Jumat, 29 Maret 2024

Atuk 56 Tahun, Belum Nikah, Lakukan 13 Kali Pelecehan pada Bocah

Berita Terkait

batampos.co.id – Atuk,56 ketakutan melihat banyak orang yang mengelilinginya. Pandangan matanya tidak fokus, kadang melihat ke atas, lalu ke bawah. Ia tidak berani memandang mata orang-orang yang bertanya kepadanya.

Atuk adalah pelaku pencabulan terhadap 13 orang anak laki-laki di Karimun.

Kepada Batam Pos, ia mengakui seluruh perbuatannya.

“Saya putus asa karena belum menikah,” katanya saat ditanya mengapa melakukan pencabulan itu, Rabu (10/1).

Gerak gerik laki-laki tua ini, tidak menunjukan ada kelainan di dirinya. Caranya berjalan juga tidak kemayu. Langkahnya tegas dan tegap. Begitu juga cara dia berbicara.

Tindak pedofilia ini, kata Atuk tidak datang begitu saja. Ia menceritakan dulu pernah mendapatkan menjadi korban sodomi. Awal mulanya, ia merasa hal itu adalah kejadian yang memalukan.

“Sekitar 2005,” ucapnya.

Tapi lama-kelamaan ada dorongan untuk melakukan perbuatan itu ke orang lain. Namun ia menepis dorongan itu, dengan menjalin hubungan dengan seorang wanita. Tapi hubungan itu kandas.

“Belum jadi menikah, membuat putus asa,” tuturnya.

Atuk mengatakan hasrat untuk melakukan hubungan seksual ini semakin meningkat. Apalagi ia terus menerus menonton video porno. Membuat hasrat itu semakin menggebu.
Karena tidak tahan, ia melakukan mencabuli seorang bocah berusia 15 tahun untuk pertama kali di tahun 2010.

“Nontonnya di ponsel,” ujarnya.

Saat ditanya berapa orang korbannya. Atuk bungkam seribu bahasa.

Dari data pihak kepolisian ada tiga belas orang korban dari Atuk. Tahun 2010 Am melakukan tindak pencabulan terhadap 5 orang anak, yakni Fr 15 tahun, Ar 15 tahun, Pe 16 tahun, Rn 10 tahun dan Ap 15 tahun. Aksi ini dilakukan Atuk di daerah Desa Lubuk Puding, Kecamatan Buru, Karimun.

Tindakan pencabulan Atuk ini berhenti selama 6 tahun. Data pihak kepolisian menyebut Atuk tidak melakukan perbuatan pedofillia ini dari 2011 hingga 2016.

Namun di 2017, ia mengulangi perbuatan itu.Pihak kepolisian memilah perbuatan Atuk ini berdasarkan lokasi dan waktu. Awal bulan November korban Atuk yakni Bh berusia 17 tahun, Alf 15 tahun dan kas 16 tahun. Korban yang dicabuli Atuk berada di Desa Kampung Baru, Karimun.

Pertengahan November di Lubuk Puding, Kecematan Buru Atuk mencabuli Iv berusia 17 tahun.

Akhir November, di Desa Kampung Baru, Karimun Atuk mencabuli dua orang anak yakni Alf dan Rz. Selang berapa lama di bulan yang sama, Atuk mencabuli tiga oran Al, Is dan Um di Pantai Costal Area, Karimun.

Menariknya semua korban Atuk berjenis kelami laki-laki. Pihak kepolisian tidak menutup kemungkinan, korban Atuk ini masih ada lagi.

Kabid Humas Polda Kepri Kombes Pol Erlangga mengatakan pihaknya masih tetap melakukan penyidikan mendalam atas kasus ini. Modus untuk merayu para korban ini, kata Erlangga dengan memberikan uang atau rokok. Tapi ada juga mau menuruti keinginan Atuk, atas dasar ancaman.

“Pelaku ini juga melakukan tindak kekerasan, dengan membuka paksa celana korban atau membekap korbannya,” ucap Erlangga.

Kasus pedofillia ini, kata Erlangga menjadi perhatian pihaknya. Ia mengatakan pihaknya akan mengusut tuntas kasus ini. “Kami jerat pelaku dengan pasal 82 ayat 1 Undang-Undang 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak. Ancaman pidana paling singkat 5 tahun,” tuturnya.

***

Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kepri mencatat kasus kejahatan sesksual yang melibatkan anak paling tinggi di Batam. Anggota KPAD Kepri , Erry Syahrial mengatakan di Batam ada 17 kasus, Tanjungpinang 13 kasus dan Bintan hanya 4 kasus saja.

Dari 17 kasus yang melibatkan anak dari aksi kejahatan seksual ini, korbannya sebanyak 20 orang. Rinciannya 2 orang laki-laki, 18 orang perempuan.

Erry mengatakan jumlah ini cukup tinggi. Bisa dibilang anak di Batam, sangat rentang menjadi korban kejahatan seksual.

“Teknologi. Dengan internet semua orang bisa mengakses apa saja, sehingga ini menjadi salah satu penyebabnya,” ucapnya.

Untuk mengantisipasi anak-anak jadi korban kejahatan seksual. Erry mengatakan orang tua didorong agar selalu mengawasi anaknya. Selain peran orangtua, juga perlu campur tangan semua pihak.

“Kalau ada kasus seperti ini, masyarakat jangan hanya diam. Laporkan, karena kalau dibiarkan akan ada korban selanjutnya,” ucapnya.

Ia mengatakan apabila masyarakat hanya diam melihat kasus pencabulan. Hampir sama dengan membantu korban untuk melancarkan aksi lainnya.

Batam disebut-sebut sebagai kota layak anak. Erry mengingatkan pemerintah daerah jangan terlena dengan penghargaan ini. Karena seiring waktu, banyak perubahan terjadi.

“Pemerintah daerah jangan terlena. Harus berbenah diri dan mengikuti perkembangan zaman,” ucapnya.

Terkait kasus pelecehan seksual seperti sodomi. Kabid Humas Polda Kepri Kombes Pol Erlangga mengatakan perbuatan ini seperti virus.

“Bisa menular, dan menjangkit orang lain,” ucapnya.

Ia mengatakan anak-anak menjadi korban kasus sodomi, bila tidak ditangani dengan benar dan baik. Ada kemungkinan saat dewasa nanti, ia menjadi pelaku kasus kejahatan seksual terhadap anak-anak.

“Penelitian yang membuktikan itu,” ujarnya.

Penelitian ini dibuktikan oleh beberapa kasus yang ditangani Polda Kepri. Selain kasus yang melibatkan Atuk, 56. Polda Kepri juga pernah menangani kasus serupa yakni di Yayasan Khairunnisa. Pelaku tindak pencabulan yang masih dibawah 17 tahun, ternyata pernah menjadi korban kejahatan seksual. Dan korban-korban dari pelaku ini, melakukan hal yang sama ke anak-anak yang baru ditemuinya.

“Ini sudah jadi seperti kebiasaan atau pengaruh akibat perlakuan yang mereka dapat,” tutur Erlangga.

Penyebab lainnya, kata Erlangga adanya kelainan otak atau bawaan dari kecil.

“Atau orang-orang yang memiliki kelainan fantasi seksual,” ucapnya.

Baik Erry maupun Erlangga mengucapkan hal yang sama. Penanganan kasus anak ini tidak dapat ditangani oleh satu instansi atau personal saja.

“Perlu bantuan semua pihak. Agar semua ini tidak terulang kembali,” pungkasnya. (ska)

Update