Rencana pembangunan Jembatan Batam-Bintan (Babin) dan pelabuhan kontainer di Tanjungsauh dimunculkan lagi oleh Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun.
Di hadapan Presiden Joko Widodo dalam satu pertemuan sejumlah kepala daerah, akhir Februari lalu, di Istana Negara di Jakarta, Nurdin memaparkan rencana tujuh proyek besar nan prestisius di Kepri itu. Salah satunya, ya, jembatan yang sudah lama dalam penantian itu.
Gayung pun bersambut. Jokowi yang lagi giatnya menggeber proyek infrastruktur fisik di negeri ini, tampaknya, tertarik dengan paparan Nurdin. Hanya hitungan hari, rencana Pempov Kepri itu pun disetujui Jokowi.
Untuk menyampaikan restunya, Jokowi sengaja mengundang balik Nurdin ke Istana Negara, Selasa (27/2). Turut diundang 40 orang warga Kepri dari kalangan pebisnis, tokoh masyarakat dan ulama.
Selain proyek jembatan dan pelabuhan kontainer, lima rancangan proyek lain yang disetujui Jokowi adalah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjungsauh, KEK Galang Batang di Bintan, KEK Tanjungasam di Karimun. Ada lagi proyek modernisasi Bandara Hang Nadim dan perluasan Pelabuhan Batuampar.
Serestu Jokowi, salah satu tim dari Nurdin pun mulai bergerak cepat. Seakan tancap gas, Johannes Kennedy, penasehat ekonomi Nurdin, Kamis (1/3) lalu, langsung terbang ke Tianjin, China.
Tujuan Jhon, biasa dipanggil JK, ke sana menemui calon penyokong dana proyek prestisius itu.
Kenapa harus ke Tianjin? Pendanaan beberapa proyek yang digagas, setakat ini, belum mampu dibiayai APBN sehingga diupayakan dari dana asing dalam bentuk kerja sama dan ini jamak terjadi.
Itu sebabnya JK, pemilik Panbil Group, langsung menyasar CCCC (China Communication Construction Company), BUMN negeri tirai bambu itu sebagai salah satu calon kuat pendana.
Sebagaimana diketahui, BUMN China tak jarang menggelontorkan pinjaman pendanaan bagi proyek-proyek berskala besar di beberapa negara di belahan dunia, termasuk di Indonesia.
Mereka memang lagi super kaya. Dana segar dikocek China Machinery Enginnering Coorporation (CEMC), misalnya, disebut mencapai Rp 1.300 Triliun. CEMC adalah semacam induk BUMN China. Sementara CCCC adalah BUMN yang berinduk ke CEMC.
Mungkin saja, tak kecuali proyek strategis di Kepri yang ditaksir puluhan triliun rupiah itu akan meraih sukses mendapat kucuran dana dari Tiongkok.
Dari Tianjin, Minggu (5/3), lewat chat di aplikasi media sosial, Johannes mengabarkan hasil dari diplomasi bisnis dengan pihak CCCC yang dijalankannya.
Menurut JK, secara prinsip kerja sama pendanaan sudah mendapat lampu hijau.
Tinggal untuk formalnya akan dilakukan penandatanganan kesepakatan kerja sama antara Pemerintah Provinsi Kepri dengan pihak CCCC.
“Mudah-mudahan dalam waktu dekat Pak Nurdin bisa segera ke Tianjin,” tulis JK dalam chatnya menirukan harapan pihak Tianjin.
Proyek infrastruktur yang digeber Pemprov Kepri ini memang dengan postur besar, meski sesungguhnya mimpi lama.
Sehingga untuk merealisasikan proyek Jembatan Babin dan pelabuhan kontainernya butuh kerja keras, paling tidak untuk mendapatkan pendana. Proyek Jembatan Babin diperkirakan menelan biaya Rp 7 triliun, sementara untuk pelabuhan kontainer membutuhkan Rp 20 triliun. Belum lagi lima proyek lain.
Gong pertaruhan untuk merealisasikan proyek-proyek ini telah ditabuh. Gaungnya pun seketika sudah ke mana -mana. Para pihak yang terlibat atas proyek ini mulai dari gubernur dan konsorsium lainnya meski kerja ekstra agar proyek ini tidak menjadi mimpi berkepanjangan.
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa rencana proyek jembatan dan pelabuhan itu sebenarnya sudah pernah digagas para pendahulu.
