Kamis, 25 April 2024

BP Batam Sambut Baik Terbitnya Peraturan Menteri Keuangan 229/2017

Berita Terkait

batampos.co.id – Badan Pengusahaan (BP) Batam menyambut baik terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 229/2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional. PMK ini merupakan regulasi pendamping dari kebijakan Free Trade Agreement (FTA) yang meniadakan bea masuk ke wilayah pabean Indonesia.

“Nah ini, saya kira betul kata Apindo, peraturan ini akan gairahkan dunia usaha sehingga pengusaha saat ini tidak hanya akan bergantung dari luar negeri,” kata Kepala BP Batam Lukita Dinarsyah Tuwo di Gedung BP Batam, Senin (15/8).

Lukita mengatakan, dengan dihapusnya bea masuk sebesar 10 persen ke wilayah pabean di Indonesia, maka produk hasil industri Batam akan semakin mudah masuk pasar domestik. Sehingga Batam industri manufaktur di Batam tak lagi bergantung pada permintaan ekspor.

Lukita mengatakan, sebelumnya ia sudah meminta kepada Bea Cukai agar segera mempercepat terbitnya PMK ini karena sangat berguna untuk membangkitkan kembali industri manufaktur di Batam.

“Memang sudah saya sampaikan ke teman-teman di Bea Cukai mengenai hal itu. Agar apa yang diproduksi di Batam itu bisa juga dikirimkan ke daerah pabean,” katanya lagi.

Batam termasuk dalam wilayah kawasan perdagangan bebas sehingga harus membayar bea masuk sebesar 10 persen, pajak pertambahan nilai sebesar 10 persen dan pajak penghasilan sebesar 2,5 persen untuk bisa memasarkan barang produksinya ke dalam wilayah pabean. Sehingga selama ini barang produksi Batam harus dikirim dulu ke negara-negara tetangga yang terikat perjanjian internasional sebelum dikirim ke daerah pabean.

Dulu untuk mengakali ongkos logistik yang mahal karena pemberlakuan bea masuk sebesar 10 persen, maka eksportir Batam mengirim barangnya dulu ke Singapura sebelum menuju Jakarta. Tujuannya adalah agar produk ekspor tersebut dianggap berasal dari Singapura.

Singapura dan Indonesia terikat perjanjian perdagangan bebas, sehingga ketika Singapura ingin mengekspor ke Indonesia maka tidak dikenakan bea masuk.

“Dengan adanya ketentuan ini maka tarif bea masuk jadi hilang sebagaimana perjanjian yang ada,” jelasnya.

Dengan demikian pengusaha kata Lukita memiliki opsi pasar berlipat. Sebab ketika permintaan pasar luar negeri tengah lesu, maka produk hasil industri Batam bisa dikirim ke dalam negeri. Dan tentu dengan mempertimbangkan apa yang diproduksi dan pasti melihat kompetitor.

“Sehingga bisa merangsang pengusaha untuk bisa bekerja secara efisien,” ungkap Lukita.

Satu hal penting lainnya adalah hadirnya PMK yang mendukung skema FTA ini dapat memperkuat Free Trade Zone (FTZ) Batam. Dan dapat menjadi semacam insentif yang diperlukan untuk menarik minat investor untuk datang menanamkan modal di Batam.

“Kami akan melihat ke depannya peningkatan investasi dengan adanya kebijakan yang sudah ditunggu dari dua tahun lalu ini,” jelasnya.

Lukita yakin banyak perusahaan di Batam yang akan melakukan ekspansi mengingat pasar dalam negeri sudah terbuka luas. Maka penyerapan tenaga kerja lebih banyak pun akan segera terjadi.

“Tentu sudah ada peluang untuk ekpansi karena pasarnya sudah terbuka,” paparnya.

Selain FTA, upaya lainnya yang akan dilakukan adalah dengan mengalihkan wewenang pemberian izin barang larangan terbatas (lartas) ke BP Batam.

“Memang kelihatannya perlu ada revisi dari Permendag yang atur tentang pembatasan lartas di kawasan perdagangan bebas. Seharusnya diserahkan ke BP Batam,” tegasnya.

