami sudah meminta keterangan dari enam orang ini,” ungkap Sam.

 

foto: cecep mulyana/ batampos
BC Membantah

Sementara Kepala Bidang (Kabid) Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi (BKLI) Bea Cukai Batam, Raden Evy Suhartantyo, membantah pihaknya disebut kecolongan dalam kasus ini. Dia menduga, barang tersebut lolos atau bisa masuk karena importir memalsukan dokumen impor. Dalam dokumen importir menyebut barang yang masuk itu berupa suku cadang kedaraan bermotor.

“Dan kemungkinan besar saat itu barang masuk di jalur hijau karena adanya kesesuaian antara dokumen dengan fisik barang,” kata Evy, kemarin.

Ia berdalih, aparat BC tidak mungkin membongkar semua kontainer untuk mengecek satu per satu barang di dalamnya.

“Apalagi Batam adalah merupakan zona khusus dalam hal ekspor impor barang keluar masuk. Itu sudah ada aturannya loh dari pusat,” ujar Evy lagi.

Dugaan lainnya, barang terlarang itu masuk ke Batam tidak melalui pelabuhan resmi. Sehingga memang tidak ada kewenangan dan kewajiban aparat BC melakukan pengawasan.

“Kalau saya sendiri menduga kuat, barang tersebut masuk melalui pelabuhan rakyat, atau orang bilang pelabuhan tikus,” katanya.

Namun jika pun barang tersebut masuk melalui pelabuhan resmi dan lolos, Evy menyebut polisi tidak bisa sepenuhnya menyalahkan BC. Sebab pelaku sengaja mengelabuhi petugas dengan memalsukan dokumen atau menyamarkan kemasan barang.

“Coba kalau dokumennya tertulis impor bahan baku carisoprodol, pasti sudah kami tegah,” katanya.

Mengenai rencana kepolisian yang membentuk tim khusus untuk memeriksa BC Batam terkait lolosnya bahan baku pembuatan pil PCC hingga dua kali ke Batam, Raden Evy menegaskan hal itu merupakan kewenangan kepolisian.

“Itu sah-sah saja. Kami justru senang,” katanya.

Sebab dengan demikian, lanjut Evy, kasus ini akan terungkap dengan jelas. Pihaknya juga berjanji akan kooperatif dalam memberikan data impor ke Batam mulai Januari hingga September tahun ini.

“Data terkait barang apa saja, dari mana, dan siapa importirnya, serta siapa pemesan barangnya akan kami berikan. Jadi semuanya kan bisa jelas tanpa harus ditutup-tutupi,” kata Evy.

Untuk mengantisipasi agar tak terjadi hal serupa, Bea Cukai Batam akan lebih mengintensifkan sinergitas pengawasan dengan aparat kepolisian, baik terkait informasi ataupun soal prosedur.

“Kuncinya ya koordinasi atau sinergitas dengan aparat penegak hukum lebih diian atau dikuatkan lagi,” terang Raden Evy.

 

Bos Besar Produsen PCC Ditangkap

Kasus peredaran pil PCC (Paracetamol, Caffein dan Carisoprodol) memasuki babak akhir. Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dittipid Narkoba) Bareskrim memastikan telah menangkap seorang bos besar produsen PCC. Bos tersebut yang mengendalikan pembuatan PCC di Cimahi, Jawa Barat hingga pengiriman ke seluruh Indonesia

Direktur Dittipid Narkoba Bareskrim Brigjen Eko Daniyanto menuturkan, bos besar inilah yang mengendalikan semua produksi hingga pengiriman PCC yang dipesan para bandar eceran hingga ke sejumlah daerah, seperti Kendari, Papua dan Mamuju.

”Inisial belum bisa disebut ya,” terangnya ditemui usai acara pemusnahan narkotika di komplek gadung Badan Narkotika Nasional (BNN) kemarin.

Bos besar ini memiliki seorang istri yang berprofesi sebagai apoteker. Kemungkinan besar, bos PCC ini mampu membuat obat keras yang telah dicabut izinnya itu dari istrinya tersebut.

”Istri keduanya yang profesinya apoteker ini mengatur takaran obat, ini segini dan lalu dicampur,” tuturnya.

Dalam penyitaan di Purwokerto itu ditemukan banyak mesin yang dipergunakan untuk mencetak PCC. Semua bahan itu kemudian dicetak di Purwokerto. ”Pabriknya di sana, dua lokasi lain hanya gudang,” tutur Mantan Direktur Narkoba Polda Metro Jaya tersebut.

Yang lebih mengkhawatirkan, ternyata bos ini sedang mengembangkan bisnis obat PCC tersebut. Caranya, dengan membangun sebuah pabrik PCC lain yang kapasitasnya lebih besar.

”Pabrik baru ini lebih besar dari yang di Purwokerto,” ujarnya.

Pabrik baru itu terletak di Sumedang dengan luas lahan dua hektar.

”Tim sudah ke sana untuk mengecek, ternyata masih tahap pembangunan. Luas sekali pabriknya, namun belum beroperasi ,” terangnya.

Petugas juga mengecek perizinan dari pabrik tersebut, ternyata sama sekali tidak ada izin untuk pembangunannya. ”Tidak berizin dia,” jelas jenderal berbintang satu tersebut.

Melihat besarnya kerajaan bisnis produsen PCC tersebut, maka Dittipid Narkoba Bareskrim berencana menerapkan undang-undang tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sehingga, semua asetnya yang diduga merupakan hasil penjualan PCC akan disita. ”Jelas TPPU harus diterapkan,” terangnya.

Sementara penyidik yang tidak ingin disebutkan namanya menuturkan, tersangka utama yang ditangkap di Purwokerto ini sengaja untuk membidik kalangan menengah bawah. Dia membaca peluang kalangan bawah karena selama ini tidak ada yang menggarapnya. ”Beda dengan sabu yang penggunanya kalangan menengah, dia mempelajari segmen konsumen narkotika,” tuturnya.

Yang juga penting, dari temuan lapangan itu diketahui obat PCC ini baru bisa nendang bila yang dikonsumsi empat tablet. kalau dibawah itu penggunanya belum terasa. ”Ya, makanya sekali minum empat butir biar berefek,” ujarnya.

Dengan begitu, bila ada 1,2 juta pil PCC yang berhasil disita, setidaknya ada 300 ribu anak yang bisa diselamatkan. ”Kalau PCC ini dipasarkan korbannya ya segitu besar,” urainya.

Sementara Brigjen Eko Daniyanto menambahkan, langkah selanjutnya adalah bekerjasama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memanggil semua pemilik toko obat berizin dan apoteker.

”Akan disosialisasikan soal PCC ini dan akan memberikan peringatan bahwa ada sanksi untuk toko dan apoteker yang memberikan obat daftar G tanpa resep. Sanksi bisa cabut izin,” tegasnya.

Dia menegaskan, razia di toko obat akan dilakukan dengan masif, sehingga bisa menekan penggunaan obat PCC dan lainnya.

”Ini yang terakhir dilakukan, razia semua,” tuturnya. (gas/ska/idr/jpgroup)

Update