Selasa, 19 Maret 2024

Sisi Lain Lokalisasi Batu 24

Berita Terkait

Suasana anak-anak mengaji di rumah warga di Kampung Bukit Indah, Kawasan Lokalisasi Batu 24 Desa Toapaya Asri Kecamatan Toapaya, Kabupaten Bintan, Minggu (10/12) kemarin. F. Slamet/Batam Pos.

batampos.co.id – Lokaliasi Batu 24 di Kabupaten Bintan identik dengan transaksi seksual, padahal ada sisi lain dari kehidupan masyarakat di lokalisasi tersebut.

Mengenang sejarahnya, pada tahun 1990-an, pemerintah merelokasi penghuni lokalisasi di Kilometer 16 Desa Toapaya Asri Kecamatan Gunung Kijang, dulunya Desa Gunung Kijang Kecamatan Bintan Timur ke kawasan baru bernama Kampung Bukit Indah di Kelurahan Toapaya Asri Kecamatan Toapaya Kabupaten Bintan.

Relokasi ini dilakukan pemerintah bersama pihak pengembang perumahan. Rencananya saat itu pihak pengembang akan membangunkan perumahan baru bagi mereka.
Penghuni lokalisasi yang menempati kawasan baru tersebut, waktu itu jumlahnya sekitar 800 an orang dan mereka semua mengantungkan perekonomian dari transaksi seksual atau menawarkan jasa kenikmatan sesaat.

“Sekarang jumlahnya psk sedikit sekitar 60 hingga 70, lebih banyak didominasi masyarakat biasa,” ujar salah seorang warga mengaku bernama Alex kepada Batam Pos saat ditemui di rumahnya, Minggu kemarin.

Suasana lokalisasi tidak terlihat jelas di lokalisasi itu. Benar kata Alex, bahwa dari 90 an kepala keluarga, sebagian besar merupakan masyarakat biasa yang bekerja bukan sebagai pekerja seks komersial. Melainkan mereka mencari penghasilan di luar kawasan lokalisasi itu. “Tinggal saja di sini, kerjanya sebagian besar sudah di luar. Yang psk
hanya tinggal yang tadi saya sebutkan,” ucapnya.

Meski demikian, sikap toleransi telah lama ditunjukkan antar warga pendatang yang bekerja sebagai psk dengan masyarakat biasa. Mereka saling menjaga dan saling hormat menghormati satu sama lain dengan tidak menganggu. Hal ini terlihat dari adanya masjid dan anak-anak yang belajar mengaji di kawasan itu. Sebelum masjid dibangun di
kawasan tersebut sekitar tahun 2010, anak-anak mengaji dari rumah ke rumah. Bahkan, anak-anak dari para pekerja seks komersial juga mengaji bersama.

“Mengajinya bersama-sama sudah membaur. Di sini mengaji bukan di masjid tapi di rumah-rumah warga yang mengajar ngaji namanya Makhdim dan Fauzan. Tempat mengaji terkadang berpindah dari satu rumah ke rumah lainnya. Bahkan, sebelum ada masjid, ketika bulan Ramadan, salat tarawih dilakukan di rumah warga yang kosong,” kata Alex.

Sikap saling toleransi juga terlihat ketika mendengar suara azan mengumandang. Begitu suara magrib mengumandang, biasanya tempat karaoke yang sudah menerima tamu akan mengecilkan volume suara musiknya. Ini terlihat di saat sejumlah masyarakat menggenakan sarung pergi ke masjid, sebagian lainnya yang membuka usaha karaoke justru mengecilkan suara karaokenya.

“Biasanya di sini bukannya habis isya, tapi kadang ada juga tamu. pokoknya kalau mendengar suara azan, biasanya suara musik dikecilkan, tapi kalau masih ada tamunya sampai subuh kadang ditutup cendelanya biar tidak menganggu,” tukasnya. (cr21)

Update