Jumat, 19 April 2024

Transaksi Suap Novanto di Singapura

Berita Terkait

batampos.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan peluang bagi Andi Agustinus alias Andi Narogong untuk menjadi justice collaborator (JC) dalam kasus mega korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Andi dinilai memenuhi kriteria sebagai JC setelah membuka “Kotak Pandora” keterlibatan sejumlah pihak, khususnya Ketua DPR Setya Novanto.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, pengakuan Andi yang blak-blakan itu sangat membantu penanganan kasus e-KTP. Karena itu, pihaknya bakal memproses lebih lanjut soal langkah menjadikan Andi sebagai JC dalam perkara yang merugikan keuangan Rp 2,3 triliun tersebut.

”Tinggal kami (pimpinan KPK) berlima memutuskan (Andi sebagai JC atau tidak, red),” ujar Saut, Jumat (1/12).

Menurut Saut, kejutan yang diberikan Andi membantu mempercepat penanganan kasus e-KTP, khususnya soal keterlibatan Novanto. Pengakuan Andi juga membuktikan bahwa sangkaan dan dakwaan KPK soal korupsi berjamaah e-KTP benar-benar nyata.

”Kami lebih firmed (kuat, red) bahwa selama ini yang kami lihat itu sudah betul,” imbuh mantan anggota Badan Intelijen Negara (BIN) itu.

Seperti diketahui, Andi Narogong pada Kamis (30/11) bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Terdakwa kasus dugaan korupsi e-KTP itu terli membuka “Kotak Pandora” tentang aliran uang haram e-KTP untuk DPR, khususnya Novanto.

Jumlah uang yang disebut-sebut Andi mengalir ke Novanto dan anggota dewan bernilai fantastis, yakni 7 juta dolar AS atau sekitar Rp 94,668 miliar. Uang itu ditransfer dua tahap ke rekening Made Oka Masagung, rekan Novanto, pada akhir 2011 dan awal 2012.
Transaksi dilakukan di Singapura.

Andi menjelaskan, uang itu berasal dari Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, anggota konsorsium pemenang tender e-KTP. Distribusi tahap pertama, yakni sebanyak 3,5 juta dolar AS dikirim Anang dengan difasilitasi pemilik PT Biomorf Lone Indonesia, Johannes Marliem, yang belakangan dikabarkan tewas beberapa waktu lalu di Amerika Serikat.

Transaksi dilakukan di Singapura dari rekening Biomorf ke rekening Oka Masagung yang memang sengaja dibuat di negara tetangga itu. Sedangkan pengiriman tahap kedua dengan nominal yang sama diurus sendiri oleh Anang. Uang tersebut juga ditrasnfer ke rekening Oka di Singapura. ”Oka Masagung punya jaringan luas terhadap perbankan,” ungkap Andi.

Keterangan distribusi uang itu belum pernah dijelaskan secara detail di persidangan sebelumnya. Andi mengatakan, pengiriman uang ke Oka itu atas perintah Novanto. Itu setelah mantan Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap menagih ke Irman soal komitmen fee sebesar 5 persen yang dijanjikan pemenang tender e-KTP kepada sejumlah anggota DPR periode 2009-2014.

”Atas penagihan itu, Pak Paulus Tannos dan saya diundang ke Equity Tower, kantornya Pak Novanto. Waktu itu ada Pak Chairuman, saya, Pak Paulus dan Pak Novanto,” terang suami Inayah itu. Novanto mengenalkan Oka kepada Andi dan Paulus di kediamannya pada November 2011. ”Nanti dia (Oka) yang akan urusi masalah fee ke DPR,” tutur Andi menirukan perintah Novanto kala itu.

Jatah fee 5 persen untuk DPR itu merupakan komitmen awal yang disepakati Irman, pemenang tender e-KTP dan para wakil rakyat. Komitmen bagian 5 persen dari nilai proyek e-KTP setelah dipotong pajak itu juga diberikan kepada Irman dan pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Total, 10 persen komitmen fee itu senilai Rp 500 miliar dari proyek senilai Rp 5,9 triliun.

