Rabu, 24 April 2024

Lagi, Ribuan Warga Myanmar Mengungsi

Berita Terkait

Ribuan warga Myanmar meninggalkan pertempuran baru antara tentara dan pemberontak etnis Kachin (BBC)

batampos.co.id – Ribuan warga Myanmar kembali mengungsi.

Mereka meninggalkan pertempuran baru antara tentara dan pemberontak etnis Kachin di provinsi paling utara Myanmar yang berbatasan dengan Tiongkok.

Dilansir dari BBC pada Minggu, (29/4), sekitar 4.000 orang telah terusir dari rumah mereka sejak awal April. Ini menurut laporan PBB.

Sebenarnya konflik sudah berlangsung lama antara Kachin Independence Organisation (KIO) dan pasukan Pemerintah Myanmar. Selain ribuan orang yang mengungsi, ada kekhawatiran banyak orang tetap terperangkap di daerah-daerah yang dilanda konflik, dekat perbatasan dengan Tiongkok.

“Perhatian terbesar kami adalah untuk keselamatan warga sipil, perempuan hamil, orang tua, anak-anak kecil dan orang-orang cacat,” ujar kepala Kantor PBB untuk Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) Mark Cutts.

Kachin, yang warganya kebanyakan Kristen, telah berjuang untuk otonomi yang lebih besar di negara yang mayoritas beragama Buddha ini sejak tahun 1961. Di seberang Kachin dan negara bagian Shan utara, diperkirakan 120.000 orang terlantar akibat pertempuran.

Menurut wartawan BBC di Asia Selatan, Jonathan Head, Pemerintah Myanmar selama enam tahun terakhir mengejar perjanjian damai dengan banyak tentara pemberontak etnis lainnya. Namun pertempuran dengan KIO yang relatif bersenjata terus berlanjut.

Mereka tetap menjadi salah satu kelompok pemberontak yang paling kuat. Pertempuran sporadis telah terjadi sejak gencatan senjata mogok antara KIO dan militer pada tahun 2011.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan, tentara telah meningkatkan kampanyenya. Sementara perhatian global terfokus pada krisis Rohingya.

Sebanyak 700.000 orang Rohingya mengungsi ke Bangladesh. Dalam laporan bulan lalu, Pemimpin De Facto Myanmar Aung San Suu Kyi telah dikritik karena gagal mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia. Selain itu ia juga dinilai membatasi akses ke bantuan ke Myanmar.

(ina/trz/JPC)

Update