Rabu, 24 April 2024

Gerhana Bulan Total Hari Ini, Spesial setelah 152 Tahun

Berita Terkait

batampos.co.id – Fenomena supermoon dan bluemoon yang berbarengan dengan gerhana bulan total bakal berlangsung Rabu (31/1). Kabag Humas Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Jasyanto, menuturkan gerhana bulan total itu merupakan fenomena langka. Sebab, kali terakhir gerhana bulan jenis tersebut terjadi pada 31 Maret 1866 atau 152 tahun silam.

Dia menjelaskan, gerhana bulan malam ini spesial karena bulan berada dalam konfigurasi supermoon dan bluemoon. Supermoon muncul ketika bulan berada dalam jarak terdekat dengan bumi. Saat itu terjadi, bulan bisa tampak 14 persen lebih besar dan 30 persen lebih terang jika dibandingkan dengan biasanya. Bluemoon adalah bulan purnama yang terjadi dua kali dalam satu bulan kalender.

Animo masyarakat, lanjut dia, pasti cukup luar biasa untuk melihat fenomena alam langka itu. Apalagi puncak gerhana bulan terjadi tidak terlalu larut malam.

”Puncak gerhana bulan terjadi pada pukul 20.30 WIB,” katanya, Rabu (30/1).

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menambahkan, fenomena itu dapat dilihat secara ideal dari daerah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur hingga wilayah di sebelah barat Sumatera. Bulan akan melintas di Samudera Hindia sebelah barat Sumatera. Titik tersebut merupakan zona bulan terbit saat fase gerhana penumbra berlangsung. Puncak gerhana bulan total itu dapat diamati pada pukul 20.29,8 WIB; 21.29,8 Wita; dan 22.29,8 WIT.

Fenomena gerhana bulan total nanti malam, selain langka juga dibumbui dengan kabar dapat terjadinya gempa bumi. Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin menjelaskan bahwa gerhana dan purnama berpotensi sebagai pemicu gempa.

“Bukan sebagai penyebab gempa,” katanya di Jakarta, Selasa (30/1).

Thomas mengatakan sampai saat ini tidak ada satupun metode yang mampu memprediksi kapan terjadi gempa dan lokasinya dimana. “Kalau ada yang mengkaitkan (gempa, red) dengan gerhana, memang punya potensi sebagai pemicu,” tutur guru besar riset di bidang astronomi itu.

Dia menuturkan gerhana dan purnama dapat memicu pelepasan energi pergeseran lempeng bumi. Pada saat terjadi gempa yang memicu terjadinya tsunami di Aceh 2004 lalu juga tidak jauh-jauh dengan adanya fenomena bulan purnama.

Thomas menerangkan, ketika purnama dan gerhana bulan terjadi dalam waktu bersamaan, saat itulah terjadi puncak pasang air laut. Daya grativitasi bulan saat terjadi purnama dan gerhana bulan jauh lebih besar dibandingkan purnama biasanya.

Ketika di suatu perairan mengalami pasang akibat gaya gravitasi bulan, ada perairan laut lain yang mengalami surut maksimal. Nah ketika terjadi kondisi air surut maksimal itu, beban yang selama ini ’dipikul’ lempeng bumi menjadi lebih ringan.

Saat beban itu lebih ringan, maka lempeng bumi berpotensi terangkat. Kemudian lempeng yang selama ini menghujam bisa semakin menancap.

Namun Thomas menegaskan gerhana dan purnama bukan penyebab gempa. “Tetapi berpotensi jadi pemicu,” jelasnya.

Sehingga dia tidak bisa menyimpulkan terjadinya gerhana dan bulan purnama nanti malam akan disusul terjadinya gempa bumi. “(Gempa bumi, red) tidak bisa diperkirakan,” katanya.

Terkait fenomena gerhana bulannya sendiri, Thomas mengatakan aman untuk diamati langsung. Dia mengatakan untuk mengamati gerhana bulan tidak perlu menggunakan kaca mata gelap seperti pengamatan gerhana matahari.
Thomas juga menjelaskan tentang penamaan gerhana super blue blood moon. “Tidak ada kaitannya dengan warna biru,” tegasnya.

Dia mengatakan disebut blue moon karena purnama kedua di bulan Januari. Kemudian dikatakan super moon karena saat purnama posisinya dalam titik terdekat ke bumi. Nah fenomena yang terjadi malam ini adalah gabungan antara purnama kedua di bulan Januari dan posisinya terdekat dengan bumi plus gerhana bulan total. Maka publik menyebutnya dengan istilah super blue blood moon. “Kalau secara astronomis itu biasa,” katanya.

BMKG sendiri telah mengeluarkan warning adanya tinggi pasang maksimum terkait fenomena super blue blood moon nanti malam. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan masyarakat diharapkan mewaspadai tinggi pasang maksimum hingga 1,5 meter. “Karena adanya gravitasi bulan dengan matahari,” jelasnya.

Mantan rektor UGM itu mengatakan selain memicu adanya pasang maksimum, fenomena langka itu juga menyebabkan adanya surut minimum. Potensi surut maksimam bisa mencapai 0,2 meter atau 20 cm. Masing-masing wilayah perairan di Indonesia kondisinya berbeda-beda.

Misalnya di Tanjung Priok pasang air maksimum setinggi 1 meter dan puncak tertinggi pada 28-31 Januari. Kemudian di Tanjung Mas Semarang juga setinggi 1 meter dan terjadi pada 31 Januari sampai 3 Februari. Lalu di Cilacap pasang air maksimum hingga 2,1 meter dengan puncak tertinggi pada 1 – 2 Februari.

Kondisi pasang air laut maksimal dan surut maksimal itu bisa berdampak pada terganggunya transportasi di sekitar pelabuhan dan pesisir. Kemudian masyarakat petani garam dan perikanan darat, serta kegiatan bongkar muat di pelabuhan juga bisa ikut terganggu.(wan/ttg/jpg)

Update