Sabtu, 20 April 2024

Dilema Ruli dan Investasi

Berita Terkait

Rumah liar (ruli). Foto: alfian/batampos.co.id

batampos.co.id – Upaya Badan Pengusahaan (BP) Batam memajukan ekonomi Batam yang sedang lesu dengan meminta pengusaha segera membangun lahan yang telah dialokasikan, menghadapi tantangan serius. Puluhan ribu rumah liar (ruli) masih berdiri di lahan-lahan milik investor.

Hujan yang mengguyur Kota Batam sepekan terakhir membuat ruas jalanan tanah di kawasan permukiman padat penduduk Baloi Kolam “berkuah”. Namun, kondisi itu tak membuat aktivitas warga terhenti. Lalu-lalang warga keluar masuk kawasan tersebut tetap berlangsung.

Baloi Kolam atau Dam Baloi salah satu titik permukiman liar terpadat di Kota Batam. Berada di segi tiga emas membuat warga yang bermukim di sana dekat dengan kawasan industri dan pusat bisnis. Baik ke arah Batuampar, Lubukbaja, Bengkong, Batam Centre, maupun ke kawasan lainnya.

Selain Baloi Kolam, titik permukiman liar padat lainnya ada di kawasan Batuampar dan beberapa kecamatan lainnya. Dinas Tata Kota Batam (kini dilebur jadi Dinas PU-Binamarga) mencatat ada 36.742 unit ruli di Batam pada 2015. Rinciannya, di

  • Batuampar 10.660 unit,
  • Bengkong 2.410 unit
  • Batam Kota 1.714 unit
  • Nongsa 4.738 unit
  • Batuaji 2.360 unit
  • Sekupang 3.528 unit
  • Lubukbaja 5.324 unit.

Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Permukiman, dan Pertamanan (Disperakimtan) Kota Batam Herman Rozie mengatakan angka itu tak jauh berbeda dengan kondisi saat ini.

“Sebelumnya kami data ulang. Sudah ada 30.868 ruli. Namun masih ada beberapa titik yang kemarin menolak untuk didata, ini yang akan kami lanjutkan tahun ini. Salah satunya Baloi Kolam,” kata Herman Rozie, Kamis (11/1).

Namun ia menegaskan pendataan ini hanya untuk mengetahui berapa jumlah warga Batam yang tidak memiliki tempat tinggal yang layak.

“Kami data bukan menggusur, jadi warga tak usah khawatir,” sebutnya.

Herman menyebutkan verifikasi akan dimulai April mendatang. Warga cukup memperlihatkan bukti kepemilikan ruli serta fotokopi KTP.

Meski baru mau didata ulang, namun data sebelumnya menyebutkan ada 3.500 kepala keluarga (KK) dengan 16 ribu jiwa bermukim di Baloi Kolam. Mereka menempati 5.600 ruli atau bangunan semi permanen yang tersebar di lahan seluas 119,6 hektare tersebut.

Secara administratif, Baloi Kolam berada dalam wilayah Kecamatan Lubukbaja. Kawasan ini awalnya hutan lindung. Namun pada 2003 dialih-fungsikan untuk area peruntukan lain.

Jika melihat sejarah, alihfungsi hutan lindung Baloi Kolam diawali dengan penandatangan nota kesepahaman (MoU) Pemerintah Kota dengan Badan Pengusahaan (BP) Batam (dulu Otorita Batam, red). Alihfungsi tersebut disetujui Menteri Kehutanan yang saat itu dijabat Mohamad Prakosa. Izin Prinsip (IP) kemudian keluar lebih dari sebulan setelah MoU. Tepatnya 29 Oktober 2003.

Sejumlah rumah Liar (Ruli) yang dibangun di samping Dam Mukakuning. F Cecep Mulyana/Batam Pos

Pada 2004, lahan itu kemudian dialokasikan kepada 12 perusahaan. Namun pemilik lahan belum bisa membangun karena masih menunggu legalitas alihfungsi berupa hutan pengganti yang luasnya tujuh kali lipat sebagaimana disyaratkan undang-undang.

Baru pada 2010 saat Zulkifli Hasan menjabat sebagai Menteri Kehutanan, keluarlah dua Surat Keputusan yang diteken pada 30 Desember 2010. Pertama SK No.724/Menhut-II/2010 tentang penetapan Hutan Lindung Sei Tembesi seluas 838,8 hektare menjadi pengganti hutan lindung Baloi Kolam. Kedua, SK No.725/menhut-II/2010 tentang Pelepasan Kawasan Hutan Lindung Baloi seluas 119,6 hektare.

Namun keluarnya dua SK itu tak lantas membuat pemilik lahan bisa membangun. Masih butuh persetujuan dari Kementerian Keuangan soal aset berupa dam di kawasan itu.

BP Batam di era kepemimpinan Hatanto Reksodipoetro sempat meminta fatwa ke Jamdatum tentang bisa tidaknya investor di Baloi Kolam melanjutkan pengelolaan Baloi Kolam. BP Batam mengambil langkah konsultasi hukum itu karena BP Batam tak bisa mengeluarkan surat keputusan (skep) dan surat perjanjian (SPJ) pengelolaan untuk lahan Baloi Kolam. Sebab di dalamnya masih ada aset negara berupa dam yang notabene milik Kementerian Keuangan.

