Sabtu, 20 April 2024

BP Batam Minta Tarif Pajak Air Dikaji Ulang sebab ATB Bisa Kolaps

Berita Terkait

Dam Mukakuning. Pemerintah Provinsi Kepri menaikkan pajak air baku. F. Dalil Harahap/Batam Pos

batampos.co.id – Polemik pajak air permukaan (PAP) di Batam sebesar Rp 188 per meter kubik terus bergulir. Pemprov Kepri ngotot akan memungutnya dan menyebut jumlah tagihan PAP sudah mencapai Rp 23 miliar. Namun Badan Pengusahaan (BP) Batam meminta kebijakan tersebut dikaji ulang.

Deputi IV BP Batam, Mayjen TNI Eko Budi Soepriyanto, mengatakan ada beberapa alasan mengapa kebijakan PAP ini perlu dibahas kembali. Pertama, karena adanya dualisme regulasi dalam penetapan PAP di Batam.

“Regulasi dari pemerintah pusat lewat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPU-Pera) dan regulasi dari Pemprov Kepri,” kata Eko dalam acara Focus Group Discussion (FGD) soal Pajak Air Permukaan di Hotel Harris Batamcenter, Selasa (28/11).

Eko yang baru sebulan menjabat Deputi IV BP Batam mengaku baru mengetahui persoalan ini. Namun ia memastikan akan segera menyelesaikannya supaya tak berlarut.

Untuk itu, semua kesimpulan dari FGD kemarin akan disampaikan ke Gubernur Kepri dalam waktu dekat. Sebab jika tak segera ada penyelesaian, kebijakan ini dikhawatirkan akan membingungkan banyak pihak, termasuk PT Adhya Tirta Batam (ATB) selaku perusahaan pengelola air bersih di Batam.

“ATB bingung dan masyarakat bingung karena tak ada kepastian,” paparnya.

Eko juga menegaskan perusahaan seperti ATB yang menjalankan fungsi sebagai Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Menurut dia, menarik pajak yang tinggi dari pengelola air bersih akan sangat membebani. Apalagi saat ini Pemprov Kepri mengklaim tunggakan PAP yang harus dibayar ATB mencapai Rp 23 miliar. Tunggakan tersebut dihitung sejak 2016 hingga Oktober 2017.

“Jika argo jalan terus, bisa kolaps ATB,” katanya.

Selain soal regulasi yang tidak jelas, kenaikan pajak air juga akan menimbulkan dampak ganda. “Multi efeknya cukup banyak. Penjual asongan dan hotel gunakan air. Kita harapkan harus disudahi dan ada keputusan bersama. Namun dibicarakan dulu (dengan Pemprov, red). Saya tak berani memutuskan,” katanya.

Di tempat yang sama, Kepala Kantor Pengelolaan Air dan Limbah, Binsar Panjaitan, mempertanyakan dasar Nilai Perolehan Air (NPA) Batam yang oleh Pemprov Kepri ditetapkan sebesar Rp 1.880 per meter kubik. Dari NPA tersebut kemudian ditetapakan PAP sebesar Rp 188 per meter kubik (PAP=NPA x 10%).

Menurut Binsar, penetapan NPA harusnya berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 15/PRT/M/2017 tentang tata cara penghitungan besaran NPA permukaan. Peraturan ini masih baru terhitung sejak Agustus 2017 berlaku. Dan selama ini BP Batam menghitungnya dari peraturan yang lama. Sehingga mereka akan mengkomunikasikan hal ini dengan Gubernur Kepri.

“Artinya penghitungan NPA berlandaskan dari Permen PUPR dan ditetapkan dengan Peraturan Gubernur (Pergub),” kata Binsar.

Ia beranggapan acuan yang dipakai Pemprov untuk menetapkan NPA sebesar Rp 1.880 per meter kubik mungkin menilai dasar penetapan adalah karena Batam merupakan kawasan industri.

