Kamis, 28 Maret 2024

KPK Tegaskan Masih Proses Kasus Century

Berita Terkait

batampos.co.id – Desakan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindaklanjuti putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) terkait praperadilan kasus bailout Bank Century semakin kuat. Rabu (12/4) Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendatangi Gedung Merah Putih. Dia datang bersama anak dan isteri Budi Mulya, Anne Mulya juga Nadia Mulya.

Boyamin menjelaskan, kedatangannya bersama keluarga Budi Mulya tidak lain untuk menyampaikan surat permintaan agar KPK segera menindaklanjuti putusan PN Jaksel bernomor 4/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel tersebut. ”Saya ke sini menyampaikan surat permintaan untuk dilaksanakan putusan itu,” ungkap dia kemarin.

Tujuannya tidak lain supaya kasus bailout Bank Century yang lama tidak terdengar perkembangannya dituntaskan oleh lembaga antirasuah.

Berdasar putusan Budi Mulya, Boyamin yakin betul bukan hanya satu orang yang seharusnya dipidana dalam kasus bailout Bank Century. Sebab, sejak awal KPK menyebut bahwa mantan deputi gubernur Bank Indonesia (BI) itu melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan pihak lain. ”Mestinya minimal ada dua orang. Ternyata satu orang,” kata dia. Karena itu, dirinya mempertanyakan pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.

Dengan sejumlah barang bukti, saksi-saksi, berbagai dokumen, serta putusan Budi Mulya, sambung Boyamin, seharusnya KPK bisa memproses nama-nama lain yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. Apalagi setelah PN Jaksel membacakan putusan praperadilan yang dia ajukan. ”Mestinya (KPK) langsung jalan. Sehari, dua hari. Itu tinggal membuat sprindik dan penetapan tersangka baru,” bebernya.

Meski KPK tidak boleh gegabah dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka, Boyamin menilai tidak seharusnya lembaga super bodi itu merespons putusan PN Jaksel dengan pernyataan yang dia nilai janggal. ”Kalau sekarang masih mempelajari lagi, itu namanya bodoh,” ucap dia. ”Dan terus terang saja kok saya kaget. Kok KPK sekarang seperti itu ya. Itu jawaban bodoh,” ujarnya menegaskan.

Di luar praperadilan yang dia ajukan, Boyamin mengakui bahwa dirinya juga mencium keanehan lain dalam penanganan kasus bailout Bank Century. Menurut dia hanya dua hal yang bisa menghambat proses penegakan hukum. ”Keuangan atau kekuasaan. Kalau keuangan tidak mungkin lah. Berarti kekuasaan,” jelasnya. Keterangan itu dia sampaikan bukan sekedar dugaan. Melainkan tuduhan lantaran perkembangan kasus itu lambat.

Lantaran ingin cepat ditindaklanjuti oleh KPK, Boyamin mematok batas waktu sampai tiga bulan ke depan. ”Kalau tiga bulan belum (ditindaklanjuti). Nanti mungkin saya mengambil opsi praperadilan lagi dengan ganti rugi,” imbuhnya. Soal polemik putusan yang dia minta cepat ditindaklanjuti oleh KPK, dia yakin betul putusan itu tidak melewati batas atau koridor. Sebab, dasarnya adalah pekerjaan yang sudah dilakukan KPK sebelumnya.

Dalam kesempatan kemarin, Boyamin turut membandingkan penanganan kasus bailout Bank Century dengan kasus e-KTP. Menurut dia, kasus e-KTP diproses cepat oleh KPK. Sedangkan kasus bailoutBank Century sangat lambat prosesnya. ”KPK ngomongdalam hal (kasus bailoutBank) Century masih berjalan, masih mengkaji, masih mendalami. Tapi, kok tiga tahun cuma begitu saja,” keluhnya.

