Jumat, 29 Maret 2024

Order Pembuatan Kapal di Batam belum Merata

Berita Terkait

batampos.co.id – Situasi industri galangan kapal di Batam belum membaik. Masih banyak perusahaan galangan kapal yang goncang akibat sepi order pembuatan kapal. Batam Shipyard and Offshore Association (BSO) berharap agar pemerintah peran aktif memperhatikan persoalan tersebut.

Sekretaris BSOA Suri Teo kepada Batam Pos menuturkan, situasi galangan kapal di Batam saat ini masih belum stabil. Goncangan karena sepihnya order pembuatan atau perbaikan kapal membuat puluhan bahkan ratusan perusahaan galangan kapal yang ada tidak bisa berkembang.

“Untuk berkembang belum bisa, yang ada hanya bertahan saja dengan tenaga kerja yang sangat sedikit,” ujar Suri Teo, Senin (27/11).

Bahkan dari data yang mereka dapat, sambung Suri beberap perusahaan galangan kapal yang ada sudah tidak beroperasi untuk sementara waktu alias mati suri.

“Seperti PT Nippon Steel (Tanjunguncang), sudah mati suri sekarang. Yang seperti itu ada sekitar dua perusahan. Yang lain masih bisa bertahan dengan satu atau dua kapal yang masuk dok,” tuturnya.

Memang diakui Suri belakangan, pemerintah sering memesan kapal negara di Batam, namun itu belum banyak membantu untuk menghidupkan kembali geliat industri galangan kapal yang ada di Batam secara. Itu karena kapal pesanan pemerintah jumlahnya terbatas dan tidak semua perusahaan galangan kapal kebagian.

“Pesan dua atau tiga kapal setahun sementara jumlah perusahaan (galangan) mencapai ratusan. Banyak yang tidak kebagian jadi memang untuk berkembang belum bisa,” ujarnya.

Pekerja menggesa perbaikan kapal di galangan kapal Tanjunguncang, Batuaji, Senin (27/11). Pengusaha galangan kapal hanya bisa bertahan untuk usaha galangan kapalnya, kalau untuk berkembang tidak bisa karena lemahnya ekonomi dunia. F. Dalil Harahap/Batam Pos

Imbas dari kondisi yang kurang bersahabat itu kata Suri, bukan saja pada pihak perusahaan atau pengusahan yang dirugikan, tapi juga warga Batam pada umumnya. Karena sepih order pembuatan kapal otomatis perusahaan akan mengurangi karyawan dan jumlah karyawan yang sudah dirumahkan akibat kondisi ini mencapai puluhan ribu orang.

“Yang masih banyak karyawan (seribuan) paling hanya dua perusahaan yang kami lihat yakni PT ASL dan Pax Ocean. Yang lainnya ada yang sudah tinggal ratusan bahkan puluhan,” tuturnya.

Kondisi tersebut diakuinya sudah terjadi sejak tahun 2014 lalu dan jika tidak segera ditangani secara serius dari pihak pemerintah maka kondisi galangan akan semakin goncang kedepannya. “Sampai saat ini belum ada formulasi dari pemerintah untuk sama-sama mengatasi persoalan ini. Namun kami juga tetap berkoodinasi agar ada solusi secepatnya,” ujar Suri.

Sebagai pelaku industri, solusi yang diharapkan sambung Suri adalah bagaimana agar oder pembuatan ataupun perbaikan kapal kembali ramai di Batam. Salah satu yang diharapkan adalah keringan biaya lego jangkar agar pelaku usaha atau pemerintah dari negara-negara tetangga bisa memesan ataupun memperbaiki kapal di Batam.

“Banyak yang kami harapkan termasuk minta dukungan pemerintah untuk memberikan pinjaman dengan bunga ringan ke pihak swasta yang ingin buat ataupun order kapal di sini,” ujarnya.

Sementara penelusuran Batam Pos terhadap sejumlah perusahaan galangan kapal yang ada di wilayah Sagulung dan Tanjunguncang memang kondisinya memprihatinkan. Tidak sedikit perusahaan yang memang mati suri akibat sepihnya order pembuatan kapal itu. Bahkan ada juga perusahaan yang sudah benar-benar tutup karena persoalan yang sama. PT Techip yang berada di pinggir jalan Brigjen Katamso, Tanjunguncang misalkan, saat ini sudah tutup. Perusahaan galangan dan offshore tersebut tutup sejak Maret lalu. Sekitar 500 pekerja sudah dirumahkan.

Informasi yang diterima perusahaan itu tutup karena sepih proyek. Pihak perusaahaan memilih pindah ke negara lain ketimbang harus bertahan di Batam.

“Mau pindah ke Malaysia. Cuman sekarang barang (perlengkapan perusahaan) dibawa ke Singapura (tempat asal perusahaan itu),” ujar seorang petugas keamanan di depan perusahaan tersebut.

Begitu juga dengan perusahaan yang masih bertahan mengaku cukup kesulitan untuk berkembang. Pesanan pembuatan ataupun perbaikan kapal yang menurun drastis sejak tahun 2014 lalu membuat perusahaan hanya bisa bertahan.

PT Citra Shipyard Batam di Seilekop Sagulung misalkan, saat menerima menerima kunjungan sekretaris wakil Presiden bulan Mei lalu melaporkan memang proyek pembuatan kapal menurun drastis sejak tahun 2014 lalu. General Manajer PT Citra Shipyard Abi menyebutkan, tahun 2013 pihaknya bisa memprduksi 100 unit kapal. Tahun 2014 jumlah itu menurun hanya 65 kapal. Tahun 2015 lagi-lagi turun jadi 30 kapal. Tahun 2016 dan 2017 kondisinya semakin menurun yang mana hanya sekitar lima kapal yang dipesan. “Beginilah situasi yang kami alami selama ini,” ujar Abi waktu itu.

Lemahnya geliat industri galangan kapal itu sebenarnya sudah diketahui oleh pemerintah. Sebelumnya pihak Badan Pengawasan (BP) Batam mengaku sudah menerima laporan itu namun pihaknya belum bisa berbuat banyak sebab pokok persoalan dari menurunnya order pembuatan kapal itu sedang dikaji bersama Pemerintah kota (Pemko) Batam.

“Kami masih kumpulkan data terkait persoalan ini. Nanti akan bentuk timsus dengan Pemko untuk sama-sama mencarikan jalan keluarnya,” ujar Hatanto Resdikputro saat masih menjabat sebagai kepala BP Batam beberapa waktu lalu di Tanjunguncang. (eja)

Update