Hasilnya sangat mengejutkan, Jamdatum memberikan LO (legal opnion) bahwa pemilik lahan dinyatakan tidak punya hak untuk melanjutkan pengelolaan Baloi Kolam meski telah membayar Uang Wajib Tahunan Otorita (UWT)) selama 30 tahun.

Namun di era kepemimpinan Lukita Dinarsyah Tuwo, LO itu tidak menjadi persoalan. Sebab, Lukita menjamin investor yang mengalami kendala yang membutuhkan keputusan di tingkat pusat akan tetap dibantu penyelesaiannya. Termasuk soal dam yang jadi aset Kemenkeu.

Justru persoalan serius dari dulu hingga saat ini adalah keberadaan ruli di lahan investor tersebut yang tumbuh bak jamur di musim hujan. Jika pada 1980-an hanya dihuni puluhan hingga ratusan kepala keluarga, kini dihuni sekitar 3.500 KK dengan estimasi jumlah penduduk 16 ribu jiwa yang menempati 5.600 unit ruli.

Sempat beberapa kali dilakukan upaya penggusuran, namun selalu gagal. Termasuk pada 2016 dan 2017. Warga Baloi Kolam melakukan perlawanan karena merasa memiliki hak atas lahan tersebut. Mereka telah menempati lahan itu jauh sebelum hutan lindung Baloi Kolam dialihfungsikan.

Opsi penertiban di 2018 dan 2019 juga bakal sulit dilakukan. Pasalnya, sudah memasuki tahun politik. Warga ruli tak sendiri, sejumlah partai politik maupun anggota DPR yang terpilih dari daerah pemilihan tersebut akan ikut memperjuangkan. Termasuk para calon anggota legislatif yang akan bertarung di 2018. Lalu berlanjut ke Pilpres lalu pilkada lagi.

“Itulah problema kita selama ini. Tiada habisnya. Kalau penertiban rumah-rumah ilegal dikait-kaitkan dengan kepentingan politik, sampai kapanpun hal ini tidak akan terselesaikan,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Cahya, Sabtu (14/1).

Cahya yang juga pengembang properti dengan bendera Arsikon ini menilai, sejatinya persoalan permukiman liar ini bisa dicegah sedari awal dengan melarang pendirian bangunan di lahan-lahan yang tak ada legalitasnya. Juga tak mengalokasikan lahan ke investor yang di atasnya ada banyak ruli.

Selain mencari solusi lahan investor yang diduduki ruli, Cahya menilai yang paling penting saat ini dilakukan adalah upaya pencegahan agar ruli tak bertambah lagi. Jika tidak, persoalan ini tidak akan ada habisnya. Itu sebabnya, solusinya harus tepat.

Jika diberi kaveling, Cahya juga khawatir penduduk dari luar kota akan berbondong-bondong datang ke Batam. Mereka akan mencari lahan kosong untuk membangun ruli dengan harapan mendapat ganti rugi atau kavling atau bahkan rusunami jika digusur.

“Aturan dan tim khusus yang mencegah ruli bertambah sudah sangat mendesak. Kalau mau persoalan ruli tuntas,” kata Cahya.

Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Bersama Rakyat (Gebrak) Kota Batam, Agung Widjaja yang aktif melakukan advokasi warga Baloi Kolam maupun warga ruli lainnya mengatakan, pada dasarnya warga Baloi Kolam juga tak ingin dibenturkan dengan pihak manapun. Warga Baloi Kolam hanya berharap keadilan.

“Di UU kehutanan kalau hutan dialihfungsikan maka yang paling pertama mendapat alokasi mestinya warga sekitarnya. Ini semua diberikan ke investor, di situ ketidakadilannya,” kata Agung, Sabtu (13/1).

Uba Ingan Sigalingging, anggota DPRD Batam tak menafikan kalau warga ruli adalah konstituennya. Namun ia mengingatkan, pembelaannya terhadap warga Baloi Kolam telah ia lakukan jauh sebelum duduk di kursi dewan.

Beberapa kali Uba meminta keadilan kepada pemerintah pusat, agar masyarakat di sana mendapat hak tempat tinggal seperti apa yang dijamin negara bagi setiap warga negara Indonesia.

“Kalau dibilang hanya sebatas kepentingan politik, lah, dari dulu saya suarakan. Meminta hak masyarakat,” katanya.

Lantas Apa solusinya? Uba menilai menjadi tanggungjawab pemerintah daerah mencarikan solusi. BP Batam atau Pemko harus mampu memberikan solusi permanen.

“Yang terlihat saat ini BP Batamlah yang memelihara ruli. Kita tak pernah melihat grand design penataan rumah rakyat miskin kota (ruli) itu. Yang mereka lakukan selama ini hanyalah memindahkan satu ruli ke ruli lain tanpa ada solusi permanen. Itu faktanya,” ungkap Uba.

