Selasa, 23 April 2024

Rumah Sakit Sering Tolak Pasien dengan Alasan Kamar Penuh

Berita Terkait

batampos.co.id – Dengan gotong royong, semua tertolong. Begitulah semangat dan tagline yang diusung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Namun faktanya, sampai saat ini masih ada perlakuan berbeda terhadap pasien BPJS Kesehatan, terutama di fasilitas tingkat lanjutan atau rumah sakit.

Helmi tersenyum kecut ketika menceritakan pengalamannya menggunakan layanan BPJS Kesehatan di sebuah rumah sakit di Batam, beberapa waktu lalu. Saat itu, satu dari empat anaknya demam tinggi dan mesti dirawat inap. Namun pihak rumah sakit menolaknya. Alasannya, semua ruang rawat inap penuh.

“Padahal saya lihat banyak ruang inap yang gelap. Artinya tak ada pasien,” ujar Helmi, Senin malam (13/11).

Ia pun meninggalkan rumah sakit itu. Sesampai di rumah, ia iseng menelepon rumah sakit tersebut. Ia mengaku sebagai pasien umum yang akan menjalani rawat inap. Dan yang mengagetkan, petugas rumah sakit tersebut mengatakan ada ruang rawat inap yang kosong.

“Kalau bayar masih ada, tapi kalau pakai BPJS ruangan penuh,” ujarnya. Ia menyebut nama rumah sakitnya namun meminta tidak dikorankan karena tidak etis dan peristiwanya sudah berlalu.

Ia kemudian membawa anaknya ke dokter spesialis anak di sebuah klinik di Batamcenter. Di klinik itu, sang dokter menyarankan agar anaknya segera dibawa ke rumah sakit untuk rawat inap.

Karena takut ditolak lagi oleh rumah sakit, Helmi meminta surat pengantar dari dokter itu. Sejurus kemudian, ia membawa anaknya ke sebuah rumah sakit lain.

“Langsung ditangani, dokter UGD tak banyak tanya lagi,” kata warga Oma Batamcentre ini.

Perlakuan tak nyaman lainnya sering terjadi saat menunggu dokter. Biasanya, pasien BPJS Kesehatan harus rela menunggu lama karena tak dokter datang terlambat. Ini lantaran sang dokter terlebih dahulu melayani pasien umum.

Menanggapi kondisi ini, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Batam dr Soritua Sarumpaet mengatakan, rumah sakit di Batam yang menjadi fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan untuk BPJS Kesehatan sangat banyak. Namun perlu disadari, masing-masing rumah sakit yang jadi rujukan memiliki kapasitas terbatas di setiap kelas layanan yang diinginkan. Di saat memang ada ruangan kosong, maka tidak ada alasan bagi rumah sakit mengatakan penuh.

Sebaliknya, jika memang kondisinya penuh, pasien juga harus memaklumi jika harus dibawa ke ruang kelas lain, sembari menunggu ada ruang kosong untuk kelas yang sesuai dengan jaminan BPJS berikan.

“Intinya, rumah sakit pemberi layanan faskes lanjutan tidak boleh menolak pasien, juga tak boleh membedakan perlakuan antara pasien BPJS dengan pasien umum,” tegas dokter senior ini.

ilustrasi

Namun, Soritua tak menutup mata akan keluhan para dokter yang melayani pasien BPJS Kesehatan di sejumlah rumah sakit. Diakui atau tidak, kebijakan pemerintah selaku pemberi jaminan kesehatan lewat JKN-KIS berupa BPJS Kesehatan, masih ada yang timpang. Ketimpangan itu terutama pada tak seimbangnya pelayanan yang diberikan dokter dengan nilai pelayanan yang mereka dapatkan.

Apalagi, sistem kerja sama BPJS Kesehatan dengan rumah sakit mitra berupa paket pelayanan kesehatan yang keseluruhan pembelian obat, pemeriksaan, konsultasi dokter, perawat, dan rujukan ditetapkan satu harga.

Selebihnya RS yang membagi-bagi nilai paket kesehatan tersebut sesuai peruntukannya. Hasilnya, dipastikan honor dokter sangat kecil dibanding honor yang didapatkan dari pelayanan pasien umum di klinik pribadi.

“Ya harusnya BPJS Kesehatan yang wajar-wajar saja. Manusiawilah. Kita dan rekan sejawat dapat ilmunya itu mahal. Diminta melayani dengan baik itu memang tugas kami. Tapi hargai juga kerja keras dokter dan tim medis,” ujar Soritua.

Untuk itu, ia meminta masyarakat jangan melulu menyalahkan dokter kalau tidak puas dengan pelayanannya. Lihat juga dilema yang dihadapi pihak rumah sakit dan dokter terhadap kebijakan layanan tersebut.

