Jumat, 29 November 2024

Ketofastosis, Gaya Hidup Rendah Karbo

Berita Terkait

ilustrasi

batampos.co.id – Manusia zaman dahulu dikatakan mempunyai daya tahan tubuh yang kuat, umur panjang dan jauh dari penyakit. Realita zaman modern sekarang justru berbalik penyakit justru seperti mewabah, sebut saja jantung, diabetes, stroke dan lainnya. Hal ini dkarenakan gaya hidup yang tidak sehat.

Belakangan ini, gaya hidup rendah karbohidrat atau Ketofastosis (KF) menjadi tren. Bukan soal ketenarannya tapi soal manfaat yang didapatkannya. Satu yang menjalani gaya hidup KF ini adalah Rodiah. Perempuan berumur 38 tahun ini sempat divonis dokter hipertensi dan penyakit jantung. Kini, kondisinya sudah membaik. Bahkan tubuhnya terlihat lebih bugar.

“Dulu, pemasangan ring untuk jantung saya sudah dijadwalkan oleh dokter. Semenjak mengetahui riwayat penyakit tersebut, saya mulai menjalankan KF. Alhamdulilah sekarang jauh lebih baik. Saya tidak lagi mengkonsumsi obat-obatan, hanya merubah gaya hidup saja,” kata Rodiah, Sabtu (17/3).

Dia mengatakan mengenal KF dari sosial media lalu memutuskan untuk mencobanya. Tentu saja setelah mencoba berbagai cara penyembuhan untuk penyakitnya. “Tiga hari pertama saya menjalani KF sudah terasa badan lebih segar. Beberapa bulan kemudian, saya menjalani Medical Check Up (MCU), hingga akhirnya jadwal pemasangan ring tersebut dibatalkan karena kondisi saya yang kian membaik,” ungkapnya.

KF sendiri merupakan gaya hidup rendah karbohidrat, tinggi lemak dan protein sedang. Gaya hidup ini diklaim mengubah alur pembuatan energi yang semula dihasilkan dari karbohidrat menjadi lemak yang digunakan sebagai bahan bakar energinya. “Gudang lemak dalam tubuh inilah yang dimanfaatkan menjadi energi, sehingga tubuh tidak kekurangan energi ketika menjalani gaya hidup KF,” kata Pendiri Ketofastosis Indonesia, Nur Agus Prasetyo dalam Seminarnya di ballroom Hotel 89 Batam.

KF sendiri memanfaatkan jendela waktu makan untuk membiarkan tubuh memproduksi keton. Keton diproduksi oleh liver saat dalam kondisi puasa. Keton inilah yang digunakan sebagai lemak untuk bahan bakar menjadi energi. Lemak yang disimpan dalam tubuh akan menjadi efisien sehingga turut meningkatkan respirasi sel yang dapat memperbaiki sel tubuh seperti jantung, liver dan perbaikan organ tubuh lainnya.

Keton memiliki potensial energi yang lebih besar dibanding glukosa. Metabolisme keton akan mengurangi ekses radikal bebas, sehingga otomatis akan mengurangi level inflamasi (iritasi) dalam otak. “Hal ini berlaku pula di seluruh tubuh, dimana semua sel tubuh menggunakan keton sebagai pengganti glukosa, maka kadar radikal bebas akan menurun,” jelasnya.

Kembali kepada konsep rendah karbohidrat dan tinggi lemak, Tyo menjelaskan lemak memiliki 10 persen komposisi glycerol yang bisa diubah menjadi glukosa. Lemak memiliki sifat yang sangat rendah terhadap kemungkinan pemicu insulin. Sementara karbohidrat memiliki 100 persen komposisi untuk proses metabolisme glukosa. Artinya, KF menciptakan kondisi rendah insulin yang memicu glukagon (lawan insulin) untuk lebih aktif memicu degradasi lemak untuk energi.

Persepsi manusia modern yang menganggap tidak makan, maka tidak ada energi adalah salah. Kembali ke masa lalu, dimana manusia saat itu masih belum ada makanan harus mencari dan berburu makanan. Tubuh mereka memproduksi energi untuk mencari makanan. “Berbagai penelitian sudah menjelaskan manfaat puasa bagi tubuh. Yang harus digaris bawahi adalah makanan pembukanya haruslah rendah karbo dan tinggi lemak,” ungkapnya.

Terakhir, dia mengatakan KF membawa konsep when and what to eat. Kapan harus makan dan apa yang harus dimakan. Gaya hidup KF ini ditujukan membatasi waktu makan dengan puasa dan saat makan tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat beserta turunannya seperti gula dan tepung.

“Konsep fisiologis inilah yang harus dipahami benar-benar, sehingga KF lebih aman dan menyehatkan,” tutupnya. (why)

Update