Sementara Ketua DPRD Batam Nuryanto mengaku sepakat persoalan ruli di Batam menjadi persoalan sosial yang harus dicari solusinya oleh pemerintah. Namun dalam menyelesaikan masalah ini, jangan sampai menyalahi aturan yang berlaku.

“Sebagai negara hukum kita tak bisa juga melangkahi aturan hukum, namun satu sisi ruli ini maslaah kita semua yang harus dicari solusinya,” katanya.

Nuryanto juga setuju dengan opsi pembangunan rumah susun milik (rusunami) bagi warga. Apalagi tanah di Batam sudah semakin sempit, sehingga ketika dibagi kavling per kavling dikhawatirkan tidak akan cukup.

Kapolda Kepri Irjen Pol Didid Widjanardi juga meminta penataan ruli di
Batam dilakukan dengan mengedepankan solusi terbaik untuk semua pihak.
Kapolda berharap tidak ada lagi bentrokan seperti tahun-tahun sebelumnya
yang bisa mencoreng nama baik Kota Batam sebagai kota tujuan investasi.

“Kita jaga Batam ini jangan sampai muncul kericuhan,” pinta Kapolda,
belum lama ini.

Hal senada dikatakan Kapolresta Barelang Kapolresta Barelang, Kombes
Hengki. Ia meminta tidak ada lagi benturan antara warga dengan pemilik
lahan maupun tim terpadu.
“Keamanan Batam sangat penting. Ingat, ekonomi kita lagi lesu, konflik
sedikit saja bisa berdampak ke kunjungan wisman atau investor,” ujar Hengki.

***

Deputi IV Badan Pengusahaan (BP) Batam, Mayjen TNI Eko Budi Soepriyanto mengatakan BP Batam sudah memiliki solusi untuk menata lahan Baloi Kolam beserta masyarakat yang menghuninya. Caranya adalah membangun rumah vertikal di Baloi Kolam.

“Karena masyarakat juga sudah lama di sana harus dihargai. Perusahaan juga akan dipanggil dalam waktu dekat untuk dimintai masukan,” jelas Eko.

Hal senada dikatakan Kepala BP Batam Lukita Dinarsyah Tuwo saat ditemui di tempat kerjanya di lantai 8 Gedung BP Batam, Kamis malam (4/1) lalu. Ia juga mengakui persoalan ruli ini menjadi persoalan serius dan menjadi prioritas BP Batam dan Pemko Batam.

“Kami baru bertemu dengan Pemko Batam dan berbagai pihak untuk mencari solusi terbaik,” kata Lukita.

Lukita mengatakan BP Batam dan Pemko Batam ingin bersama-sama menyelesaikan persoalan ruli di Batam. Arah penyelesaiannya, warga disediakan lahan dan dibangunkan permukiman yang lengkap dengan fasilitas pendidikan, kesehatan, fasilitas olahraga, dan lainnya di lokasi strategis yang tak jauh dari tempat kerja saat ini.

“Tujuannya memudahkan mereka mencari kerja dan mendapatkan tempat tinggal yang legalitasnya jelas. Ini opsi bagus,” jelasnya lagi.

Penghuni Rusun Tanjunguncang, Batuaji, menjemur pakain, Jumat (5/1). Tinggal dirusun itu murah dan nyaman. F. Dalil Harahap/Batam Pos

Selain membangun ruli di lokasi dimana ruli-ruli itu berdiri, BP Batam juga berencana mengubah Rusun sewa (rusunawa) milik BP Batam menjadi rusun milik (rusunami).

“Ini merupakan hasil diskusi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) minggu lalu. Konsep ini untuk mengakomodir kemampuan MBR untuk memiliki rumah,” kata Kepala Seksi Pemantauan dan Evaluasi BP Batam, Soetarno Dwi Karaya.

Soetarno menjelaskan saat ini BP Batam mengelola 26 twin block rusunawa di Batam. Namun ke depannya, masyarakat didorong agar bisa pindah ke rusunami sebagai pemiliknya yang sah.

“Bunga bank akan rendah. Kemudian dapat subsidi Rp 5 juta dari pemerintah. Tidak pakai cicilan bulanan,” jelasnya.

Pelaksana Harian (Plh) Direktorat Pemanfaatan Aset BP Batam Binsar Tambunan mengungkapkan bahwa Batam butuh 200 rusun twin block untuk jangka panjang. Ini merupakan anjuran dari Kemenpupera. BP Batam juga mewacanakan pembangunan tersebut menyusul usulan dari warga Baloi Kolam yang menginginkan pembangunan rusun di sekitar daerah tersebut.

Rusun-rusun baru ini direncakan akan memiliki 20 lantai dan telah dilengkapi oleh lift, sistem penanganan kebakaran, utilitas air, mini market dan berbagai infrastruktur yang mendorong terbentuknya kehidupan kota normal di dalam rusun tersebut.

“Di Baloi Kolam ada 3.000 KK. Solusi yang mereka minta adalah penempatan rusun di tempat yang memungkinkan. Apalagi Batam akan berfokus pada industri sehingga butuh rusun baru untuk antisipasi,” paparnya. (nur/leo/adi/yui/rng/gas)

Update