Terpisah, Direktur Rumah Sakit Awal Bros (RSAB) Batam, dr Widya Putri MARS, mengatakan sejak satu tahun terakhir ini pihaknya memang tidak menjalin kerja sama lagi dengan BPJS Kesehatan. “Bukan menyalahkan salah satu pihak, tapi memang saat ini saling proses review internalisasi saja antara RSAB dan BPJS Kesehatan,” ungkap Widya.

Menurut Widya, beberapa hal yang membuat mereka mengakhiri kerja sama layanan kesehatan ini karena keterlambatan pembayaran yang tidak sedikit antara BPJS dengan pihak rumah sakit. Juga keluhan dokter yang dibayar sangat murah.

Menurut Widya, proses internalisasi yang mereka lakukan ini adalah untuk mengatasi miss persepsi antara pasien, perawat, dokter, dan rumah sakit ke depannya.

“Dalam hal ini kami tak mau main-main dengan nyawa. Itu kan bagian dari kode etik dokter,” jelasnya.

Keluhan lambannya penanganan dan proses administrasi tak luput menjadi perhatian. Lulusan S2 Administrasi Rumah Sakit ini menyebutkan alur pertanyaan perawat terhadap pasien dan keluarganya adalah bagian dari prosedur akreditasi setiap rumah sakit.

“Itu sebenarnya rekamedik pasien. Jadi kalau ada pertanyaan perawat atau dokter, 80 persen itu menegakkan diagnosa dan 20 persennya adalah anamnesa atau persiapan alat untuk kebijakan tindakan selanjutnya terhadap pasien. Itu sebenarnya demi keamanan pasien, jangan sampai salah diagnosa. Bukan penanganan lamban sebenarnya,” tambahnya lagi.

Demikian juga dalam hal konsultasi dokter spesialis. Di rumah sakit yang ia pimpin, masing-masing dokter spesialis memiliki aturan waktu 3 jam pelayanan pagi dan sore hari. Setiap dokter periksa satu pasien, butuh waktu 10 menit. Otomatis, hanya butuh 18 pasien dalam setiap praktiknya.

“Sebenarnya tidak ada pembatasan jumlah pasien dan tidak ada pembeda-bedaan pasien. Sekarang kami sudah buat kebijakan, untuk semua konsultasi dokter spesialis wajib meet by appointment melalui WA, aplikasi Hospitaloka. Ini demi kemudahan dan kenyamanan pasien dan dokter juga,” jelas Widya.

BPJS Kesehatan Defisit?

Lalu benarkah BPJS Kesehatan defisit? Sehingga sering terlambat membayarkan kewajiban ke faskes mitranya? Data yang diperoleh dari BPJS Kesehatan Cabang Batam, dari 1.055.04 jiwa penduduk Batam sebanyak 858.860 jiwa atau 81 persennya sudah terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan.

Sementara untuk Karimun yang juga masuk wilayah kerja BPJS Cabang Batam, dari 240.170 jiwa penduduk Karimun, 124.155 jiwa atau 52 persennya merupakan peserta BPJS Kesehatan.

Kepala Bidang Penagihan dan Keuangan BPJS Kesehatan Cabang Batam, Rahim Irham menyebutkan, dari 983.015 jiwa yang terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan di Batam dan Karimun, sekitar 40 persen sudah mengakses layanan kesehatan di Faskes lanjutan (rumah sakit) di 2017.

“Angka pastinya 155 ribu pengguna BPJS Kesehatan di Batam dan Karimun sudah menggunakan akses layanan kesehatan di faskes lanjutan atau rumah sakit,” sebut Rahim.

Dari 155 ribu pengakses layanan kesehatan itu, BPJS Kesehatan menggelontorkan dana pembayaran klaim ke pemberi layanan kesehatan lanjutan sebesar Rp 133 miliar. Jumlah tersebut belum termasuk yang memanfaatkan layanan BPJS Kesehatan di Faskes tingkat pertama. “Totalnya sekitar Rp 300 miliar,” kata Rahim.

Fera warga Batuaji menunjukan kartu Indonesia Sehat yang dilakukan pengurusannya di kantor BPJS Kesehatan, Selasa (18/4).kartu Indonesia Sehat (KIS) menjamin dan memastikan masyarakat kurang mampu untuk mendapat manfaat pelayanan kesehatan seperti yang dilaksanakan melalui Jaminan Kesehatan Nasional(JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. F Cecep Mulyana/Batam Pos

Sementara, ada sekitar 103 ribu peserta BPJS Kesehatan kategori mandiri yang menunggak pembayaran sejak tahun 2000-2017. Nilainya sekitar Rp 47,9 miliar. Sedangkan badan usaha ada 431 badan usaha yang menunggak dengan nilai tunggakan mencapai Rp 3,4 miliar. Totalnya sekitar Rp 51,2 miliar.

Dari data tersebut bisa disimpulkan, bahwa sebenarnya tidak perlu ada tunggakan pembayaran ke pemberi fasilitas kesehatan lanjutan yang jadi mitra BPJS Kesehatan Batam. Sebab, yang aktif membayar namun tidak menggunakan layanan kesehatan tersebut masih jauh lebih banyak ketimbang yang menggunakan layanan hingga ke tingkat lanjutan.

