Rabu, 24 April 2024

Perkuat Fasilitas FTZ, BP Batam Upayakan Penerapan FTA

Berita Terkait

 

batampos.co.id- Status Batam sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (free trade zone/FTZ) akan segera bergantimenjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Namun sebelum era KEK berlaku dua tahun mendatang, Badan Pengusahaan (BP) Batam akan terus memperkuat status FTZ di Batam.

Kepala BP Batam Lukita Dinarsyah Tuwo mengatakan, penguatan status FTZ Batam ini salah satunya dengan terus menambah fasilitas dan kemudahan di kawasan FTZ Batam. Di antaranya dengan memberlakukan tata niaga sesuai dengan status Batam sebagai kawasan perdagangan bebas.

“Karena industri di sini hasilnya diekspor,” ungkap Lukita Dinarsyah Tuwo, Senin (8/1).

Selain itu, BP Batam akan mengevaluasi sejumlah aturan yang selama ini dinilai menghambat pelaksanaan FTZ di Batam.

Menurut Lukita, karakteristik FTZ seharusnya mempermudah kegiatan ekspor impor. Makanya segala peraturan dari pemerintah pusat yang dianggap kurang efisien diupayakan untuk segera diambil-alih atau dilimpahkan ke BP Batam saja.

Salah satu contoh kebijakan yang harus segera diterapkan di Batam untuk memperkuat FTZ adalah kebijakan Free Trade Agreement (FTA). Hingga saat ini dari dua peraturan yang mesti direvisi untuk mewujudkan FTA, dan baru satu yang diubah yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 47/2012 menjadi PMK 120/2017 tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang di Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Batam.

Kepala BP Batam Lukita Dinarsyah Tuwo bersama para deputi melakukan peninjauan Mall Pelayanan Publik yang mulai dioperasikan, Selasa (5/12/2017). F Cecep Mulyana/Batam Pos

“FTA kalau tak salah ada di Kemenkeu lewat PMK. Kami menunggu saja undangannya. Kalau perlu kami yang akan ambil inisiatif kapan Batam bisa masuk ke FTA,” tegas Lukita.

Dan satu lagi kebijakan yang dianggap tidak relevan diberlakukan di Batam adalah pemberlakuan daftar barang yang masuk larangan terbatas (lartas). Lukita menganggap kebijakan ini tidak cocok diberlakukan di Batam dan sudah seharusnya dihapus.

Senada dengan Lukita, Wakil Ketua Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri Tjaw Hoeing mengatakan salah satu persoalan serius yang dihadapi industri di Batam selama ini adalah sulitnya mengurus izin impor bahan baku industri yang masuk kategori barang larangan dan pembatasan (Lartas). Izin harus diurus ke kementerian terkait di Jakarta.

“Ini memakan waktu, sementara beberapa barang Lartas itu ada yang tak bisa menunggu lama karena berpotensi rusak dan terkontaminasi zat lain, ini jadi kendala kami,” ujarnya.

Tjaw mengatakan, sebaiknya pengurusan izin bahan industri kategori Lartas itu bisa dialihkan dari kementerian terkait ke BP Batam selaku perpanjangan tangan pemerintah pusat. Dengan begitu, pengurusan lebih cepat karena berada di kota yang sama dengan industri.

“Ini yang diinginkan investor yang ada di Batamindo ini,” kata Tjaw.

Ia mencontohkan salah satu barang Lartas adalah garam industri. Di Kawasan Industri Batamindo ada perusahaan yang menggunakan garam industri sebagai bahan baku. Namun saat ini garam industri masuk daftar barang larangan terbatas (Lartas). Sehingga perusahaan tersebut harus mengurus izin ke Kementerian Perdagangan (Kemendag) setiap akan mengimpor garam industri.

“Jika tidak, tak bisa masuk ke Batam,” ujarnya.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam, Jadi Rajagukguk mengatakan isu FTZ dan KEK merupakan isu bagaimana cara menjual Batam ke investor luar negeri.

“Ini soal bagaimana cara menjual dan apa saja fasilitasnya. Sama seperti strategi marketing,” ungkapnya.

Sebelum membahas bagaimana cara memperkuat FTZ dan transisi ke KEK, lebih dahulu harus dibahas mengenai siapa pengelola KEK dan FTZ di masa depan nanti. Karena pada dasarnya pemerintah sudah memutuskan untuk mengubah wajah Batam menjadi wilayah KEK.

“Apalagi FTZ tetap ada, ini yang harus dipahami. Perlu perumusan dan tidak semudah itu bisa diterapkan,” ungkapnya.

Keduanya, baik FTZ dan KEK, masih perlu dikaji ulang baik keuntungannya maupun kerugiannya. Dalam hal ini, KEK masih merupakan opsi.”Perlu waktu untuk menatanya. Dan juga perlu dipikirkan biaya transisinya. Supaya masyarakat tidak bingung nanti,” ungkapnya. (Leo)

Update