Selasa, 19 Maret 2024

Pembangunannya Dibantu Kesultanan dan Kapitan Cina

Berita Terkait

Permintaan Tiket Terbanyak adalah Rute Batam-Padang

Peningkatan Status RSUD Tanjungbatu Terus Digesa

Suhu Udara Batam Bisa Mencapai 33 Derajat Celcius

Gereja Bethel atau Gereja Ayam menjadi salah satu banguna zaman belanda yang ada di Tanjungpinang. F.Yusnadi/Batam Pos

batampos.co.idMantan Wali Kota Tanjungpinang, Suryatati A Manan, pernah mengatakan, hanya di Tanjungpinang, tempat peribadatan antarumat beragama bisa saling berdekatan. “Bahkan, saling berhadapan,” ujar Bu Tatik.

Tempat peribadatan yang dimaksudkan wali kota perempuan itu adalah Masjid Raya Al-Hikmah, Vihara Bahtra Sasana, dan Gereja Protestan Indonesia bagian Barat (GPIB) Bethel. Ketiga tempat peribadatan itu hanya saling berjarak beberapa meter saja.

Bahkan, antara masjid dan gereja justru saling berhadapan. Bila ditilik dari beberapa referensi, kian bertambah pula kesan uniknya. Ketiga-ketiganya berusia lebih dari satu abad. Termasuk GPIB atau, yang oleh masyarakat Tanjungpinang acap disebut gereja ayam.

Disebut demikian karena ada bentuk ayam yang terbuat dari besi penunjuk arah angin yang terletak di puncak menara. Patung ayam ini dapat bergerak 180 derajat sesuai dengan arah angin.

Bangunan gereja yang berlokasi di JL. Gereja no 1 Tanjungpinang ini pertama kali dibangun sekitar tanggal 14 Februari 1835, dan selesai sekitar setahun kemudian. Hal ini merujuk dari catatan Pendeta Eberhardt Herman Rottger asal Jerman yang bertugas sebagai misionaris di Riouw (Tanjungpinang dari tahun 1833-1842).

Gereja pertama yang dibangun di Tanjungpinang ini, saat diresmikan, disebut De Nederlandse Hervormde Kerk te Tandjoengpinang (Gereja Protestan Belanda di Tanjungpinang). Kala itu, jemaatnya didominasi orang-orang Belanda dan tentara Belanda yang berdarah Indonesia.

Catatan tersebut, diterbitkan dengan judul Berichten omtrent Indie, gedurende een tienjarig verblijf aldaar (Laporan tentang Hindia, selama sepuluh tahun tinggal di sana). Tulisan tersebut diterbitkan oleh penerbit Ballot di Kota Deventer tahun 1846. E.H. Rottger, adalah tokoh penting yang terlibat dalam Pembangunan gereja ini.

Aswandi Syahri, sejarawan Kepri, pernah menjelaskan, Yang Dipertuan Muda (YDM) VII Kesultanan Riau-Lingga, Raja Abdurrahman, turut membantu pembangunan tempat ibadah umat kristiani ini, dengan menyumbangkan bahan-bahan material. Bantuan serupa juga disalurkan oleh Kapitan Cina.

“Ini sekaligus bukti bahwa masyarakat Tanjungpinang punya sikap toleransi antarumat beragama yang tinggi,” ujar Aswandi.

Hingga pada akhirnya, Pemerintah Kota Tanjungpinang menetapkan bangunan GPIB atau gereja ayam sebagai Benda Cagar Budaya (BCB), berdasarkan Undang-undang RI Nomor 5 tahun 1992. Karena lokasinya yang strategis dan berdekatan dengan pusat kota, tak heran bila hingga hari ini, masih banyak wisatawan yang mengunjungi gereja tua ini. Kendati hanya sekadar berfoto. (aya)

Update