Adalah BJ Habibie yang pertama memimpikan Jembatan Babin dan pelabuhan kontainer itu.
Sebagai Ketua Otorita Batam, ketika itu, Habibie menskenariokan proyek ini bisa berjalan sesuai jadwal. Itu terjadi sekitar tahun 90-an.
Bahkan Habibie yang tak asing di mata investor luar negeri sudah bicara hingga teknis pekerjaan proyek. Janjinya waktu itu, bahwa proyek tersebut akan didesain secara high tech dan dikerjakan oleh putra-putri bangsa ini.
Begitu berapi-apinya semangat dan optimisme Habibie, yang juga Menteri Riset dan Teknologi di era Suharto itu.
Dia lebih optimis lagi akan pelabuhan kontainer itu. Saat itu, Habibie menyebut bahwa Kabil Asia Port, yakni pelabuhan kontainer besar dengan kapasitas jutaan TeuS segera diwujudkan di kawasan Kabil.
Optimisme Habibie, waktu itu, bukan tanpa alasan. MoU atau nota kesepahaman antara pemerintah Indonesia dengan pihak Evergreen dari Taiwan sudah pula pada tahap deal. Evergreen adalah salah satu perusahaan besar pengelola kontainer dan perkapalan tersibuk di dunia, paling tidak ukuran Asia.
Tapi, tak dinyana, ibarat pungguk merindukan bulan, sampai Habibie lengser dari kursi presiden tahun 1999, jembatan dan pelabuhan yang dinantikan pun tak kunjung membentang.
Tak ada penjelasan konkrit yang dapat menjadi referensi soal gagalnya pembangunan Jembatan Babin itu. Tapi sayup-sayup terdengar dari kejauhan pihak Evergreen-lah yang membatalkan deal itu. Singapura juga punya andil menggagalkan demi kepentingan bisnis negaranya.
Dan, seiring perjalanan waktu, isu soal Babin pun tinggal khayalan.
Posisi geografis antara Batam dan Bintan memang sangat seksi. Bisa memantik nafsu para pemangku kepentingan untuk dikembangkan menjadi basis perekonomian nasional. Apa lagi letak geografis kawasan ini berbatasan langsung dengan perairan internasional antara Singapura dan Malaysia yang pertumbuhan pembangunan ekonominya meroket.
Aura alam kawasan ini yang sangat strategis selalu menggoda seolah berpesan bahwa di kawasan ini terbentang masa depan ekonomi negeri ini yang cerah.
Itulah sebab mengapa mimpi membangun proyek-proyek besar yang punya potensi menarik investasi global ke sini selalu dikumandangkan.
Siapapun pejabat berkuasa, silih berganti, dari pusat negeri maupun daerah sering terlena untuk mengembangkan potensi daerah ini.
Hari pun berganti dan tahun bertukar sesuai siklusnya.
Urung Habibie, upaya merealisasikan mimpi lama pun tiba-tiba muncul lagi. Sekitar tahun 2005, di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Otorita Batam Ismeth Abdullah melakoni seperti wacana pendahulunya lagi.
Ismeth memang tidak hanya cuap-cuap. Berbagai proses perencanaan awal memang tampak digesa dan sekaligus dipamer habis-habisan.
Kita tidak tahu seberapa besar uang rakyat yang dihamburkan pada awal perencanaan. Bisa jadi tak terkira pula rupiah lesap tak berbekas untuk membiayai para ahli untuk merumuskan seluruh perencanan, termasuk gambar teknis bangunan serta pengerjaannya. Publikasi media, saat itu, menggambarkan bagaimana seriusnya para engineer bekerja.
Satu hasil teknik rekayasa gambar jembatan yang membentang di atas laut Kepri yang berdimensi tinggi pun dipamer. Keren memang bila melihat rekayasa teknik gambar jembatan itu, seolah fisik Jembatan Babin yang sebenarnya sudah siap pakai.
Namun apa lacur, rencana pun tinggal rencana. Riuh wacana pembangunan jembatan itu tiba-tiba saja lesap ditelan ingar-bingar pesta politik Pilkada Kepri saat itu.
Sekitar tahun 2005, memang tengah dilaksanakan pemilihan Gubernur Kepri yang pertama. Provinsi Kepri lahir dari hasil pemekaran Provinsi Riau. Ismeth dari Ketua OB ditugaskan Mendagri sebagai Pjs Gubernur Kepri hasil pemekaran itu.