Sementara itu, Nadia Mulya menyebutkan bahwa keluarganya merasa Budi Mulya menjadi korban dalam kasus bailout Bank Century. ”Bapak saya dikorbankan,” ungkap perempuan yang akrab dipanggil Nadia tersebut. Lebih dari itu, dia meras hukuman yang ditimpakan kepada ayahnya tidak adil.

”Bapak saya mendapat hukuman yang menurut saya kejam untuk seseorang yang tidak terlibat dalam pengambilan keputusan,” tambahnya.

Karena itu, Nadia meminta keadilan untuk keluarganya.

ilustrasi

”Jadi, kalau mau bilang kasus Century itu tidak bisa hanya Budi Mulya seorang,” tegas finalis Puteri Indonesia 2004 tersebut. Karena itu, dia merasa putusan PN Jaksel terkait kasus yang menjerat ayahnya menjadi momentum bagi KPK untuk menyelesaikan pekerjaan. ”Kalau demi keadilan memang harus ditetapkan tersangka baru, harus ada pengadilan lagi, dan so be it,” imbuhnya.

Di sela wawancara dengan awak media kemarin, Nadia juga kembali menceritakan pertemuan antara ayahnya dengan Boediono di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Sukamiskin dua tahun lalu. Dalam pertemuan yang turut disaksikan olehnya, sambung Nadia, Boediono memang tidak banyak bicara. Selain meminta maaf, mantan wakil presiden (wapres) itu sempat mengusulkan agar Budi Mulya menggiring opini media.

Berdasar keterangan Nadia, memang tidak ada intervensi dari Boediono saat itu. Hanya saja, dia dan ayahnya merasa heran dengan kedatangan mantan gubernur BI tersebut. ”Saat itu beliau (Boediono) mengatakan, oke bagaimana kalau kita menggiring opini media untuk mengatakan ini adalah kebijakan yang tak dapat dipidanakan,” terang ibu tiga anak itu. Namun demikian, tidak pernah ada kesepakatan apapun dari pertemuan tersebut.

Hanya saja, sampai saat ini Nadia dan keluarganya masih bertanya-tanya. Sebab, mereka yakin Boediono tahu banyak hal berkaitan dengan kasus bailoutBank Century. ”Banyak sekali kejanggalan-kejanggalan,” ucap dia. ”Bahwa bapak saya dalam melaksanakan tugasnya sebagai deputi bidang moneter (BI), dialah yang ditumbalkan sebagai satu-satunya orang yang harus menjalani hukuman yang sangat berat ini,” kata dia tegas.

Menanggapi kedatangan Boyamin bersama keluarga Budi Mulya kemarin, Juru Bicara (Jubir) KPK Febri Diansyah menjelaskan, instansinya tidak pernah menghentikan penanganan perkara kasus bailout Bank Century. Berkaitan dengan putusan praperadilan yang diketuk PN Jaksel, sampai saat ini KPK masih memelajarinya. Dia pun meyakinkan, instansinya segera menyelesaikan analisis putusan tersebut dan mengambil kesimpulan.

Untuk kelanjutan penanganan perkaranya Febri mengakui bahwa sejauh ini instansinya masih mendalami banyak hal. Yang pasti, ada atau tidak ada putusan tersebut, kata dia, penanganan perkara kasus bailout Bank Century terus berjalan. Instansinya harus sangat hati-hati lantaran penetapan tersangka tidak dilakukan sembarangan. ”Penetapan tersangka itu baru bisa dilakukan (apabila ada) bukti permulaan yang cukup,” imbuh Febri.

Sementara itu, pakar hukum pidana TPPU Universitas Trisakti Yenti Ganarsih menilai putusan PN Jakarta Selatan tidak tepat. ”Putusan kok harus mentersangkakan. Tidak bisa lah,” kata dia saat menjadi pembicara dalam diskusi di Media Center DPR kemarin. Menurut dia, menetapkan tersangka merupakan kewenangan penyidik, bukan kewenangan hakim.

