Kamis, 25 April 2024

Kredit Konsumsi Dominan di Batam

Berita Terkait

batampos.co.id – Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kepri membenarkan saat ini banyak kredit macet (non performing loan/NPL) di sejumlah perbankan di Kepri, khususnya Batam. Bahkan, meski trennya menunjukkan penurunan, namun NPL-nya masih tinggi karena melewati ambang batas 5 persen.

Data BI menunjukkan rasio NPL berdasarkan lokasi proyek pada triwulan terakhir 2017 tercatat sebesar 5,07 persen. Lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya sebesar 5,23 persen. Tapi angkanya masih di atas 5 persen.

Jika dilihat dari kategori bank, kredit macet paling banyak terjadi di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Syariah. Sementara bank umum masih terbilang normal karena masih di bawah NPL.

NPL BPR pada triwulan II 2017 tercatat 6,37 persen. Kemudian naik di triwulan III 2017 menjadi 7,18 persen. Lalu turun sedikit di triwulan keempat 2017, menjadi 5,62 persen.

Sementara, rasio pembiayaan bermasalah atau nonperforming financing (NPF) pada perbankan syariah jauh tinggi. Pada triwulan II 2017 tercatat 17,2 persen. Triwulan III 16,8 persen, dan Triwulan IV tercatat 10,3 persen.

Sedangkan NPL bank umum pada triwulan II 2017 tercatat 2,70 persen. Triwulan III naik menjadi 3,31 persen. Triwulan IV turun sedikit menjadi 3,27 persen.

BI juga mencatat total kredit yang disalurkan perbankan di Kepri pada triwulan IV mencapai Rp 47,842 triliun. Kredit konsumsi tercatat porsinya paling besar, yakni 34,86 persen. Nilainya mencapai Rp 16,677 triliun.

“Kredit konsumsi mengalami perbaikan karena tumbuh sebesar 7,70 persen dibanding triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 6,09 persen,” kata Kepala BI Kantor Perwakilan Kepri, Gusti Raizal Eka Putera, Kamis (19/4) lalu.

Dari angka tersebut, penyaluran kredit konsumsi terbesar adalah KPR sebesar 44,22 persen dengan nilai Rp 7,374 triliun. “KPR mencatatkan pertumbuhan yang lebih baik pada triwulan IV 2017 sebesar 3,37 persen,” katanya lagi.

Namun tidak dipungkiri Gusti, Kepri yang masih menuju masa pemulihan dihadapkan pada kenyataan pelemahan ketahanan sektor rumah tangga di tengah pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2017. Hal ini tercermin dari hasil survei konsumen, dimana tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini berada di level pesimis.

“Memang ada kenaikan, tapi masih di level pesimis. Kondisi ini membuat rumah tangga cenderung menahan konsumsi dan menyimpan dananya di perbankan untuk mengantisipasi kondisi ekonomi ke depan,” jelasnya.

Seorang warga melihat rumah kosong di Tanjunguncang, Batuaji akibat kredit macet. | Dalil Harahap/Batam Pos
Restrukturisasi Kredit

Di tempat terpisah, kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Perwakilan Kepri Iwan M. Ridwan mengatakan tingginya angka kredit macet perumahan di Batam tidak lepas dari penggunaan fasilitas kredit. Debitur saat pengajuan kredit terlalu memaksakan dengan plafon tinggi, sehingga ketika usahanya mulai menurun menjadi tertekan sehingga sulit mencari jalan keluar.

Namun, penyelamatan kredit macet bisa dilakukan lewat jalur negosiasi. Sikap kooperatif debitur pada kreditur bank yang bersangkutan merupakan modal utama guna menyelesaikan kredit macet tersebut.

“Negosiasi bisa dilakukan. Kembali lagi kepada debiturnya. Apakah memiliki iktikat yang baik menyelesaikan atau tidak,” kata Iwan, Kamis (19/4).

