Jumat, 19 April 2024

Butuh Tiga Tahun Sebelum Dipanen

Berita Terkait

DK PBB Bahas Keanggotaan Penuh Palestina

Batam Segera Miliki Premium Outlet

Batam Segera Miliki Premium Outlet

Nelayan pembudidaya napoleon di pulau sedanau, menunjukan ikan napoleon yang dibudidayakan. F. Aulia Rahman/Batam Pos.

batampos.co.id – Primadona Napoleon sudah tidak asing bagi nelayan di Natuna. Harga jual menjanjikan, sebagain besar nelayan membudidaya Napoleon. Ikan Napoleon atau Cheilinus undulatus, merupakan ikan karang, memiliki habitat cukup besar di perairan Natuna. Nelayan budidaya dibeberapa Kecamatan di Natuna membiasakan Napoleon, dan kini pembesaran dipusatkan di pulau Sedanau.

Dibukanya kran ekspor Napoleon di Natuna, gairah nelayan kembali terlihat. Keramba tancab kembali meramaikan kota terapung Kecamatan Bunguran Barat.
Nato, seorang pengusaha penampungan Napoleon di pulau Sedanau mengaku, nelayan budidaya sangat bersyukur, izin ekspor Napoleon telah dibuka melalui jalur laut. Primadona nelayan ini sangat potensial menggairahkan ekonomi masyarakat.

“Mudah-mudahan kuota ekspor Napoleon tetap mendapat izin pemerintah,” harap Nato.

Budidaya Napoleon ternyata tidak mudah. Di Sedanau nelayan butuh waktu tiga tahun sebelum Napoleon bisa di panen. Belum lagi kendala penyakit menyebabkan nelayan gagal panen. Keton, seorang budidaya Napoleon di Sedanau mengaku, membudidaya Napoleon lebih menjanjikan dibanding budidaya jenis kerapu. Harga jualnya pun mengikuti harga dolar Singapura. “Satu kilogram Napoleon, nelayan menjual 100 dolar Singapura dibeli penampung,” kata Keton.

Napoleon hingga saat ini berkembang secara alami, belum bisa dilakukan pemijahan. Sehingga benih Napoleon masih diambil dari alam. Nelayan budidaya kebanyakan, mendapatkan benih dari hasil menjaring atau dipancing. Menurut nelayan, saat ini penebaran benih Napoleon semakin banyak diperairan dangkal di sekitar wilayah budidaya.

“Benih dari alam. Sekarang tidak lagi menangkap benih dari membius. Tapi dengan jaring khusus, memang harus menyelam,” ujar Keton yang sudah 6 tahun geluti budidaya Napoleon di Sedanau.

Menurut Keton, benih Napoleon tidak sulit didapat. Kembang biak habitat Napoleon cukup banyak, apalagi beberapa tahun terakhir tidak lagi dibudidaya sejak larangan ekspor Napoleon.

“Benih ukuran lima sentimeter atau di bawah satu ons, sekarang banyak bertebaran diluar keramba. Mungkin Napoleon yang lama berada di keramba sudah bertelur dan dilepas secara alami,” tutur Keton.

Selain menuntut kesabaran, membudidaya Napoleon juga perlu biaya cukup besar. Satu nelayan yang membudidaya 1.000 ekor Napoleon, setiap hari mengeluarkan biaya sekitar Rp 400 ribu hingga Rp 500 ribu untuk pakan. Ini dilakukan selama tiga tahun.
“Kalau benih ukuran satu ons butuh tiga tahun dipenangkaran, baru bisa beratnya satu kilo atau lebih,” kata Keton.

Pada penjualan terakhir, satu nelayan hanya dijatah 10 ekor. Karena harus dibagi dengan nelayan lainnya. Di kota terapung Sedanau, satu orang nelayan rata-rata membudidaya 1.000 napoleon dan ada yang lebih.

“Primadona Napoleon di Natuna adalah berkah bagi kami, karena Napoleon fisiknya juga tahan perubahan suhu air, dibanding ikan jenis lain, meski waktu budidayanya hanya tiga bulan,” ujar Keton.(arn)

Update