batampos.co.id – Fitri Sofia, 35, mengetuk-ngetuk gawainya. Sebuah aplikasi pemantau harga saham terbuka di ponsel android miliknya. Jemarinya yang lentik bergerak lincah menggeser layar ponsel pintarnya itu.
Sejurus kemudian, ibu dua anak ini mengerenyitkan dahinya. Pertanda ia sedang berpikir keras bercampur ekspresi kekecewaan. “Fluktuasi harga saham cukup tinggi,” kata Fitri saat ditemui di sebuah sekolah TK di Batam, Senin (13/11) lalu.
Fitri yang siang itu tengah menunggui anak pertamanya pulang sekolah mengaku sedang memantau harga saham sebuah perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Ia mengaku sudah menjadi investor di pasar modal sejak beberapa tahun terakhir.
“Saya masih tergolong baru di dunia saham ini,” kata dia, merendah.
Sebagai ibu rumah tangga, Fitri mengaku memiliki banyak waktu luang. Karenanya, ia memanfaatkan waktunya itu untuk mencoba peruntungan di pasar modal. Istri seorang perwira menengah di korps Polri ini menyebut, menjadi investor saham memang susah-susah gampang. Susah karena investasi saham tergolong berisiko tinggi. Namun di satu sisi investasi saham juga sangat menjanjikan dan mudah dijalankan.
“Tapi lebih banyak untung dari ruginya. Lumayan, itung-itung membantu suami,” kata Fitri. Sayang ia enggan menyebut berapa profit yang sudah ia peroleh selama menjadi investor saham.
Kepala Cabang BEI Batam, Evan Octavianus Gulo, membenarkan ada banyak keuntungan yang bisa diperoleh dari investasi saham. Baik bagi investornya, mupun dari sisi emiten atau perusahaan. Dari sisi investor, ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh. Antara lain capital gain melalui kenaikan harga saham. Kemudian dana bagi hasil perusahaan atau deviden.
Selain itu, dengan membeli saham di pasar modal berarti telah membantu perusahaan untuk tetap eksis atau bahkan berkembang. Jika perusahaan berkembang, tentu jumlah karyawan atau pekerja yang dibutuhkan akan terus bertambah. Dengan begitu, menjadi investor di pasar saham secara tidak langsung ikut berperan menciptakan lapangan pekerjaan baru.
“Jadi investor pasar saham itu juga berperan membangun ekonomi nasional,” kata Evan saat ditemui di kantornya, Kamis (16/11) lalu.
Sementara dari sisi perusahaan, akan mendapatkan keuntungan yang tak kalah banyak. Yang utama tentu tambahan modal. Sehingga perusahaan publik tersebut bisa tetap eksis atau bahkan melakukan ekspansi usahanya.
Selain itu, perusahaan akan menjadi perusahaan sehat dan dikenal di seluruh dunia karena menjadi perusahaan terbuka. Kalau sudah begini, maka proyek-proyek baru akan mungkin diperoleh karena kepercayaan publik, terutama investor, terhadap perusahaan tersebut akan meningkat.
Evan kemudian mencontohkan perusahaan di Batam yang telah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Misalnya PT Sat Nusapersada, Tbk. Sejak memutuskan untuk melakukan IPO, perusahaan elektronik tersebut kini dibanjiri proyek perakitan telepon seluler dalam skala besar.
Misalnya dari Asus, Nokia, hingga Xiaomi. Seiring berjalannya waktu, perusahaan itu kini semakin sehat secara finansial. Hal ini dilihat dari laba bersih yang diraih Sat Nusapersada yang terus meroket tiap tahunnya. “Perusahaan sehat, karyawan sejahtera, ekonomi bergerak,” kata Evan.
Sayangnya, kata Evan, sampai saat ini masih sangat sedikit perusahaan di Batam (Kepri) yang menawarkan sahamnya di lantai bursa. Baru ada tiga perusahaan. Masing-masing PT Sat Nusapersada Tbk, PT Citra Tubindo Tbk, dan PT Hotel Mandari Regency Tbk (Hotel Goodway).
Demikian juga dengan jumlah investornya. Per 31 Oktober 2017, jumlah warga Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang sudah menjadi investor saham baru 5.389 orang. Menurut Evan, jumlah ini tergolong masih kecil jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Kepri yang mencapai 2 juta jiwa lebih.
“Secara nasional juga masih rendah. Per Oktober 2017 baru ada 611.726 investor saham. Atau hanya 0,23 persen dari jumlah warga negara Indonesia,” kata Evan.
Menurut dia, ada empat hal yang membuat masyarakat enggan berinvestasi di pasar modal. Pertama, adanya anggapan yang keliru soal investasi saham. Kebanyakan masyarakat mengira investasi saham itu selalu mahal dan hanya untuk orang-orang kaya. “Padahal ada saham yang harga per lembarnya hanya 50 perak,” kata dia.
Penyebab lainnya, masih banyak masyarakat yang menganggap investasi saham ilegal alias bodong. Padahal aturannya jelas. Investasi saham diatur dan dilindungi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. “Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menjamin investasi di pasar modal aman,” katanya lagi.