Untuk mendefinitifkan kekuasaannya, Ismeth maju bertarung sebagai calon gubernur yang berpasangan dengan wakilnya Muhammad Sani dan terpilih. Tapi hingga Ismeth dicopot dari jabatan gubernurnya, cerita Jembatan Babin pun lagi-lagi kandas sebatas mimpi.
Kondisi beberapa kegagalan masa lalu yang tergambar tadilah, mungkin, yang menggugah nurani kepemimpinan Nurdin. Rencana mewujudkan Jembatan Babin dan pelabuhan kontainer itu dihelat lagi dan sudah restu Presiden.
Tentu Nurdin sudah punya strategi jitu untuk mewujudkan proyek jumbo itu.
Tapi selain didukung, Nurdin dan beberapa pihak yang masuk di pusaran perencanan proyek ini perlu juga diberi masukan.
Masukan dan pesan untuk mendorong agar proyek-proyek ini bisa segera terealisasi. Harapan agar upaya merealisasikan proyek besar ini mesti dikerjakan serius karena akan berpacu seiring dengan waktu.
Bahwa rencana proyek ini sebenarnya baru tahap permulaan, hal itu dapat dibenarkan. Satu bukti adalah tampak belum berjalannya sinkronisasi antara Pemprov Kepri dengan pihak kementerian.
Itu dapat dilihat dari penyataan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PURR) Basuki Hadimuljiono saat di Batam, pekan lalu. Dia masih berbicara soal belum konkritnya skema share permodalan antara daerah dan pusat. Termasuk soal besaran biaya proyek.
Pada saat Basuki bicara di Batam, JK sedang intensif melakukan diplomasi bisnis di Tianjin. Jangan- jangan, dalam pertemuan dengan JK, pihak pendana memastikan keterlibatan Pemerintah Indonesia dan bisa jadi pula ia sudah menjawab OK. Soal besaran dana juga masih beda mencolok. Di pihak Nurdin menyebut biaya Jembatan Babin Rp 7 triliun, sementara menurut Basuki sekitar Rp 4 triliun.
Itu makanya karena kebiasaan rumit soal koordinasi pun lemah, sehingga banyak pihak kadang ragu akan kelancaran proyek ini. Persoalan yang sangat berat bisa jadi tidak hanya di dalam negeri. Kita juga harus siap-siap dengan segala argumentasi strategis untuk meyakinkan pihak pendana.
Ini erat kaitannya dengan kebijakan pihak CCCC di China yang sangat hati- hati melakukan kerja sama pendanaan.
Bahwa banyak proyek infrastruktur didanai oleh pihak China di Indonesia, publik sudah tahu. Tapi bahwa sangat banyak permintaan kerja sama yang sama sekali tak ditindaklanjuti, itu juga satu fakta yang perlu kita pahami.
Kini disebut pihak investor China sedang memikirkan pengamanan jangka panjang kucuran investasinya. Faktor keamanan, regulasi yang rumit, pangsa pasar serta peluang kompetisi proyek yang mereka danai menjadi alasan pengetatan.
Salah seorang direksi CMEC di China berbicara langsung dengan sumber, lalu menyebut
bahwa pihaknya sekarang sangat berhati-hati meminjamkan pendanaan.
Kepada sumber itu, dia menyebut bahwa dari kerja sama yang dilakukan selama ini, tak semua berjalan mulus. Tentu ada hal yang kadang membuat pihak pendana jengkel.
Mereka juga sampai membeda-bedakan sifat warga satu negara dengan negara lain di mana mereka investasi kerja sama.
Misalkan muncul penilaian bagaimana mereka lebih menaruh kepercayaan dengan Vietnam.
Untuk mewujudkan satu kerja sama di Vietnam, misalnya, sangat minim hal-hal yang menyulitkan mereka sebagai pihak yang mengucurkan dana.
Sebuah cerita dari proses kerja sama yang menjengkelkan mereka, mencuat. Dalam satu kerja sama pembangunan infrastruktur di negeri ini, pihak mereka sampai terkesan kapok karena banyak persoalan muncul di luar poin kesepakatan riil.
Salah satu masalah itu adalah soal ganti rugi lahan ke masyarakat yang terkena proyek. Masalah ini sebenarnya adalah urusan pemilik proyek. Selain muncul biaya mendadak, pengerjaan proyek pun terhenti karena berlarutnya penyelesaian ganti rugi dan pemerintah tak dapat segera menyelesaikan.