Jika KPK tidak punya dua alat bukti, bagaimana lembaga yang dipimpin Agus Rahardjo itu menetapkan seseorang menjadi tersangka. Dia mengatakan, tidak mempunyai alat bukti itu bisa saja karena KPK tidak melakukan pengumpulan atau belum menemukan alat bukti.Menurutnya, KPK bisa mengambil semangat dari putusan itu dalam menuntaskan kasus tersebut.

Jadi, komisi antirasuah didorong untuk mengusut tuntas perkara yang sudah lama mandek itu. Tapi, kata dia, KPK tidak boleh mentersangkakan orang karena perintah hakim. “KPK menetapkan orang sebagai tersangka karena mempunyai dua alat bukti, bukan perintah hakim,” tegas dia.KPK harus bergerak cepat menyelesaikan kasus bailoutBank Century yang sudah tiga tahun berhenti sejak Budi Mulya divonis bersalah.

Dia juga mengkritik KPK yang selama ini menyebutkan nama-nama dalam surat dakwaan, tapi status mereka tidak jelas. Jika disebutkan, seharusnya mereka sudah tersangka. “Mereka baru jadi saksi,” ucapnya.Misalnya, kasus e-KTP. Dalam surat dakwaan, komisi tersebut menyebutkan banyak nama, tapi sampai sekarang tidak jelas status mereka.

Menurut dia, KPK tidak boleh seperti itu. Jika mereka dianggap melakukan tindak pidana bersama-sama, alat buktinya harus cukup. Kalau alat bukti tidak cukup, nama mereka harus dipisah.Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon mengatakan, PN Jaksel tidak ada bedanya  dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang dengan gampangnya meminta seseorang dijadikan tersangka. “Putusan ini merusak,” ucap dia.

Menurut dia, putusan tersebut cacat hukum. Kalau cacat bagaimana bisa dilaksanakan. Seharusnya hukum itu memperbaiki yang cacat, tapi hukumnya sendiri malah yang cacat.Terpisah, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai putusan PN Jaksel terkait kasus Century harus menjadi momentum baru penegakan hukum mega skandal bailout itu.

Fahri menilai KPK sudah tidak layak untuk menindaklanjuti proses penanganan hukum kasus Century. Dia justru mengusulkan lebih baik penanganan kasus skandal Bank Century itu diambil alih oleh Mabes Polri.”Saya melihat bahwa kasus Century sudah tidak layak diproses oleh KPK. Sebaiknya Mabes Polri mengambil alih kasus ini,” ujar dia.

Fahri memandang di KPK sendiri ada banyak konflik kepentingan. Hal itu nampaknya menjadi salah satu penyebab kasus Century kemudian tidak di proses oleh lembaga tersebut. Apalagi, sebelumnya ada sosok Bambang Widjojanto, mantan pimpinan KPK yang merupakan lawyer dari lembaga penjamin simpanan (LPS) yang sebenarnya bertanggungjawab dalam pencairan pinjaman dana bailoutCentury.

”Dulu saat Kabareskrimnya Susno Duadji kasus Century ini milik Mabes Polri yang sudah hampir menjangkau aktor-aktor intinya, tetapi kan kemudian dilakukan audit dan DPR mengambil alih dengan dibentuknya Pansus angket, sampai menghasilkan temuan luar biasa, yang kemudian di serahkan ke KPK,” paparnya.Fahri menilai, penanganan kasus Century oleh KPK sudah terbukti tidak berjalan.

Oleh karena itu, dirinya kembali menekankan agar penanganan kasus tersebut tidak lagi diproses oleh KPK, sebab sudah pasti tidak akan diproses. ”Karena sudah terbukti toh kasus ini yang sudah hampir 10 tahun umurnya, tapi tidak dijalankan KPK. Untuk itu selayaknya Mabes Polri mengambil alih kembali kasus ini, supaya dapat terlihat lebih terang seperti waktu Pak Susno Duajdi dulu,” katanya. (bay/lum/syn/JPG)

Update