batampos.co.id – PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) terus menambah jaringan dan pasokan gas bumi ke Batam. Suplai gas bumi yang andal diyakini akan menjadi daya tarik tersendiri bagi iklim investasi di kawasan yang dicanangkan menjadi Kota Gas pada 2018 ini.
“Dengan pasokan energi yang terjamin dan andal, bukan tidak mungkin Batam akan menjadi surga bagi investor,” tutur Direktur Infrastruktur dan Teknologi PGN, Dilo Seno Widagdo, dalam rilisnya kepada Batam Pos, belum lama ini.
Dilo mengatakan, sejak 2004 PGN terus membangun jaringan distribusi gas bumi ke pelanggan di Batam. Pasokan merata ke sejumlah pelanggan dari berbagai sektor dan kalangan. Mulai dari industri, usaha komersial, pembangkit listrik, hingga pelanggan rumah tangga.
Saat ini, PGN telah melayani 3.497 pelanggan rumah tangga di Batam. Sementara pelanggan komersial sebanyak 53 pelanggan komersial, serta 43 pelanggan industri dan pembangkit listrik.
Dalam waktu dekat ini, PGN juga akan menyelesaikan proyek pipa transmisi gas bumi West Natuna Transmission System (WNTS) di titik Subsea Tie In-Batam (SSTI-B) ke Pulau Pemping, Batam. Proyek ini merupakan penugasan pemerintah kepada PGN untuk membangun dan mengoperasikan pipa gas dari SSTI-B ke Pulau Pemping.
Jika proyek ini selesai, maka pasokan gas bumi ke Batam bisa ditingkatkan hingga 100 Billion British Thermal Unit per Day (BBTUD). Sehingga diharapkan PGN akan semakin memperkuat jaminan pasokan gas bumi ke Batam, bahkan wilayah lain di Kepri.
Dengan adanya dukungan ketersediaan energi di Batam yang besar ini, Dilo berharap Pemerintah Kota Batam dan Badan Pengusahaan (BP) Batam bisa bekerja sama untuk dapat menarik lebih banyak investor dari luar negeri guna meningkatkan perekonomian di Pulau Batam, Bintan, dan sekitarnya. Termasuk membangun sektor komersial, industri, dan kelistrikan sebagai salah satu penopang perekonomian.
“PGN bertumbuh bersama seluruh pelanggan dan stakeholder lainnya dalam pembangunan daya saing negeri yang mandiri melalui infrastruktur yang terintegrasi dan pasokan gas yang andal,” kata Dilo.
Senada dengan Dilo, Sales Area Head PGN Batam, Amin Hidayat, meyakini ketersediaan pasokan gas bumi bakal meningkatkan daya saing Batam sebagai daerah tujuan investasi. Sebab menurut Amin, ke depan gas bumi bukan sekedar bahan bakar, melainkan menjadi bahan baku bagi dunia industri.
“Karena harga bahan bakar minyak (BBM) kemungkinan akan semakin mahal,” kata Amin, Selasa (31/10) lalu.
Menurut Amin, posisi Batam yang berbatasan dengan Singapura dan beberapa negara tetangga lainnya akan kian menarik minat investor asing. Amin menyebut, di negara-negara tetangga ada banyak industri yang membutuhkan gas. Namun karena pasokannya minim, maka gas di negara tetangga harganya lebih mahal.
Sehingga tidak menutup kemungkinan, kata Amin, investor akan memilih Batam untuk menanamkan modalnya karena Batam memiliki ketersediaan gas yang cukup.
Di Singapura, misalnya. Kata Amin, saat ini harga gas industri di sana sekitar 11 dolar AS per MMBTU. Sementara di Batam, harga gas industri berada di kisaran 9,6 dolar AS per MMBTU.
“Jadi investor pasti akan lebih memilih Batam yang lebih murah,” kata dia.
Belum lagi status Batam sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (free trade zone/FTZ) yang menurut Amin memiliki berbagai keistimiewaan. Antara lain bebas pajak dan bea masuk.
“Tapi insentif fiskal saja tidak cukup. Perlu jaminan ketersediaan bahan bakar yang murah,” kata Amin.
Selain mampu menggairahkan sektor industri, pasokan gas yang melimpah juga diprediksi akan menarik minat investor asing di bidang petrochemical. Sebab investor akan banyak diuntungkan dengan harga bahan baku gas yang lebih murah ditambah insentif fiskal yang ditawarkan Batam.
Amin menjelaskan, saat ini volume pasokan gas bumi di Batam antara 50 hingga 70 BBTUD. Pasokan gas bumi tersebut selama ini didatangkan dari sumur di Grissik, Sumatera Selatan. Ke depannya, PGN akan terus meningkatkan pasokan gas ke Batam, salah satunya dari Natuna melalui proyek WNTS.
Wakil Ketua Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri, Tjaw Hoeing, membenarkan jika ketersediaan gas bumi di Batam menjadi nilai tambah bagi iklim investasi di kota industri ini. Menurut dia, saat ini sektor industri di dunia sudah mulai banyak yang beralih dari bahan bakar minyak (BBM) ke gas, baik gas bumi maupun gas alam yang terkompresi (Compressed Natural Gas/CNG).
Sayangnya, kata dia, saat ini belum banyak industri di Batam yang mengkonversi bahan bakar nya ke gas. Ia menduga, hal ini dikarenakan beberapa hal. Pertama, karena minimnya komitmen dan sosialisasi dari pemerintah dalam mendorong pemanfaatan gas bumi di dalam negeri.