Penyebab ketiga, masih banyak kalangan masyarakat yang menilai investasi saham merupakan bentuk judi dan haram. “Padahal Majelis Ulama Indonesia sudah mengeluarkan fatwa bahwa investasi saham halal,” kata Evan.
Yang terakhir, masyarakat masih enggan berinvestasi di pasar modal karena berpikir investasi saham tergolong investasi dengan risiko tinggi, meski peluang keuntungannya juga besar (high risk-high return). Padahal menurut Evan, investor bisa mengubah risiko itu menjadi low risk high return.”Kuncinya dengan ilmu,” kata Evan.
Meski masih tergolong rendah, Evan mengakui jumlah investor saham di Kepri mengalami pertumbuhan dari waktu ke waktu. Hal ini tak terlepas dari upaya sosialisasi dan edukasi yang digelar BEI Cabang Batam.
Di BEI Cabang Batam, kata Evan, ada program Klinik Investasi Saham. Melalui program ini BEI Cabang Batam melakukan edukasi dan sosialisasi dan pelatihan investasi saham kepada masyarakat dari berbagai kalangan. Mulai dari kalangan mahasiswa, karyawan, pegawai negeri sipil (PNS), hingga ibu rumah tangga.
“Kelompok arisan ibu-ibu pun kami datangi. Sampai Agustus lalu, kami sudah menggelar 120 kegiatan edukasi dan sosialisasi,” katanya.
Dalam sosialisasi ini, tak jarang BEI menggandeng pihak lain. Misalnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Evan berharap, akan semakin banyak investor saham di Kepri. Karena investasi jangka panjang ini membawa banyak manfaat bagi semua pihak, termasuk bagi pembangunan ekonomi bangsa. Apalagi saat ini di Batam sudah ada sembilan sekuritas dan satu manajemen aset yang siap melayani para investor.
Karyawan Kresna Scurities Batam, Zahra, mengatakan langkah menjadi investor saham sangat mudah. Pertama, calon investor harus membuat akun di salah satu perusahaan sekuritas, semisal Kresna Scurities.
“Syaratnya mudah. Seperti membuka rekening di bank,” kata Zahra, Senin (13/11) lalu.
Calon investor cukup mengisi formulir Pembukaan Sub Rekening Efek dan formulir Rekening Dana Investor (RDI). Kemudian memberikan foto kopi dokumen, seperti KTP dan NPWP. Selanjutnya, calon investor menyetor sejumlah uang ke dalam RDI yang telah dibuat dan disetujui perusahaan sekuritas.
Menurut Zahra, menjadi investor saham tidak harus menyetor uang dalam jumlah besar ke rekening RDI. Sebab harga saham di setiap emiten juga bervariasi. Ada yang harganya cuma Rp 100 per lembarnya. “Apalgi sekarang ada program Yuk Menabung Saham. Setoran awal cukup Rp 100 ribu,” kata Zahra.
Berbeda dengan Evan, Kepala Kantor OJK Perwakilan Kepri, Iwan M Ridwan, menilai animo masyarakat Batam dan Kepri terhadap investasi saham cukup baik. Berdasarkan data BEI Cabang Batam, jumlah investor saham sudah mencapai 5.389 orang dengan nilai investasi sebanyak Rp 633 miliar. “Ini tergolong tinggi,” kata Iwan, Selasa (21/11).
Meski begitu, kata dia, OJK bersama BEI dan perusahaan sekuritas akan terus melakukan sosialisasi dan edukasi pasar modal, terutama investasi saham. Target yang disasar dalam program edukasi ini beragam. Mulai dari kalangan mahasiswa, pelaku usaha kecil dan menengah (UKM), hingga anggota legislatif.
“Anggota DPRD Kepri malah minta kami bikin kelas khusus sosialisasi investasi saham,” kata Iwan.
Kata Iwan, ini menandakan bahwa makin banyak masyarakat Kepri yang mulai tertarik dan melek terhadap investasi saham. Dia berharap akan semakin banyak masyarakat Kepri, khususnya Batam, yang berinvestasi saham karena dijamin aman dan menguntungkan.
Sementara dari sisi perusahaan, ia menyarankan agar segera go public dan merambah lantai bursa. Sebab dengan begitu, perusahaan akan mendapatkan suntikan modal segar yang bisa digunakan untuk mengembangkan usaha.
“Daripada pinjam modal ke bank dan harus membayar bunga, lebih baik melepas saham di bursa efek,” katanya.
Iwan meyakini, semakin banyaknya perusahaan yang go public dan semakin banyak masyarakat yang berinvestasi saham, maka perekonomian di negeri ini akan tumbuh dengan cepat.
Itulah sebabnya, kata Iwan, Presiden Joko Widodo juga mengimbau agar perusahaan dalam negeri, khususnya BUMN, tidak hanya mengandalkan pendanaan dari pinjaman bank. “Tapi bisa memanfaatkan pasar modal dengan melepas saham atau menerbitkan obligasi,” terangnya. (Suparman)