Jumat, 29 Maret 2024

Harga Rumah Tapak Berpotensi Melonjak

Berita Terkait

batampos.co.id – Kebijakan Badan Pengusahaan (BP) Batam menghentikan alokasi lahan untuk perumahan tapak (landed house) diperkirakan akan mendongkrak harga properti di Batam. Terutama harga rumah tapak. Sebab kebijakan ini secara otomatis akan mengurangi suplai hunian horisontal.

“Jika kebijakan itu benar-benar dijalankan, pasti harga rumah tapak akan naik signifikan,” kata Ketua DPD Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) Kepri, Ruslan Weng, Senin (4/12).

Ruslan menilai, kebijakan BP Batam tersebut cukup positif. Sebab nantinya alokasi lahan akan banyak diberikan kepada sektor industri. Hal ini tentu sejalan dengan konsep pengembangan Batam sebagai kota industri.

Hanya saja, Ruslan meminta BP Batam dan Pemko Batam mempermudah izin bagi para pengembang untuk membangun hunian vertikal. Misalnya apartemen.

Meroketnya harga rumah tapak ini, lanjut Ruslan, diperkirakan hanya akan berlaku untuk rumah baru. Sementara harga rumah second atau rumah bekas diperkirakan tidak akan terpengaruh. Setidaknya dalam kurun waktu yang dekat.

“Harga properti second malah cenderung turun karena banyak suplai rumah baru,” katanya.

Ruslan menambahkan, naiknya harga properti ini akan sejalan dengan daya beli masyarakat yang diperkirakan juga akan tumbuh.

“Khususnya untuk masyarakat kalangan menengah, saat ini daya beli agak menurun. Tapi kami melihat ke depan akan membaik,” katanya.

Hal senada disampaikan Principal Promax Batam City, Pandu Dinata Pramono. Menurut Pandu, kebijakan BP Batam ini secara langsung akan berdampak pada harga properti di Batam.

“Secara otomatis pasti meningkat,” kata Pandu kepada Batam Pos (12/4) di Batamcentre.

Pekerja menggesa pembangunan rumah petak di Tanjunguncang, Batuaji, Sabtu (2/12). BP Batam tidak akan mengalokasikan lahan lagi untuk pembangunan rumah. BP Batam hanya memberikan alokasi lahan kepada pengusaha yang membuka usaha saja. F. Dalil Harahap/Batam Pos

Promax merupakan agen properti terkemuka di Batam. Pandu mengatakan efek dari kebijakan ini akan panjang. Karena tidak ada lagi lahan, maka rumah tapak akan semakin sedikit sehingga harganya semakin tinggi.

“Setelah itu larinya pasti akan ramai-ramai membeli apartemen. Maka harga apartemen juga akan ikut naik,” paparnya.

Jika mengambil rumah seken, maka harganya sudah pasti tinggi. Karena saat ini ekonomi lagi sulit sehingga pemilik rumah akan melepasnya dengan harga tinggi. Jika ada yang melepasnya dengan harga murah, pasti lokasinya kurang strategis.

Untuk saat ini di Batam, harga rumah tapak masih lebih murah daripada rumah vertikal. Sehingga wacana BP Batam untuk mengembangkan pemukiman keatas belum akan terealisasi dengan baik hingga beberapa tahun kedepan.”Biaya membangun rusun atau apartemen dihitung dari harga tanah dan biayanya,” jelasnya.

Ia menyarankan kepada pemerintah agar merelaksasi peraturan mengenai kepemilikan properti bagi warga negara asing (WNA). Saat ini WNA bisa memiliki properti dengan nilai minimal Rp 5 miliar dan dokumen kepemilikan hanya hak pakai.

“Saya pikir selama dokumen lengkap tak ada masalah. Memudahkan orang asing membeli properti akan membantu perekonomian,” katanya lagi.

Disamping itu, kebutuhan pemukiman masih tinggi terutama pemukiman bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Kebutuhan lahannya juga tidak terlalu banyak.

Pandu mengambil contoh pembangunan apartemen Citra Nagoya Plaza diatas lahan seluas 1,3 hektare.”Citra Nagoya Plaza terdiri dari dua menara. Satu menara memiliki 700 unit apartemen. Dua menara jadi 1400 unit diatas 1,3 hektare lahan,” ungkapnya.

Sementara Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Batam, Achyar Arfan mengatakan kebijakan tersebut berdampak bagi masyarakat menengah ke bawah. Mereka akan kesulitan memiliki rumah.

“Bisa jadi kesulitan, terutama untuk konsumen menengah kebawah yang belum mampu beli rumah susun atau apartemen,” katanya.

Setelah itu, ia mengatakan tidak ada alokasi lahan untuk rumah tapak memberikan peluang besar bagi pengembang yang masih punya tabungan lahan.

“Ada kesempatan bagus, bisa dijual tinggi nantinya,” imbuhnya.

Berbeda dengan Pandu dan Achyar, Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman (Apersi) Batam, Wirya Silalahi mengatakan untuk saat ini konsep BP Batam sah sah saja. Namun untuk jangka panjang, hal tersebut tidak akan berjalan dengan baik.

“Kalau fokus pada permukiman vertikal, sah sah saja. Tapi belum pas untuk Batam, kecuali Batam itu seperti Jakarta,” jelasnya.

Ia melihat bahwa kenaikan harga rumah tapak memang akan terjadi, namun akan berlangsung dalam jangka waktu lama atau naik perlahan-lahan. Tergantung dari serapan pasar.

“Sekarang ini ekonomi lagi bobrok. Daya beli masyarakat menurun, siapa yang mau beli rumah. Dihargai murah saja belum tentu laku, masa mau kita naikkan harganya lagi,” katanya.

Untuk mengalihkan minat masyarakat untuk memilih hunian vertikal juga merupakan hal yang sulit. “Hunian vertikal tidak ekonomis dan belum layak karena harganya masih mahal,” jelasnya lagi.

Jika BP Batam berniat mengarahkan pembangunan pemukiman ke arah vertikal, maka harus berani berkorban.
“Jika pengembang disuruh bangun hunian vertikal yang murah, takkan ada yang mau. Kecuali pemerintah mau memberikan subsidi,” paparnya.

Dan seandainya ada pengembang yang mendapat lahan dan merencakan untuk pembangunan hunian vertikal, maka sudah pasti tidak akan dibangun.

“Banyak pertimbangannya. Nanti dibuat tak laku. Lima tahun kedepan pun belum tentu dibangun,” cetusnya. (leo)

Update