BP Batam saat ini sedang mengusulkan agar lartas segera dibahas oleh tim teknis Dewan Kawasan (DK).

“Dalam peraturan tersebut, kami akan usulkan satu pasal yang memberikan pengecualian untuk kawasan perdagangan bebas,” paparnya.

Prinsipnya, kata Lukita, adalah peraturan yang membatasi tata niaga di Batam tidak perlu diberlakukan. “Karena prinsipnya masih belum impor, hanya pemasukan barang diproses lagi untuk dikirim keluar,” katanya.

Senada dengan Lukita, Senior GM PT Sumitomo Wiring System Batam Joko Aribowibono mengatakan, PMK ini akan menggairahkan para investor di Batam.

“Investor di Batam bisa memasarkan produknya ke daerah pabean lainnya tanpa dikenakan bea masuk lagi,” katanya kepada Batam Pos.

Meskipun sudah menuai tren positif, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh pemerintah supaya FTA ini berjalan maksimal. “Masalahnya sekarang adalah kapal-kapal pengangkut dari Batam ke Jakarta masih sedikit frekuensinya, malah bisa dikatakan jarang sekali,” tegasnya.

Sedangkan Wakil Ketua Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri, Tjaw Hoeing mengatakan semua sektor usaha dapat keuntungan lewat hadirnya PMK ini. “Semua sektor dapat keuntungan tidak hanya manufaktur saja tapi perusahaan di bidang pelayaran dan jasa angkutan juga dapat peluang bisnis,” jelasnya.

Banyak Syarat Dapatkan Fasilitas FTA

Kepala Bidang (Kabid) Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi Kantor Pelayanan Umum (KPU) Bea Cukai Batam, R Evy Suhartyanto mengatakan PMK 229/2017 yang baru saja terbit ini sebenarnya menyempurnakan PMK 205/2015. Dalam PMK terbaru ini mengatur mengenai peniadaan bea masuk dari kawasan perdagangan bebas menuju daerah pabean, dimana hal tersebut tidak diatur dalam PMK 205.

“PMK ini tentang bea masuk berdasarkan kesepakatan internasional. Dan di PMK ini diatur tentang tarif bea masuk di FTZ Batam yang sebelumnya tidak diatur di PMK 205,” ujarnya di Kantor Bea Cukai Batam, Senin (15/1).

FTA merupakan bentuk fasilitas bersyarat. Hanya pengusaha yang telah memenuhi syarat yang dicantumkan dalam PMK tersebut yang mendapatkannya. Persyaratan-persyaratan tersebut antara lain memiliki izin usaha dari BP Batam sebagai pengelola kawasan FTZ.

Kemudian melakukan pemasukan bahan baku dan bahan penolong sekaligus melakukan pengeluaran barang hasil produksi ke daerah pabean. Lalu memiliki dan menerapkan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) yang dapat diakses oleh Dirjen Bea Cukai secara online dan real time dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.

Selanjutnya adalah memiliki akses kepabeanan dan terakhir menyampaikan konversi bahan baku menjadi barang jadi dan blueprint proses produksi yang telah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean yang mengawasi pada saat barang akan keluar ke daerah pabean.

Sebagaimana yang diketahui sebelumnya syarat lainnya untuk mendapatkan fasilitas ini adalah perusahaan harus mengimpor bahan baku dari negara-negara yang memiliki kerjasama dengan negara-negara yang terikat perjanjian kerjasama dengan Indonesia.

Bentuk kerjasama yang dimaksud antara lain Asean Trade In Goods Agreement (ATIGA), Asean-China Free Trade Area (ACFTA), Asean-Korea Free Trade Area (AKFTA), Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), Asean-India Free Trade Area (AIFTA), Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement (IPPTA), Asean-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP).

Dan setelah memenuhi sejumlah persyaratan tersebut, maka perusahaan yang mengimpor dari negara yang menjalin kerjasama perdagangan dengan Indonesia tersebut harus memperlihatkan surat keterangan asal (SKA) kepada Bea Cukai untuk mendapatkan fasilitas FTA. Bea Cukai Batam akan segera mensosialisasikan PMK ini kepada pengusaha dan masyarakat dalam waktu dekat. (leo)

Update