Diakuinya, ketika mengalami usaha atau bisnis yang menurun, beban untuk menyelesaikan kredit perbankan tentu makin berat. Maka sebaiknya segera berkoordinasi dengan pihak perbankan. Di situ ada negosiasi, baik lewat restrukrisasi atau perubahan sebagian atau seluruh persyaratan kredit.

Restrukturisasi meliputi perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu (plafon kredit) atau persyaratan lainnya. Di sini bank bisa mengubah struktur kreditnya. “Katakanlah dari kredit berjangka menjadi kredit angsuran dengan besarannya disesuaikan dengan kemampuan nasabah,” katanya.

Sepanjang masih ada komunikasi yang baik, Iwan yakin negosiasi bila dilakukan dan kredit macet bisa dicegah. Tapi jika komunikasi terputus dan dipanggil kreditur (bank) tak pernah hadir, di situ sisi repotnya.

Ia menambahkan, sekarang ini permasalahannya bukan bank merugikan nasabah. Bank juga punya tanggungjawab pada nasabah mereka. Namun di sisi lain, kreditur menuntut dapat kredit, sementara fungsinya intermediasi.

“Bayangkan saja punya tabungan tidak dibayar bank. Terus dijawab oleh pihak bank, bank gunakan uang tabungan nasabah untuk kredit perumahan. Marah gak nasabah lain, jelas akan menuntut hak mereka,” jelas Iwan.

Terkait kredit macet ini, ia mengakui ada masyarakat yang melapor ke OJK. Terutama minta kejelasan dan sekaligus cara untuk menyelesaikan.

“Sebenarnya tergantung kedua belah pihak. Kalau dari sisi perlindungan konsumen kami akan mengklarifikasi, kalau ada hal yang menyimpang kita sampaikan langsung ke pihak bank. Karena di Batam selain BPR, rata-rata kantor cabang, kita sampaikan ke kantor induknya,” jelasnya.

Selain itu, pihaknya mengaku akan terus memantau kredit macet perbankan di Kepri khususnya Batam. Salah satu caranya meminta perbankan menekan angka kredit macet itu. Pemberian kredit harus menerapkan prinsip kehati-hatian serta menurunkan rasio pembiayaan bermasalah.

“Harus ada upaya menurunkan Rasio Non-Performing Loans. Ini paling penting,” jelasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, ada ratusan kredit properti di sejumlah bank yang macet sehingga terpaksa disita bank. Salah satunya di BTN yang memang paling besar menyalurkan kredit kepemilikan rumah (KPR) ke masyarakat. Ironisnya, ketika properti yang disita itu masuk ke pelelangan, baik di tingkat bank, maupun melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), pembelinya sepi, sehingga terpaksa lelang ulang. Di saat bersamaan, banyak properti yang di sita bank itu kondisi fisiknya sudah rusak, sehingga nilai jualnya makin menurun.

Kondisi tersebut terjadi tak terlepas dari ekonomi Kepri, khususnya Batam yang merosot tajam dua tahun terakhir dan belum puluh hingga saat ini.

*Optimis Membaik
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Batam Achya Arfan masih yakin bisnis properti akan membaik. Ditandai dengan proses transaksi yang akan meningkat pesat.

Achyar menyebutkan, di antara faktor utama penyebab meningkatnya transaksi properti adalah pemangkasan syarat IPH oleh BP Batam. Dari yang sebelumnya 17 syarat menjadi hanya empat syarat.

“IPH sudah dipangkas syaratnya, maka transaksi properti akan berjalan lancar dan setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPTHB) akan lancar juga,” paparnya.

Ia menyebutkan, semua pihak harus komitmen mendukung dan mendorong bangkitnya sektor properti, khususnya di Batam. Sebab jika industri properti tumbuh positif, maka akan ada 174 industri pendukung lainnya yang juga akan ikut bergerak.

“Selama manusia terus bertambah, maka kebutuhan akan rumah akan terus selalu ada,” katanya.(leo/rng/nur)

Update