“Padahal selain lebih murah dibanding BBM, gas bumi juga lebih ramah lingkungan,” kata Tjaw Hoeing, Senin (6/11).
Penyebab kedua, lanjut Tjaw Hoeing, industri di Batam enggan beralih ke gas bumi karena masalah biaya. Sebab untuk berpindah ke bahan bakar gas, otomatis harus ada penyesuaian mesin yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Dan ketiga, Tjaw Hoeing menilai minimnya industri di Batam yang berminat beralih ke gas bumi karena harga gas industri masih tergolong mahal. Yakni 9,6 dolar AS per MMBTU.
“Makanya pemerintah mendesak agar harga gas industri di bawah 6 dolar (AS). Harusnya memang segitu,” kata pria yang akrab disapa Ayung ini.
Namun Ayung mengakui, saat ini sudah ada beberapa industri di Batam yang menggunakan gas sebagai bahan bakarnya. Misalnya beberapa perusahaan di kawasan Kabil, Batam. Juga beberapa pembangkit listrik (power plant) di Batam juga sudah beralih ke gas bumi.
Aman, Murah, dan Ramah Lingkungan
Ayung mengakui, selain aman dan lebih murah dibandingkan dengan BBM, gas bumi juga lebih ramah lingkungan. Kelebihan-kelebihan tersebut menjadi alasan utama industri mengganti bahan bakar dari BBM ke gas alam.
Misalnya pembangkit listrik di Kawasan Industri Batamindo (Batamindo Industrial Park) Batam. Kata dia, sejak beberapa tahun terakhir pembangkit di kawasan itu menggunakan bahan bakar gas setelah sebelumnya menggunakan solar.
Menurut Ayung, alasan pembangkit tersebut beralih ke gas karena lebih hemat dibandingkan solar. “Harga solar naik terus. Pernah juga pakai minyak bakar, tapi kan nggak ramah lingkungan. Akhirnya pindah ke gas bumi,” kata Ayung yang juga Manager General Affair di Kawasan Industri Batamindo ini.
Pengalaman yang sama juga dirasakan PT James Products Company (JPC). Perusahaan yang bercokol di kawasan Taiwan International Park, Kabil, Batam ini beralih ke gas PGN sejak tahun 2011 karena alasan efisiensi.
Menurut Manajer PT JPC, James, sejak awal berdiri pada 1996 pihaknya menggunakan solar sebagai bahan bakar. Perusahaan pembuat rubber joint itu kemudian sempat beralih ke marine fuel oil (MFO) karena harga solar terus naik dari waktu ke waktu.
“Pakai MFO memang lebih murah dari solar, tapi membuat mesin kotor dan cepat rusak. Akhirnya kami beralih ke gas PGN,” kata James melalu penerjemah sekaligus sekretarisnya, Yanti, beberapa waktu lalu.
James juga mengaku merasakan berbagai keuntungan lain sejak beralih ke gas bumi. Di antaranya perusahaan bisa menghemat biaya bahan bakar antara 30 hingga 40 persen.
Selain itu, dengan bahan bakar gas mesin boiller akan lebih awet dan bersih. Sehingga perusahaan juga diuntungkan karena mampu meminimalisir biaya perawatan atau maintenance tahunan.
Kata James, saat masih menggunakan BBM solar dan MFO, pihaknya harus melakukan perawatan mesin setiap dua minggu sekali. Selama setahun, khusus untuk perawatan ini perusahaan biasanya menghabiskan biaya hingga Rp 100 juta.
“Tapi sejak menggunakan gas, sangat jarang ada perawatan. Karena boiller tetap bersih,” kata James.
Dari sisi bisnis, hal ini juga sangat menguntungkan perusahaan. Sebab semakin sedikit proses maintenance yang dijalankan, maka produktivitas perusahaan akan semakin besar. Karena, kata James, untuk perawatan mesin biasanya membutuhkan satu hari penuh sehingga dipastikan dapat mengganggu aktivitas perusahaan.
Dengan berbagai keuntungan yang telah dirakan itu, James yang juga merupakan ketua asosiasi pengusaha Taiwan di Batam atau Batam Taiwan Business Club (BTBC) ini mengaku kerap menyarankan pengusaha asal Taiwan lainnya untuk beralih ke gas bumi.
Sektor usaha komersil juga merasakan bagimana penggunaan gas bumi PGN mampu memangkas biaya operasional hingga 40 persen lebih. Hal ini dibenarkan pengelola restoran Salero Basamo di komplek pertokoan Puri Legenda, Batamcenter.
Rumah makan masakan padang ini sebelumnya menggunakan gas LPG kemasan 50 kilogram untuk memasak. Dalam sebulan, biasanya mereka menghabiskan puluhan tabung dengan estimasi biaya mencapai Rp 8 juta per bulan.
Namun sejak beberapa tahun terakhir, restoran tersebut mengganti tabung gas dengan gas alam PGN. Hasilnya, dalam sebulan mereka hanya menghabiskan sekitar Rp 4 juta hingga Rp 4,5 juta untuk membayar tagihan gas PGN.
“Jauh lebih hemat. Sangat menguntungkan bagi pengusaha restoran seperti kami,” kata Rinawati, kasir di restoran tersebut, Selasa (7/11). (Suparman)