Kamis, 28 Maret 2024

Wapres: Taksi Online Tak Bisa Ditolak

Berita Terkait

batampos.co.id – Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan bahwa tidak mungkin lagi menolak keberadaan taksi online. Karena sudah menjadi kebutuhan dan sejalan dengan perkembangan teknologi. Lantaran kebutuhan masyarakat pada transportasi yang lebih efisien.

”Taksi online itu (berbentuk) semacam koperasi jadi sistemnya sebenarnya sesuai dengan UUD. Cuma butuh aturan teknis. Bahwa kebutuhan orang akan taksi online itu suatu kebutuhan yang tidak bisa dibendung,” ujar JK di kantor Wakil Presiden, Selasa (30/1).

Dia membandingkan, keberadaan taksi online seperti dengan e-commerce. Dia menyebutkan bahwa supermarket atau pusat perbelanjaan tentu tidak boleh memprotes keberadaan pasar tersebut. ”Tidak bisa. Karena ini kebutuhan masyarakat yang lebih efisien. Tapi teknisnya harus diatur,” katanya.

Pengaturan, salah satunya, itu ditujukan untuk menjamin keamanan pengguna atau masyarakat. Misalnya soal uji kir untuk melihat kondisi taksi online. ”Nanti remnya blong macam-macam. Dan ada unsur keadilan. Jangan taksi biasa di kir, ini (taksi online, Red) tidak di kir,” tegas JK.

Selain itu, yang perlu diatur secara teknis adalah aplikasi. Diantaranya adalah tentang perlindungan terhadap penyalahgunaan data, kejahatan, miskomunikasi, dan kerahasiaan pengguna. ”Nama-nama itu bocor keluar dipake macam-macamlah. Dijual nama itu, kemudian dijadikan penawaran-penawaran barang ke mereka. Tentu ada aturan-aturan seperti itu,” ungkap JK.

Selain itu, gangguan privasi seperti penyalahgunaan nomor pelanggan juga perlu mendapatkan perhatian. Maka perlu ada suatu sistem yang menjamin kerahasiaan pelanggan. ”Ada juga kasus nomor handphone perempuan ditelepon terus sama sopir. Ada kan? Jangan seperti itu,” ujar dia.

Sementara itu, aksi penolakan terhadap Peraturan Menteri (PM) Perhubungan No. 108 Tahun 2017 mendapat tanggapan dari Organisasi Angkutan Darat (Organda). Pengurus lembaga yang membawahi pengelola taksi konvensional itu menyarankan agar peraturan yang mengatur soal angkutan sewa khusus itu tetap dijalankan pada Februari nanti.

Sekjen Organda Ateng Aryono mengatakan, PM 108 adalah bentuk kehadiran pemerintah dalam menjamin kepastian hukum terhadap semua pihak dalam penyelenggaran angkutan. “Kehadiran pemerintah sangat memberi perhatian khusus terhadap aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan, kesetaraan, keterjangkauan, dan keteraturan serta menampung perkembangan kebutuhan masyarakat dalam penyelenggaraan angkutan umum, serta memberikan perlindungan dan penegakan hukum bagi masyarakat,” ungkapnya, Selasa (30/1).

Sikap Organda, menurut Ateng, dikarenakan PM 108/2017 merupakan keputusan bersama. Dalam hal ini DPP Organda mengambil sikap mendukung pemerintah dalam pelaksanaan PM 108. Lebih jauh Ateng mengimbau kepada pemerintah untuk bertindak tegas dalam menegakkan peraturan agar terjadi proses kedisiplinan penyelenggaraan angkutan umum. “Pemerintah tidak boleh pilih kasih dalam proses penindakkan,” katanya.

Selain itu, lanjut dia, PM 108 harus tetap dijalankan pada Februari nanti. Sesuai aturan bahwa peraturan harus dijalankan tiga bulan setelah diundangkan. PM 108 mulai diundangkan pada 1 November 2017. Menggantikan PM 26/2017. “Kemenhub jangan ragu-ragu. Peraturan menteri ini tinggal dijalankan, tergantung niatan,” tuturnya.

Ateng justru mempertanyakan kenapa aksi demo penolakan baru terjadi setelah PM 108 hendak dijalankan. Padahal, setelah diundangkan dan masa sosialisasi, Ateng melihat tidak ada kontroversi.
Terkait pembatasan kuota dalan suatu wilayah, Ateng menyatakan bahwa DPP Organda memahami dalam sistem transportasi perlu keseimbangan antara ketersediaan dan permintaan sangat penting. Bukan hanya kepentingan konsumen, tetapi juga penyedia jasa termasuk pengemudi.

“Bila wilayah operasi dan jumlah kendaraan yang beroperasi tidak dibatasi, yang terjadi adalah over supply. Selain menambah beban jalan, penghasilan pengemudi juga akan menurun apabila terlalu banyak angkutan umum yang beroperasi,” tutur Ateng.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) saat ini tengah mengkaji payung hukum untuk pemberian sanksi terhadap aplikator yang melanggar PM 108. ”Bentuknya nanti bisa Peraturan Menteri atau Peratutan Pemerintah yang lebih tinggi lagi. Tim legal yang akan mengkaji,” ujar Plt Kabiro Humas Kemenkominfo Noor Iza, Rabu (30/1).

Noor menjelaskan, Kemenkominfo, pada pertemuan dengan para sopir taksi online Desember lalu, menjanjikan akan ada aturan mengenai sanksi dan denda jika ada aplikator yang terbukti melanggar PM 108. Noor menegaskan bahwa sanksi yang diberikan tidak akan berupa pemblokiran.

”Bagi kami, memberikan sanksi atau denda lebih efektif ketimbang melakukan pemblokiran,” ujar dia. (lyn/jun/agm/jpg)

Update