Binsar mengakui NPA di kawasan industri memang tinggi seperti di Inalum, Sumatera Utara atau AMDK yang mengambil air dari Waduk Jatiluhur. Namun di Batam, ATB itu menjalankan fungsi sebagai PDAM dan berdasarkan peraturan dari PUPR, maka NPA-nya tidak akan setinggi itu.

“Secara tidak langsung, ATB itu PDAM,” imbuhnya.

Presiden Direktur ATB, Benny Andrianto, juga mengatakan hal serupa. Ia menegaskan hitungan Pemprov Kepri soal pajak air permukaan itu salah. “Kan ada rujukan untuk menghitungnya. Seyogyanya dalam menentukan NPA harus merujuk ke peraturannya,” katanya.

Ia kurang mengerti mengapa kajian Pemprov Kepri menetapkan NPA sangat tinggi. Namun ia bisa memastikan jika menetapkan NPA berdasarkan peraturan yang berlaku, maka nilainya pasti normal.

Karenanya, ATB meminta persoalan ini segera diselesaikan. Sebab jika pajak naik, otomatis tarif air bersih ATB juga akan naik. Sementara ATB tidak mau menaikkan tarif air bersih.

“Kami tidak ingin menaikkan tarif. Kami tidak anggarkan untuk itu dan tidak ada rencana kenaikan. Kami hanya bayar ke BP Batam. Jadi ini murni BP dan Pemprov yang harus selesaikan,” pungkasnya.

Membebani Masyarakat

 Dam Mukakuning. F. Dalil Harahap/Batam Pos

Peraturan Gubenur (Pergub) Nomor 25 tahun 2016 tentang Pajak Air Permukaan (PAP) dinilai hanya akan membebani masyarakat. Sebab jika Pemprov Kepri tetap memungut pajak sebesar Rp 188 per meter kubik air, maka tarif bersih air ATB juga akan naik. Otomatis masyarakat selaku konsumen yang akan terbebani.

Anggota Komisi I DPRD Batam, Sukaryo, menolak kebijakan pajak air permukaan itu jika pada akhirnya akan dibebankan ke masyarakat.

“Kan sudah ada aturan pembagiannya. Kalau ini dibebankan ke masyarakat tentu sebagai wakil masyarakat Batam kita menolak,” tegas Sukaryo, Selasa (28/11).

Hal ini, kata dia, bukan tanpa sebab. Di tengah merosotnya kondisi ekonomi masyarakat Batam saat ini, kenaikan tarif air akan berimbas kepada daya beli masyarakat. Sehingga peraturan yang sejatinya untuk kemaslahatan masyarakat, malah hanya sebagai alat politik dengan kebijakan yang tidak pro-masyarakat.

“Sebagai wakil rakyat kita akan sampaikan kepada rekan-rekan DPRD Provinsi Kepri agar Pergub tersebut segera dievaluasi,” lanjut dia.

Ia meminta pemerintah provinsi harus bijaksana melihat kondisi masyarakat Batam saat ini. “Kita paham penyebab inflasi selain disebabkan oleh faktor kenaikan-kenaikan volatile food juga bisa dari kebijakan-kebijakan seperti ini. Untuk itulah pemerintah harus bijak dalam mengeluarkan kbijakan,” jelasnya.

Wakil Ketua Komisi II DPRD Kota Batam, Sallon Simatupang, menambahkan kebijakan pajak air ini akan semakin menambah beban masyarakat. “Ketika tarif listrik naik, apakah beban masyarakat akan ditambah lagi dengan kenaikan tarif air,” kata dia.

Sementara anggota Komisi IV DPRD Batam, Safari Ramadhan, mengatakan pemerintah harus mengerti kondisi masyarakat Batam saat ini. Kondisi ekonomi yang sangat memprihatinkan ditambah peluang kerja sedikit, masyarakat banyak tak mampu bahkan sangat banyak yang belum mendapatkan pekerjaan.

“Jangan lah ketika listrik naik, air juga naik. Kasihan masyarakat, pemerintah baik itu Pemprov Kepri dan BP Batam harus melihat itu,” jelasnya. (rng/leo)

Update