Kamis, 25 April 2024

Merefleksikan Penyelenggaraan Pelayan Publik di Kepri

Berita Terkait

Pada tahun 2017 ini Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau menerima 154 laporan dugaan maladministrasi. Setiap tahunnya laporan tersebut naik signifikan. Peningkatan laporan masyarakat tersebut tentunya tidak terlepas dengan masih adanya permasalahan-permasalahan pelayanan publik yang dirasakan masyarakat apabila berurusan untuk mendapatkan layanan.

Masalah pelayanan pada birokrasi Pemerintah Daerah baik provinsi, kabupaten/kota yang disampaikan ke Ombudsman Kepri dari tahun ke tahun cukup tinggi seperti pelayanan perizinan, kependudukan, kesehatan, infrastruktur sarana/prasarana pelayanan publik, dan lain-lain yang mencapai 66 laporan.

Dilihat dari jumlah laporan yang diterima Ombudsman tersebut menandakan penyelenggara pelayanan publik yang ada saat ini belum sepenuhnya memperhatikan aksesibilitas kepada masyarakat seperti layanan penyampaian pengaduan serta belum ditetapkannya standar pelayanan publik sebagai hak yang harus dipenuhi kepada masyarakat. Sehingga sering kita mendengar stigma apabila berurusan dengan aparatur pemerintah itu tidak mudah, tidak cepat dan tidak murah.

Sebagaimana UU Nomor 25 Tahun 2009 memuat bahwa Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Terkait hal pemenuhan kebutuhan pelayanan publik itu sendiri tidak terlepas dari standar pelayanan yang menjadi tolak ukur dan pedoman penyelenggaraan yang berkualitas, cepat, mudah dan terjangkau.

Mengingat pentingnya penyelenggaraan pelayanan publik, maka pemimpin atau kepala daerah tidak boleh mengesampingkan hal tersebut. Pengabaian terhadap standar pelayanan publik berpotensi memburuknya kualitas pelayanan.

Hal ini dapat kita perhatikan melalui indikator-indikator kasat mata. Misalnya, dengan tidak terdapat maklumat pelayanan yang dipampang, maka potensi ketidakpastian hukum terhadap pelayanan publik akan sangat besar.

Untuk standar biaya yang tidak tercantum, maka praktek pungli, calo, dan suap menjadi semakin menjamur di instansi pelayanan publik tersebut. Dan tentu saja apabila tidak dilakukan perbaikan seperti masalah-masalah tersebut masyarakatlah yang dirugikan akan haknya yang telah diatur oleh undang-undang.

Hasil Penilaian Kepatuhan Ombudsman RI

Penilaian kepatuhan oleh Ombudsman Republik Indonesia pada tahun 2017 yang telah dilakukan secara serentak pada 22 Kementerian, 6 Lembaga, 22 Provinsi, 45 Pemerintah Kota, dan 107 Pemerintah Kabupaten yang bertujuan untuk meningkatkan kewajiban penyelenggarakan pelayanan publik agar memberikan layanan yang terbaik kepada masyarakat. Hasil penilaian kepatuhan menunjukkan bahwa pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau masih pada posisi predikat sedang (zona kuning) termasuk Pemerintah Kota Batam dan Pemerintah Kota Tanjungpinang. Selain itu masih ada penyelenggaraan pelayanan publik yang mendapatkan predikat rendah (zona marah) antara lain Kabupaten Bintan dan Kabupaten Karimun.

Penilaian kepatuhan Ombudsman RI tersebut didapati bahwa beberapa komponen standar pelayanan publik yang paling sering dilanggar. Terutama yang berkaitan dengan hak masyarakat untuk memperoleh informasi dalam menyampaikan pengaduan masalah pelayanan publik, belum ketersediaan pelayanan sarana berkebutuhan khusus (rambatan, kursi roda, jalurpemandu, ruang menyusui, toilet khusus dan lain-lain.

Mekanisme/prosedur, biaya/tarif dan persyaratan yang belum jelas.Pengabaian terhadap standar pelayanan publik pastinya akan mendorong terjadinya potensi perilaku maladministrasi dan perilaku koruptif yang dilakukan oleh aparatur secara individu. Bahkan sistematis terjadi dalam instansi pelayanan publik apabila pengabaian tersebut tetap dibiarkan.

Pelayanan Publik Di Kepri Kedepannya

Laporan masyarakat yang diterima Ombudsman dan hasil penilaian kepatuhan penyelenggara tersebut menggambarkan tingkat keberhasilan pelayanan publik yang diselenggarakan di Kepri perlu diperhatikan dan dibenahi. Pemerintah Daerah masih harus bekerja keras dalam membenahi sistem penyelenggaraan pelayanan publiknya agar ke depan ada perubahan pelayanan yang baik kepada masyarakat.

Hal ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 yang menuntut Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk mematuhi UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Maka ada beberapa hal yang setidaknya harus dibenahi dalam birokrasi pelayanan publik. Pertama, pimpinan penyelenggara pelayanan harus mampu bersikap tegas dalam mendisiplinkan para aparatur pemerintah.

Kedua, semua jajaran yang ada di birokrasi harus mengubah mindset bahwa mereka hadir sebagai pelayan masyarakat, bukan sebagai penguasa. Ketiga, menyusun dan menetapkan standar pelayanan publik dengan jelas.

Keempat, dalam format birokrasi, pimpinan penyelenggara dapat memberikan reward dan punishment sesuai dengan kinerja masing-masing aparatur pemerintah.

Dengan adanya hal tersebut, diharapkan pelayanan publik yang dijalankan oleh birokrasi bisa mendapatkan apresiasi yang positif dari masyarakat. Masyarakat mendambakan pemerintahan yang mampu memberikan pelayanan prima bagi masyarakat. Pelayanan yang profesional dan bebas KKN, serta pelayanan yang mengutamakan kepuasan masyarakat, pelayanan yang mudah, cepat dan murah.

 

Agung Setio Apriyanto
(Asisten Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau)

 

Update