Bahkan, jika digabungkan yang mengakses layanan kesehatan di faskes tingkat lanjutan dan nilai tunggakan, juga masih lebih kecil dari yang aktif membayar namun tidak menggunakan layanan kesehatan tersebut. Yang mengakses layanan kesehatan dan yang menunggak jumlahnya hanya 258 ribu jiwa. Yang aktif membayar namun belum mengakses layanan sekitar 725 ribu jiwa.

Namun Humas BPJS Kesehatan Cabang Batam, Irfan Humaidi, menjelaskan dana pembayaran BPJS Kesehatan itu masuk ke satu rekening di pusat. Semua dana pembayaran peserta BPJS Kesehatan dihimpun di pusat. Dana tersebut kemudian didistribusikan ke seluruh Indonesia untuk membayar faskes tempat masyarakat mendapat layanan manfaat BPJS Kesehatan, termasuk untuk Batam.

“Kan semangat BPJS Kesehatan itu gotong-royong menuju masyarakat yang sehat. Yang tidak menggunakan, dananya dipakai untuk membantu yang lain dan peningkatan pelayanan,” ujar Irfan.

Ia juga mengatakan, BPJS Kesehatan Batam tidak pernah menunggak pembayaran ke pihak faskes, baik tingkat pertama maupun lanjutan. Namun, ia mengakui BPJS sering disudutkan menunggak pembayaran, padahal tidak ada keterlambatan.

“Memang sering kita dituding begitu, namun kita selalu membayar tepat waktu kok,” kata Irfan, Selasa (14/11) di kantor BPJS Batam di sela-sela pengenalan Kepala BPJS Kesehatan Batam yang baru, Zoni Anwar Tanjung.

Kepala Bidang Penjaminan Manfaat Rujukan BPJS Cabang Batam, dr Retri Flori HS membenarkan kalau BPJS Kesehatan Batam tidak pernah menunggak pembayaran. “Kalaupun ada keterlambatan pembayaran bisa jadi karena pengajuan klaim ke BPJS Kesehatan dari Faskes yang terlambat masuk,” ujarnya.

Dokter yang akrab disapa dokter Ori ini menjelaskan, pengajuan pembayaran klaim memang dilakukan setiap akhir bulan pelayanan. Klaim yang masuk diverifikasi pihak BPJS Kesehatan. Jika tidak ada masalah, 15 hari setelah pengajuan, sudah bisa dicairkan.

Kendati demikian, dokter Ori menegaskan BPJS Kesehatan Batam tidak menutup diri untuk membahas berbagai hal yang menjadi kendala pihak pemberi fasilitas kesehatan. Baik di tingkat pertama maupun lanjutan (RS).

“Setiap waktu kita siap duduk bersama membahas supaya pelayanan ke masyarakat bisa maksimal,” katanya.

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Batam, Zoni Anwar Tanjung menambahkan, defisit secara nasional yang viral beberapa waktu belakangan ini, indikatornya tidak hanya bisa dilihat dari ketidakmampuan membayar klaim, tapi banyak indikator lain yang harus dilihat. Namun Zoni tak membeberkan indikator itu.

Pria yang sebelumnya bertugas di BPJS Kesehatan Cabang Langsa, Aceh Utara ini juga menegaskan, sejatinya BPJS Kesehatan tak mencari untung. Sisa dana yang yang masuk dari pembayaran premi dari setiap peserta BPJS Kesehatan yang tidak habis dipakai untuk pembayaran manfaat pengguna layanan, dimanfaatkan untuk peningkatan pelayanan.

“Intinya, untuk peningkatan pelayanan,” katanya.

Terkait banyaknya keluhan masyarakat yang mengaku tidak mendapatkan layanan kesehatan di faskes tingkat pertama dan lanjutan secara baik atau merasa dinomorduakan, ia mengatakan informasi itu memang banyak di media sosial. Namun jarang yang masuk ke meja BPJS Kesehatan. Padahal, sarana pengaduan sudah banyak dibuka BPJS. Mulai dari layanan telepon 24 jam, akses layanan online, hingga bisa datang langsung ke kantor BPJS Kesehatan.

“Masyarakat tak perlu takut, kita lindungi kok identitasnya. Namun, kami minta laporannya akurat,” ujarnya

Zoni menyebutkan, hingga saat ini, BPJS Kesehatan Batam sudah bermitra dengan 101 faskes tingkat pertama. Terdiri dari 17 puskesmas, dua dokter praktik perorangan, 76 klinik pratama (dokter umum), empat faskes milik TNI, dan dua faskes milik Polri.

Sementara faskes tingkat lanjutan ada 18. Terdiri dari 14 rumah sakit dan empat klinik. “Kami juga akan fokus mengajak masyarakat yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan untuk mendaftar,” ujar Zoni. (cha/nur)

Update