Sabtu, 20 April 2024

Sampah Tidak Lagi Cemari laut

Berita Terkait

f-slamet – Pemukiman penduduk di Kampung Nelayan Tanjungtalok, telah
tertata rapi. Rumahnya dan pelantar sudah berdinding beton.

batampos.co.idMengubah kesan perkampungan nelayan yang kumuh, bukan pekerjaan mudah. Dua tahun terakhir, perkampungan nelayan di kampung Tanjungtalok, Desa Teluk Sasah, Kecamatan Seri Kuala Lobam yang semula kumuh telah banyak
mengalami kemajuan. Bahkan, ke depan, pemerintah desa mencanangkan
menjadikan kampung nelayan Tanjungtalok sebagai objek wisata.

Siang itu, mendung di langit kampung Tanjungtalok. Masyarakat nelayan di kampung itu umumnya sedang memperbaiki sampan, karena malam hari mereka harus mengarung laut. Sebagian lainnya melepas lelah di teras rumahnya yang sudah permanen seusai satu malaman mencari ikan. Anak-anak para nelayan yang masih berseragam sekolah terlihat ceria berlari-lari kecil di pelantar beton.

Hampir 80 persen bangunan di perkampungan nelayan ini telah permanen. Rumah penduduk yang semula semi permanen, kini sudah berdinding batu. Bahkan pelantar kayu yang semula rapuh karena dimakan termakan waktu, sudah menjadi pelantar beton. Ini karena pada tahun 2014, pemerintah kabupaten Bintan serta pemerintah provinsi Kepri mengelontorkan anggaran rehab rumah sekaligus penataan kawasan pemukiman nelayan
untuk 43 rumah di kampung Tanjungtalok.

Tidak hanya itu, setahun kemudian pemerintah pusat melalui pemerintah daerah kembali memberikan bantuan pembangunan jamban komunal. Tujuannya, agar masyarakat nelayan di Tanjungtalok tidak lagi membuang air besar sembarangan. Mantan kades Erdis Suhendri yang ditemui di Desa Teluk Sasah siang kemarin menuturkan, banyak sekali perubahan yang terjadi di perkampungan nelayan kampung Tanjungtalok. Dulu banyak sekali bantuan yang dikucurkan ke kampung tersebut, mulai dari infrastruktur dan
bantuan bagi nelayan, hanya hasilnya tidaklah maksimal. “Rumah direhab, tapi cepat rusak,” kata dia.

Oleh karena itu, dirinya bersama pemerintah daerah berusaha mengubah wajah kampung nelayan di Tanjungtalok, agar tidak kumuh. Awalnya tahun 2013 pemerintah mencanangkan akan merehab rumah, tapi karena anggarannya tidak cukup, sehingga programnya ditunda pada tahun 2014. “Tahun 2014 anggaran rehab rumah di Tanjungtalok merupakan anggaran sharing, di mana provinsi 60 persen dan kabupaten 40 persen. Di mana, bantuan penataan rumah mendapat Rp 31 juta per rumah, sedangkan di
luar penataan, masing-masing penerima bantuan telah menerima anggaran
sekitar Rp 24 hingga 26 juta,” katanya.

Adanya program itu, membuat tampilan kampung nelayan sudah jauh berbeda.
“Kesan kumuh dan semrawut, papan rumah yang lapuk sudah tidak lagi ada. Sekarang malah sudah jadi perkampungan yang layaknya, enak dipandang mata apalagi jika di lihat dari laut,” katanya.

Tak hanya itu, ia mengatakan, pada tahun 2015, pemerintah kembali memberikan bantuan sanitas sebesar Rp 825 juta kepada masyarakat. Tujuannya untuk kebersihan lingkungan laut. “Dibuatnya mck harapannya tidak ada lagi masyarakat nelayan yang buang air besar ke laut. Tidak ada lagi air yang tercemar bahkan anak-anak sekarang sering mandi di
laut,” katanya.

Program ini sangat erat hubungannya dengan kesehatan lingkungan, meski menurutnya, pada awalnya merubah pola hidup atau kebiasaan masyarakat nelayan tidaklah mudah. “Mengubah kebiasaan yang sudah tahunan, itu tidak mudah, tapi dampaknya ke sosial ekonomi. Terlebih soal SDM harus pelan pelan,” katanya.

Tidak hanya itu, pada tahun ini, pemerintah kembali mengembangkan perkampungan nelayan itu, dengan mengajak masyarakatnya aktif menjadi peserta BPJS ketenagakerjaan. Masyarakat nelayan diajak membuka pola pikirnya, dan diajak peduli terhadap jaminan pada kecelakaan kerja. Sementara dalam mencerdaskan masyarakatnya, saat ini sudah dibangun perpustakaan mini sebagai media bacaan anak anak di sana. Tujuannya
supaya ada peningkatan sumber daya manusia.

Bahkan, ia berharap ke depan, mereka bisa menjadi nelayan yang maju dan modern. Tidak hanya bisa mengembangkan hasil nelayan, misal menangkap dan menjualnya, tapi menciptakan suatu produk. “Nelayan di sini, banyak yang menjadi nelayan ketam, dan beberapanya bekerja sebagai mengopek ketam, tapi mereka tidak terpikir bagaimana agar
ketam yang sudah dikopek tadi dikalengkan, sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Harapan kami, ke depan, ada kerja sama dengan kemitraan sehingga ketam yang ditangkap nelayan di sini bisa dikalengkan,” katanya.

Tidak sampai di situ, ia bahkan berpikir agar pelantar beton yang ada bisa dibuat lokasi pemancingan sehingga menjadi objek wisata baru di Bintan. Jali, warga di sana mengakui, sekarang masyarakat sudah memakai fasilitas jamban komunal, sedangkan masyarakat nelayan yang tinggal di darat masing-masing sudah memiliki toilet sendiri. “Semua sudah
memanfaatkan jamban komunal,” katanya. Bahir, ketua RT di sana juga
mengaku, perkampungannya tidak kumuh lagi, sekarang air di laut lebih
jernih karena masyarakat telah memanfaatkan jamban komunal. (cr21)

Update