Kamis, 25 April 2024

Aplikasi Dashbord Siap Digunakan Pemda untuk Pantau Jumlah Armada Taksi

Berita Terkait

foto: putut ariyotejo / batampos

batampos.co.id – Aplikasi dashboard untuk memantau jumlah armada taksi online buatan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sudah siap digunakan pemda. Pengelola aplikasi taksi online juga telah menyampaikan jumlah armadanya masing-masing.

Dirjen Aplikasi Informatika (Aptika) Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengungkapkan beberapa hari lalu tiga pemain taksi online di Indonesia sudah menyampaikan data armadanya masing-masing. Mereka adalah Go-Jek (Go-Car), Grab (Grabcar), dan Uber.

Semuel hanya memaparkan jumlah armada untuk wilayah Jabodetabek saja. Dia mengungkapkan bahwa Go-Car paling banyak dengan jumlah armada mencapai 169 ribu unit sampai 170 ribu unit.

“Itu sudah termasuk taksi Blue Bird,” katanya di Jakarta kemarin.

Sebagaimana diketahui Go-Jek juga menggandeng armada taksi Blue Bird dalam layanan mereka.

Kemudian disusul oleh Uber dengan jumlah armada 7.500 unit. Sedangkan untuk Grabcar belum bisa memberikan data. Sebab masih melakukan update data dan bakal diserahkan ke pemerintah secepatnya.

Semuel menjelaskan pengelola aplikasi harus jujur dalam menyampaikan data jumlah armadanya. Kominfo tidak akan begitu saja menerima data jumlah armada taksi online dari pihak aplikasi itu. Kominfo ke depan juga bakal melakukan audit jumlah armada dari masing-masing aplikasi.

“Kalau mereka (perusahaan aplikasi, red) bohong kita tindak,” tuturnya.

Menurut dia seluruh data armada taksi online dari masing-masing perusahaan aplikasi itu sudah dimasukkan ke dalam basis data dashboard. Kemudian masing-masing pemda bisa mengamatinya. Apakah jumlah armada taksi onlinenya cocok dengan jumlah izin yang sudah dikeluarkan.

Jika ternyata jumlah armada jauh lebih banyak ketimbang yang sudah berizin, pemda bisa memanggil pengelola aplikasi. Kemudian menanyakan kenapa jumlah armada yang sudah mengantongi izin lebih sedikit dibandingkan yang beroperasi. Melalui pemantauan ini perusahaan aplikasi diharapkan tidak bisa mengelak lagi.

Pada prinsipnya Semuel mengatakan pengelola aplikasi taksi online harus bijak. Khususnya terkait dengan jumlah armada taksi online yang dijadikan mitranya. Dia berharap ada keseimbangan antara kebutuhan layanan taksi online dengan jumlah armada yang tersedia.

“Sehingga bisnisnya para mitra driver online bagus. Dapat order perjalanan,” tutur dia.

Semuel juga mengomentari terkait dengan kecaman bahwa Kominfo tidak berani menindak pengelola aplikasi taksi online. Dia menjelaskan selama ada pelanggaran dan permintaan pemblokiran oleh Kementerian Perhubungan, Kominfo siap menjatuhkan sanksi pemblokiran ke aplikasi taksi online.

“Contohnya pemblokiran aplikasi chat Telegraph,” tuturnya.

Dia berharap ketika ada mitra atau pengemudi driver merasa dirugikan pengelola aplikasi, dipersilahkan melapor ke pemerintah. Menurutnya dalam ikatan kerjasama antara perusahaan aplikasi dengan supir, tentu ada ketentuan-ketentuan.

Dia menjelaskan perusahaan aplikasi sebaiknya memang tidak sembarangan dalam menjatuhkan sanksi pemutusan kerjasama atau mitra. Harus didasarkan pada ketentuan yang sudah diatur sebelumnya. Mitra supir taksi online jiga diberikan kesempatan sanggahan atau klarifikasi jika mendapatkan sanksi pemutusan kerjasama atau suspend.

Presidium Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Ellen Tangkudung mengatakan secara efektif ketentuan atau regulasi taksi online sudah berlaku efektif per 1 Februari lalu. Dia berharap pemerintah, perusahaan aplikasi, dan mitra driver untuk patuh terhadap regulasi pemerintah.

Ellen diantaranya menyoroti soal kuota taksi online. Dia menjelaskan laporan terakhir dari Kementerian Perhubungan menyebutkan, kuota taksi online masih banyak dibandingkan jumlah armada yang berizin. Misalnya untuk wilayah Jabodetabek kuota taksi online mencapai 36 ribu. Sementara data akhir Januari lalu, jumlah armada taksi online yang sudah kantongi izin masih 878 unit. Sebelum berbicara penambahan kuota, dia berharap kuota yang ada dimaksimalkan terlebih dahulu.

Dia juga menceritakan pada kondisi tertentu biaya taksi online lebih mahal dibandingkan taksi konvensional.

“Saya pernah mengalaminya saat ke bandara Cengkareng,” tuturnya. Kebijakan taksi online yang menaikkan tarif pada kondisi tertentu juga harus jadi perhatian masyarakat. (wan/jpg)

Update