Mengomentari rencana kerja sama proyek infrastruktur fisik di Kepri, petinggi CEMC menyebut pihak CCCC yang diprospek dipastikan akan menganalisa proposal yang masuk secara sangat ketat. Tidak sesederhana yang dibayangkan untuk merealisasikan kerja sama itu. Paling tidak butuh waktu.
“Tapi tidak tahulah bagaimana CCCC menganalisa proposal yang masuk. Itu urusan mereka. Saya rasa harus dengan analisis yang cermat,” ujar sumber tersebut.
Satu contoh yang menjadi perhatian mereka adalah tentang keberadaan atau posisi tempat proyek yang akan dikerjasamakan termasuk prospeknya ke depan. Apakah proyek yang dibangun itu punya pasar potensial di sana? Apakah di sekitar itu (regional) persaingan pasarnya ketat.
Tanjungsauh, misalnya, dipastikan akan berkompetisi dengan pelabuhan kontainer raksasa di Singapura. Belum lagi soal aspek lain. Insentif, dwelling time, keamanan dan zero complain dari pemilik kontainer dan kapal. Dan banyak lagi.
Posisi Tanjungsauh (Batam) yang terpaut tak jauh dari Singapura dan Malaysia, ini yang diperhitungkan. Di Singapura ada pelabuhan kontainer besar dan sudah lama eksis. Selain itu, ada lagi pelabuhan kontainer Tanjungpelepas di Malaysia. Meski, katanya, tak sehebat Singapura namun Johor pun akan sulit disaingi Batam.
Sumber itu juga memberi pesan bahwa hal yang lebih penting adalah apakah para pengusaha perkapalan dan pemilik barang dan kontainer tertarik bila ditawarkan transit di Batam?
Ini jawaban konkritnya berada di tangan konsultan profesional yang melakukan riset sebelum kerja sama konkrit dilakukan. Kadang kala bahkan proposal yang masuk pun bisa tidak diriset sama sekali dan tak ditindaklanjuti setelah mempelajari lembar proposal.
Jadi disebut analisis tentang aspek bisnis, keamanan dan lainnya sangat ketat.
Baik CCCC dan CEMC maupun pihak pendana asing secara umum akan terlebih dahulu melakukan riset terhadap satu ajuan kerja sama yang masuk dari negara manapun. Nah, pihak BUMN China pun demikian. Mereka selalu menggunakan konsultan dan firma jasa profesional multinasional seperti Ernst & Young yang berpusat di Inggris itu.
Jadi kesimpulannya, katanya, setiap penawaran kerja sama yang datang dari belahan dunia manapun, pintu dan tangan mereka selalu terbuka. Tapi bila bicara soal kerja sama akan lanjut tergantung pada data yang digodok konsultan dan ditambah keyakinan dari analisis internal mereka.
Lalu bagaimana dengan nasib proyek-proyek di Kepri yang diharapkan bisa bekerjasama dengan BUMN di China itu?
Bila melihat dari berbagai penjelasan penting di CMEC itu, jawabannya juga kembali pada pihak Nurdin dan pihak konsorsium lain yang masuk di pusaran perencana proyek bermasa depan itu.
Sumber itu menyampaikan yang ditangkap dari pembicaraan dengan petinggi CEMC bahwa lolosnya atau terjadinya lanjutan kerja sama terlihat dari seberapa visibel proposal diajukan dibandingkan dengan fakta di lapangan.
Mudah-mudahan strategi pengajuan proposal kerja sama pembangunan Jembatan Babin dan pelabuhan kontainer ke pihak pendana, semuanya sudah lewat kajian yang cermat dan profesional.
Karena apa yang disampaikan JK lewat chat itu bahwa Nurdin dan tim akan segera menyusul berangkat ke Tianjin menyepakati dan meneken kerjasama di kedua belah pihak.
Itu artinya, proyek-proyek di Kepri, khususnya yang direncanakan lewat pendanaan asing yang diprospek ke Tianjin itu, bisa deal. Kita berharap itu terjadi agar proyek Jembatan Babin dan pelabuhan kontainer yang kita tunggu-tunggu tidak lagi menjadi mimpi berkepanjangan. (*)
Oleh: Marganas Nainggolan