batampos.co.id – Kalangan pengusaha kawasan industri di Batam mengaku tidak terlalu mempermasalahkan perubahan status Free Trade Zone (FTZ) Batam menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Asalkan insentif dan kemudahan berinvestasi terus ditambah untuk menarik investor masuk.
“Hal terpenting adalah insentif baru, di mana kita bisa berinvestasi nyaman di dalamnya,” kata Wakil Ketua Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri, Tjaw Hoeing, di Kawasan Industri Batamindo, Batam, Senin (13/11).
Ia menyebut sejumlah insentif yang seharusnya diberikan antara lain terkait larangan terbatas (lartas) impor bahan baku.Menurut dia, Batam seharunya diberikan kelonggaran untuk mengimpor bahan baku industri, seperti garam industri.
“Kemudian bea masuk harus dihapuskan. Dan menambah kemudahan lagi program Izin Investasi 3 Jam (i23J),” ungkapnya.
Tujuannya jelas. Karena ketika investor datang pertama kali Batam pasti selalu mempertanyakan apa insentif yang diberikan oleh Batam. Mereka juga akan membandingkannya dengan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan kawasan industri lain, baik di dalam maupun di luar negeri.
“Apalah arti sebuah nama jika tanpa fasilitas. Investor selalu mempertanyakan insentif kepada pengelola kawasan industri. Dan itu harus kami jawab dengan jelas ke mereka,” ungkapnya lagi.
Sedangkan Kepala Badan Pengusahan (BP Batam), Lukita Dinarsyah Tuwo, mengatakan Batam memang seharusnya sudah beralih ke KEK. Karena konsep FTZ dianggap sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman.
“Dulu FTZ punya keunggulan karena dikuasai satu badan dan permukiman belum sebanyak saat ini. Namun sekarang ada dua otoritas di Batam. Kondisi seperti ini ke depannya akan menjadi batu hambatan,” jelas Lukita.
Apalagi sekarang banyak berlaku perjanjian internasional dalam bidang perdagangan seperti Asean Free Trade Area (AFTA) dan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Di mana lalu lintas barang dan jasa sangat lancar dan bebas melebihi ekspektasi.
“Hambatan berkurang, tarif makin murah. Sehingga kelebihan FTZ tak berlaku lagi dari sisi pergerakan barang dari ekspor,” tambah Lukita.
Seperti yang diketahui, fasilitas FTZ berlaku untuk semua barang baik itu untuk barang keperluan industri dan konsumsi. Namun pada kenyataannya harga kebutuhan pokok di Batam dan juga mobil setara atau bahkan lebih mahal dari barang serupa di daerah lainnya.
“Ini juga berasal dari keluhan pelaku usaha karena pasar ekspor tengah alami kelesuan,” terangnya.
Di satu sisi, pasar domestik masih stabil. Namun karena kebijakan FTZ yang mewajibkan pelaku usaha untuk membayar bea masuk ketika memasarkan produk ke wilayah pabean di dalam negeri, maka kebijakan FTZ justru menjadi sebuah blunder.
“Jadi, FTZ sudah tak memadai lagi. Dan KEK dianggap dapat menjawab perkembangan otonomi daerah dan kebutuhan dari kesepakatan perdagangan bebas,” katanya.
Sementara Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Wahyu Utomo, mengatakan KEK memiliki sasaran pembangunan strategis terutama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
“Pertama, meningkatkan penaman modal melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis,” jelasnya, Senin (13/11).
Penyelenggaraan KEK diatur dengan UU 39/2009 yang merupakan amanat dari UU 25/2007 tentang penanaman modal. “Salah satu intinya adalah optimalisasi kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi,” ucapnya.
Dengan begitu, Wahyu yakin penerapan KEK dapat mempercepat perkembangan daerah melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru untuk keseimbangan pembangunan antarwilayah.
“Sehingga mampu mewujudkan pertumbuhan ekonomi dari sektor industri maupun pariwisata dan perdagangan sehingga bisa menciptakan lapangan pekerjaan,” terangnya.
Bisnis Properti Optimis
Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Khusus Batam, Achyar Arfan, optimistis bisnis properti di Batam akan kembali tumbuh. Optimisme ini tumbuh setelah melihat kebijakan-kebijakan BP Batam yang dinilai cukup pro dengan sektor properti.
“Kami melihat komunikasi Pak Lukita (Kepala BP Batam, red) sangat bagus, jadi business frendly,” katanya.
Menurutnya, saat ini ada beberapa kebijakan terkait lahan yang sedang digodok. Termasuk kebijakan pengalokasian lahan baru dan evaluasi terhadap lahan yang sudah dialokasikan tapi belum dibangun.
Terkait pengurusan Izin Peralihan Hak (IPH), ia mengatakan bahwa sistem pengurusannya yang online pelan-pelan sudah makin membaik. Tapi ia berharap BP Batam terus melakukan perbaikan dan penataan.
“Ini sudah berlangsung sejak April, kalau secara umum masih tidak banyak berubah. Tetapi ini kan terus diperbaiki,” katanya.
Ia mengatakan saat ini hampir semua perusahaan pengembang perumahan yang tergabung dalam REI melakukan pembangunan. Ini juga untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang melakukan transaksi di 2016 lalu. Meski banyak juga untuk stok yang akan dipasarkan tahun ini.
“Kan banyak juga urus KPR di 2016, dan sekarang ditempati. Artinya Transaksi terus berjalan. Meski kami akui bahwa tidak sedikit juga yang gagal KPR dengan berbagai alasan. Mungkin karena konsumennya sudah tak bekerja atau karena alasan lain,” katanya. (leo/ian)