Sayang, selain 7 juta dolar AS, Andi mengaku tidak mengetahui distribusi uang haram e-KTP lain untuk DPR. ”Setelah itu, saya tidak mengikutinya kembali. Setahu saya yang 7 juta dolar AS itu,” jelasnya. Andi mengaku tidak lagi mengurusi proyek e-KTP setelah tidak mendapat kepastian terkait pekerjaan yang dijanjikan konsorsium PNRI, pemenang tender e-KTP.

Bukan hanya membeberkan keterangan soal aliran uang, Andi juga membongkar soal pemberian hadiah jam tangan mewah merek Richard Mille untuk Setnov pada November 2012 lalu. Jam tangan senilai 135 ribu dolar AS (sekitar Rp 1,3 miliar saat pembelian 2012) yang dibeli Johannes Marliem di Los Angeles, California, Amerika Serikat itu diberikan saat peringatan ulang tahun ke-57 Novanto.

Namun, jam tangan itu dikembalikan Novanto ke Andi pada awal 2017 atau ketika kasus e-KTP tengah ramai. Andi pun menjual jam tangan itu di Blok M dengan harga sekitar Rp 1 miliar.

”Pak Johannes Marliem bilang mau memperhatikan Pak Novanto. Dia bilang (Novanto) mau ulang tahun patungan saja, beli jam. Saya berikan uang sekitar Rp 650 juta, lalu Pak Johannes Marliem beli di Amerika Serikat,” bebernya.

Andi mengakui jam tangan itu sebagai ucapan terimakasih kepada Novanto atas bantuan lobi-lobi anggaran proyek e-KTP. Menurut dia, tanpa bantuan Novanto, proses penganggaran di DPR tidak bisa berjalan mulus.

Selain itu, Andi juga mengungkapkan bahwa dirinya memang kerap bertemu dengan Novanto selama proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2012 bergulir. Keterangan itu menepis pernyataan Novanto yang mengaku hanya dua kali bertemu Andi. Yakni, hanya soal urusan jual beli kaos partai. ”Saya sudah kenal (Novanto) dari tahun 2009,” akunya.

Andi menyatakan, baru kali ini dia bisa membeberkan peran Setnov dan aliran uang yang diduga dinikmati anggota DPR. Sebab, dia merasa dijadikan pelampiasan oleh para saksi, khususnya kalangan pengusaha dan politisi. ”Orang yang saya bantu justru melempar sampah kepada saya, maka dari itu saya membuka fakta yang sesungguhnya. Saya ingin hidup tenang,” jelasnya.

Pengusaha yang pernah menggarap sejumlah proyek di Mabes Polri sejak tahun 2011 hingga 2016 itu pun mengaku membuat surat pernyataan mengembalikan uang diduga hasil korupsi e-KTP sebesar 2,5 juta dolar AS (Rp 33,81 miliar). Uang itu merupakan pemberian Johannes Marliem sebagai ucapan terimakasih karena pernah mengeluarkan duit sebanyak 2,2 juta dolar AS untuk kebutuhan Irman.

”Saya sudah mencicil 350 ribu dolar AS, itu cicilan pertama. Saya merasa itu uang negara. Saya mau hidup tenang Yang Mulia,” jelasnya. Andi mengakui hanya diuntungkan 300 ribu dolar AS (Rp 4,057 miliar) dari proyek e-KTP.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, keterangan Andi tersebut sangat membantu penyidik untuk mengusut lebih jauh keterlibatan Novanto dalam dugaan korupsi e-KTP yang merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun itu. ”KPK akan mempelajari lebih lanjut fakta-fakta persidangan itu. Termasuk aspek keseuaian dengan bukti lain,” kata dia.

KPK menegaskan pemberkasan Novanto sudah masuk tahap akhir atau tinggal merapikan administrasi saja. Paling cepat berkas itu segera dilimpahkan ke penuntutan sebelum sidang praperadilan Novanto di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan bergulir. (tyo/lum/jpg)

Update