Jumat, 29 Maret 2024

Revisi Tarif UWTO Ditunda

Berita Terkait

Ilustrasi

batampos.co.id – Badan Pengusahaan (BP) Batam menunda pembahasan revisi Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 9/2017 tentang Jenis Tarif dan Layanan pada Kantor Pengelolaan Lahan. Sebelumnya BP Batam menjadwalkan pembahasan revisi pada pekan ini.

“Perka 9 akan kita rampungkan mungkin minggu depan,” kata Kepala BP Batam Lukita Dinarsyah Tuwo, Jumat (15/12), di Gedung BP Batam.

Lukita mengakui pihaknya telah berkonsultasi dengan Dewan Kawasan (DK) mengenai revisi peraturan ini. Dan DK mengatakan tidak perlu membahasnya bersama tim teknis.

“Yang pasti kami akan merampungkannya sebelum akhir tahun,” janji Lukita.

Sedangkan mengenai Perka BP Batam 17/2016 tentang Tarif Pelabuhan, Lukita mengatakan masih harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan DK, makanya hingga saat ini belum diterbitkan. “Perka 17 setelah kami pelajari, ada hal yang harus dikonsultasikan ke DK terkait besaran tarif,” jelasnya.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Batam Achyar Arfan mengatakan pembahasan tarif UWTO yang tertuang dalam Perka 9 harus mengikuti rekomendasi teknis dari DK yang terbit pada tahun 2016.

“Sesuai dengan rekomendasi teknis tahun 2016 saja rentang batasnya. Dan kami mohon jangan semua daerah dinaikkan 100 persen,” jelasnya.

Pengembang, kata Achyar, masih membutuhkan lahan dengan tarif terjangkau agar bisa membangun rumah atau rusun murah. “Karena golongan pekerja masih butuh rumah subsidi,” katanya.

*Hapus Daftar Lartas
Sementara Himpunan Kawasan Industri (HKI) Pusat mendorong pemerintah menghapus penerapan daftar larangan terbatas (lartas) di Batam. Sebab kebijakan ini dinilai akan menghambat aktivitas industri kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (free trade zone/FTZ) ini.

“Sebetulnya Batam itu namanya kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas. Apakah itu lartas masih cocok berlaku di Batam,” kata Ketua HKI Pusat, Sanny Iskandar, belum lama ini, di Gedung Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Ia menekankan pentingnya peran pemerintah dalam menjaga kondusivitas investasi di Batam. Menghapus daftar lartas adalah salah satu kebijakan yang penting untuk menjaga hal tersebut.

“Bukan industri tak butuh insentif, tapi bagaimana cara menjaga kondisi investasi, itulah yang terpenting,” ucapnya.

Sanny mengaku telah berkomunikasi dengan Kepala BP Batam terkait soal ini. “Dan Pak Kepala BP Batam (Lukita Dinarsyah Tuwo, red) akan pelajari masalah ini lebih dalam dan memperjuangkan supaya di Batam bisa lain penerapannya,” jelasnya.

Selain kebijakan lartas, Sanny juga mendukung langkah BP Batam memperjuangkan penerapan kebijakan Free Trade Agreement (FTA) di Batam. Sanny menyarankan kepada Kepala BP Batam untuk segera mendorong percepatan penerbitan peraturannya.

“Memang saat ini BP Batam tengah menyelesaikan warisan dari masa lalu. Makanya kami harapkan penyelesaiannya bisa paralel dengan FTA,” ungkapnya.

Sementara Kepala BP Batam Lukita Dinarsyah Tuwo berjanji akan mengambil inisiatif untuk segera mempercepat penerapan FTA di Batam.

“Kalau tak salah itu ada di Kemenkeu. Dan kami masih menunggu undangan saja dari pusat. Kalau perlu saya ambil inisiatif kapan Batam bisa masuk FTA,” janjinya. (leo)

Update