batampos.co.id – Di tengah polemik kenaikan pajak air yang berpotensi mengerek tarif air bersih ATB, Batam sejatinya sedang menghadapi ancaman yang tak kalah serius: krisis air bersih. Kondisi ini diperkirakan akan terjadi dua tahun mendatang.
“Jika sampai pada tahun 2020 tidak ada air tambahan. Maka, Batam diprediksi akan mengalami bencana krisis air,” ujar Corporate Communications Manager PT Adhya Tirta Batam (ATB), Enriqo Moreno Ginting, belum lama ini.
Hal ini jika menilik pasokan air baku di sejumlah waduk yang dikelola ATB yang terus menyusut. Bahkan di waduk Duriangkang yang selama ini menjadi sumber air baku utama bagi ATB.
Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan waduk atau WTP yang baru. Biaya untuk membangun waduk atau WTP baru itu, dibutuhkan dana hingga mencapai Rp 60 miliar.
“Kemungkinan pembangunannya itu memakan waktu hingga satu tahun, baru bisa airnya diolah. Solusinya Dam di Tembesi harus segera digunakan,” katanya lagi.
Sementara Badan Pengusahaan (BP) Batam saat ini sudah menambah dam baru, yakni Dam Tembesi. Namun dam tersebut diperkirakan baru bisa beroperasi tahun depan. Jika sudah beroperasi, dam ini diperkirakan akan mampu memproduksi air baku sebesar 600 liter per detik.
Namun prediksi operasional Dam Tembesi ini diperkirakan akan molor. Sebab sampai saat ini belum dilakukan pengerukan dam karena anggaran yang terbatas.
Selain Dam Tembesi, pemerintah melalui Kementerian PU dan Perumahan Rakyat juga tengah membangun bendungan di Seigong, Kecamatan Galang, Batam. Pembangunan bendungan yang menelan dana Rp 238,44 miliar ini dipercaya bakal menambah pasokan air baku bagi Batam yang selama ini hanya mengandalkan air hujan.
“Khususnya Pulau Batam dan sekitarnya ini, bendungan bukan untuk irigasi tapi untuk air baku, kebutuhannya saat ini adalah 3.250 liter per detik. Sekarang dengan 8 bendungan yang sudah ada di Pulau Batam, hanya bisa mensuplai sekitar 2.800 liter per detik jadi masih kurang 400 liter per detik,” kata Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, saat meresmikan pembangunan bendungan tersebut, akhir Maret lalu.
Bendungan Seigong memiliki luas area genangan 355,99 hektare dengan volume tampungan air sebanyak 11,8 juta meter kubik dan kapasitas 400 liter per detik. Kontrak pembangunannya telah dilakukan sejak akhir 2015 lalu dan ditarget rampung setidaknya pada akhir 2018 mendatang.
Selain bertujuan untuk memenuhi kebutuhan air baku, bendungan ini juga dibangun sebagai fungsi konservasi sumber daya air, pendidikan, dan diharapkan menjadi salah satu destinasi wisata di Kota Batam.
Saat ini Kementerian PUPR juga tengah mencari lokasi lain yang memiliki potensi untuk dibangun embung dan bendungan muara seperti Bendungan Seigong. (cr1/jpgroup)