Jumat, 19 April 2024

Keberangkatan Dwi Djoko Wiwoho ke Suriah Difasilitasi oleh …

Berita Terkait

Usut Korupsi Insentif Pajak di Sidoarjo

Ratusan Tewas akibat Banjir Afghanistan-Pakistan

batampos.co.id – Sidang kasus dugaan tindak pidana terorisme dengan terdakwa mantan pejabat (BP) Batam, Dwi Djoko Wiwoho, kembali digelar di PN Jakarta Barat, Selasa (27/3). Pada saat yang sama saudara ipar Djoko Wiwoho, Iman Santosa, juga menjalani sidang dengan agenda pembelaan.

Dalam pembelaannya, di hadapan majelis hakim ia mengungkapkan penyesalannya karena mengajak keluarganya ke Suriah melalui Turki pada 2015 lalu. Meskipun akhirnya ia dan rombongan ditangkap polisi Turki dan dideportasi ke Indonesia 10 hari kemudian.

Iman menjadi perantara antara Dwi Djoko Wiwoho dengan anggota Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), Abu Hud. Ia kenal anggota ISIS asal Afrika Selatan itu dari media sosial.

Menurut Iman, Abu Hud mengajaknya bergabung dengan ISIS karena akan mendapatkan banyak keuntungan. Mulai dari kesejahteraan, kehidupan yang lebih layak, pendidikan tinggi, dan dekat dengan surga jika ikut berjihad.

Mendengar jawaban itu, hakim hanya geleng-geleng kepala, lantar bertanya.

“Saudara lulusan apa?” tanya hakim.

Iman pun menjawab ia lulusan D3 dan memiliki perusahaan di bidang telekomunikasi dan informatika.

Hakim makin heran dan menyebutkan bahwa pemikiran terdakwa sangat dangkal.

“Nalar saudara kok sependek itu? Padahal lulusan D3. Sudah mapan di Jakarta. Kurang enak apa bisa hidup dan diterima kembali di Indonesia?” tanya hakim geram.

“Karena itulah saya menyesal,” kata Iman.

Hakim pun berharap ia menyesali perbuatannya dari hati dan jangan mengulangi lagi. Menurut hakim, sidang digelar agar terdakwa mempertanggung jawabkan sekaligus juga memberi pembelajaran supaya terdakwa sampaikan kepada rekan-rekannya di penjara bahwa janji-janji teroris itu tidak ada yang benar.

“Anda muslim kan? Bertindaklah layaknya muslim yang taat,” pinta hakim.

Hakim pun akan melanjutkan sidang tuntutan pada Iman, Selasa 3 April mendatang.

“Silakan saudara menunjuk saksi yang bisa meringankan hukuman bagi saudara,” tutupnya.

Djoko Wiwoho berbisik kepada pengacaranya | chahaya / batampos

Nah, pada sidang ketiga Dwi Djoko Wiwoho, kembali digelar di PN Jakarta Barat, Selasa (27/3/2018) menghadirkan saksi dari Kantor Imigrasi Jakarta Selatan, Ahmad Julianto.

Saksi dihadirkan terkait pembuatan paspor ibu mertua Dwi Djoko, Nani Marliani, dan dua saudara iparnya, Intan Permanasari dan Sita Komala. Paspor mertua dan dua saudara ipar Djoko itu dibuat di Imigrasi Jakarta Selatan.

“Tapi saya nggak tahu (paspor) itu digunakan untuk tindak terorisme. Imigrasi hanya memproses paspor sesuai pemenuhan persyaratan, Pak hakim,” ujar Ahmad menjawab pertanyaan hakim.

Saat mengajukan paspor itu, lanjut Ahmad, para pemohon menyebut paspor akan digunakan untuk berlibur ke Singapura. Namun ternyata, paspor tersebut digunakan untuk berangkat ke Suriah melalui Turki.

“Setelah kami lakukan pengecekan berkas, ketiga yang bersangkutan, alasannya untuk berlibur ke Singapura,” jelas Ahmad.

Ahmad juga mengaku tidka tahu jika Nani Marliani, Intan Permanasari, dan Sita Komalaia memiliki hubungan keluarga dengan Djoko Wiwoho.

“Saya juga nggak tahu, Pak hakim. Saya hanya dipanggil sebagai saksi,” ungkapnya.

Mendengar keterangan saksi Ahmad, ketua majelis hakim Heri Soemanto geram. Ia menilai saksi yang didatangkan kali ini tidak relevan terhadap terdakwa.

Karenanya, Heri meminta kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menghadirkan saksi yang relevan dalam sidang-sidang berikutnya.

“Ini dari tadi kita tanya hubungan saksi dengan terdakwa jawabannya tak tahu. Kan sayang waktu sia-sia mempertanyakan hal yang nggak berhubungan,” jelas Heri.

Menanggapi hal ini, JPU Jaya Siahaan mengatakan saksi dari Imigrasi Jakarta Selatan dihadirkan karena paspor mertua dan dua saudara ipar Djoko dibuat dan diterbitkan di sana. Tak hanya itu, proses pengurusan dan biaya pembuatan paspor ditanggung oleh Djoko.

“Hubungannya, biaya pembuatan paspor tersebut dibiayai oleh terdakwa sendiri, yang mulia,” ujar Jaya.

Hakim anggota, Zahir, menanggapi alasan JPU tetap kurnag relevan. Sebab pihak saksi tidak mengetahui sumber dana yang digunakan untuk mengurus paspor tersebut.

“Jadi, tolong lain kali seleksi saksi-saksi untuk terdakwa ini,” ujar Zahir.

Dijumpai usai sidang, JPU Jaya menyebutkan, alasan mereka mendatangkan saksi dari imigrasi karena hal itu dianggap perlu. Sebab selain mengurus dan membiayai pembuatan paspor mertua dan kedua iparnya, Djoko juga disebut membiayai keberangkatan ketiganya ke Suriah.

Menurutnya, keterangan saksi yang menyebut alasan pembuatan paspor akan menjadi pertimbangan tersendiri dalam sidang berikutnya. Sebab dalam permohonan disebut akan digunakan ke Singapura, namun nyatanya paspor tersebu dipakai untuk berangkat ke Suriah.

Dalam persidangan ketiga kemarin, Djoko Wiwoho datang dengan mengenakan kemeja kotak abu-abu didampingi pengacaranya Asludin Hadjani. Seperti sidang-sidang sebelumnya, ia tidak banyak bicara.

Usai sidang, Djoko langsung menuju pintu dan keluar ke arah anggota Tim Gegana dan Densus 88 yang mendampinginya. Namun ia kembali dipanggil kuasa hukumnya, Ashludin untuk menemui perempuan setengah baya yang datang mengenakan hijab dan gaun berwarna merah.

Djoko langsung menyalami dan memeluk perempuan tersebut yang tak lain adalah tantenya sendiri. Tantenya tersebut datang memberikan bingkisan yang dibungkus plastik berwarna hijau ke Djoko, lantas berlalu pergi. Sementara Djoko kembali ke ruang tahanan.

Sebelumnya, persidangan Djoko menghadirkan tiga saksi dari Batam. Yakni rekan kerjanya di BP Batam, Ketua RT Seiharapan-Sekupang, dan pihak Imigrasi Batam.

Di persidangan sebelumnya juga terungkap, Djoko berangkat ke Suriah. Di sana, ia menggunakan nama Abu Bakar atau Abu Khonsah. Ia didakwa melakukan tindak pidana terorisme. Dalam persidangan ketiga kemarin, ia menerima semua keterangan saksi tanpa bantahan. (cha)

 

Update