Kamis, 25 April 2024

Belajar dari Lion Air

Berita Terkait

Seorang pria paruh baya mendatangi meja petugas Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta, Jumat (29/9) malam. Wajahnya tampak emosi.

Sembari menunjukkan secarik tiket pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 0664, dia meluapkan amarah. Raut wajahnya menunjukkan bahwa dia tengah emosi.

“Mau jam berapa berangkat? Di jadwal pukul 19.25. Tapi sudah pukul 21.30 tidak berangkat. Saya sudah tidak bisa menghadiri rapat perusahaan. Siapa yang tanggung jawab,” celetuk pria berdasi itu.

Ya, dia merupakan korban delay pesawat Lion Air yang akan terbang ke Balikpapan. Sama dengan saya dan puluhan penumpang lainnya. Namun, di antara para penumpang yang hendak ke Balikpapan, hanya pria itu yang emosi. Hehehehe

Beberapa saat kemudian, monitor jadwal keberangkatan memberi kabar. Pesawat berangkat pukul 23.00 WIB.

Pria itu tak kuasa menahan amarah. Dia menggerutu sana-sini. Setiap orang yang dijumpai diajaknya ngobrol soal pelayanan maskapai berlogo kepala singa itu.

Tak sampai di situ. Dia masih menggerutu ketika sudah berada di dalam pesawat. Kebetulan, saya berada di seat 7 C. Sedangkan pria itu berada beberapa bangku di depan saya. Tepatnya di deretan saya.

Delay pesawat itu memang keterlaluan. Keinginan saya berkumpul dengan keluarga lebih cepat sirna. Karena saya baru sampai Bandara Internasional Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan pada pukul 02.00 Wita.

Namun, saya mencoba bersabar. Mengikuti alur dan memilih untuk bermain internet. Ya, meskipun delay berjam-jam, hanya diganjar kotak makanan berisi nasi dan ayam goreng tepung.

Toh, biarpun saya mencak-mencak dan melampiaskan amarah ke pihak maskapai Lion Air, pesawat tetap delay. Bahkan, Lion Air sendiri dijuluki sebagai “Raja Delay”.

Lion Air ini memang hebat. Meski dicap buruk soal pelayanan, toh penumpangnya masih banyak kok. Tak sedikit pula yang menggunakan jasanya.

Boleh dibilang, suka atau tidak suka, Lion Air tetap dijadikan maskapai pilihan. Wajar. Karena maskapai lain memiliki pesawat lebih sedikit dan rute minim. Bahkan kalah murah ketimbang Lion Air.

Barangkali jika posisinya sama. Jumlah pesawat dan rute seluruh maskapai sama, bisa-bisa saja Lion Air ditinggal. Hal itu ada kaitannya dengan tingkat kepuasan publik.

Meski dicaci maki oleh penumpang, Lion Air masih menjadi pilihan. Alasannya simpel. Menurut pendapat saya, karena maskapai lain tidak mampu bersaing dengan Lion Air. Baik dari segi finansial, modal, dan jumlah sumber daya manusia (SDM).

Perbedaan harga tiket yang kelewat jomplang juga jadi penyebab. Penumpang tentunya memilih penerbangan yang bersahabat dengan dompet. Semua kalangan bisa merasakan naik pesawat. Lebih efektif dan efisien ketimbang kapal laut.

Makanya, untuk menjadi seperti Lion Air harus kuat segalanya. Bahkan kalau perlu, belajar dengan Lion Air. Tidak usah gengsi atau malu. Toh ujung-ujungnya bisnis. Cari untung bersama.

Bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa, pelayanan adalah yang utama. Bahkan muncul istilah: “Pelanggan Adalah Raja” atau “Kepuasaan Pelanggan Paling Utama”.

Tidak elok rasanya jika pelanggan dibuat susah. Tidak baik. Risikonya tinggi. Bisa ditinggal pelanggan. Kalau sudah minim pelanggan, apalagi sampai ditinggalkan, kerugian besar bagi perusahaan.

Sesekali belajar dari Lion Air itu perlu. Mari kesampingkan dulu soal pelayanan. Ayo kita “curi” ilmunya. Bagaimana menjalankan bisnis di tengah kritik dan sorotan tajam. Belajar bagaimana Lion Air tetap menjadi pilihan utama bagi pengguna jasa pesawat terbang.

Bukti sahih kehebatan Lion Air adalah, grup tetsebut mendapat penghargaan sebagai perusahaan penerbangan dengan strategi pemasaran terbaik se-ASEAN. Penilaian itu diberikan Markplus dalam acara Indonesian Session of The 3th Asean Marketing Summit 2017, di Hotel Raffles Kuningan, Jakarta Selatan.

Lion Air Group dinobatkan pemenang sejak Juli 2017, dianggap memiliki strategi pemasaran paling baik se-ASEAN di sektor transportasi udara.

Terbukti dari pesatnya pertumbuhan bisnis yang terus meningkat, dengan frekuensi penerbangan mencapai 1.500 pergerakan.

Penghargaan diberikan langsung oleh co-founder of Asia Marketing Federation Hermawan Kartajaya kepada Managing Director Lion Air Group Daniel Putut.

Markplus bekerja sama dengan Phillip Kotler Center melakukan audit kesuksesan pemasaran Lion Air Group selama setahun.

Ini tahun pertama Lion Air Group mendapat penghargaan setelah tiga tahun perhelatan ini diadakan.

Tidak hanya itu saja. Berbagai penghargaan sudah dikantongi Lion Air. Seperti penghargaan Légion d’Honneur dari Presiden Prancis karena telah memesan 234 pesawat Boeing, penghargaan Changi Airport Group Singapura, Indonesia Most Admired Companies (Imaco) Award 2017, dan banyak penghargaan lainnya.

So, tidak salah rasanya jika menjadikan Lion Air sebagai role model bisnis kita. Baru kali ini saya melihat ada perusahaan yang kerap dicaci dan dicap jelek soal pelayanan, namun masih menjadi primadona atau pilihan utama.

Lion Air Group memiliki tiga maskapai penerbangan yang beroperasi di Indonesia. Ketiga maskapai itu adalah Lion Air, Batik Air, dan Wings Air.

Mari belajar dengan Lion Air. ***

 

Guntur Marchista Sunan
General Manager Batam Pos

Update