Jumat, 29 Maret 2024

Kisah Korban Kecelakaan Kerja

Berita Terkait

Ilustrasi pekerja galangan kapal.
foto: dalil harahap / batampos

batampos.co.id – Ini kisah tentang korban kecelakaan kerja yang tidak diperhatikan oleh pihak perusahaan…

Sebuah mobil sedan hitam melaju kencang di jalan masuk kaveling Baru, Kelurahan Seilangkai Sagulung, Kamis (3/5/208) sore. Laju mobil tersebut berhenti di depan sebuah rumah berlantai dua blok G RT02/RW 11.

Dari pintu depan mobil keluar seorang perempuan muda dengan langkah terburu-buru. Perempuan itu langsung membuka bagasi belakang mobil. Dari dalam bagasi itu perempuan itu mengambil sebuah tongkat besi yang dirancang untuk orang cacat. Diapun kembali menuju ke jok tengah mobil.

Masih dengan gerakan cepat wanita itu membuka pintu belakang mobil tadi. Dari jok belakang mobil itu duduk seorang pria dengan wajah yang penuh dengan bekas luka hingga ke bagian leher.

Wanita tadi lantas membopong pria yang berada di jok belakang keluar mobil sambil menyerahkan tongkat yang sudah ambil tadi. Pria yang tak bisa berjalan normal itu dituntun secara perlahan oleh wanita tadi ke teras rumah.

“Beginilah Mas rutinitas saya setiap hari. Tak bisa jalan normal dia makanya harus dipapah,” ujar wanita tadi kepada Batam Pos.

Wanita itu adalah Evi, isteri dari Weli pria yang dibopongnya tadi. Sudah lima bulan belakangan ini Evi harus repot mengurus Weli yang mengidap penyakit kanker ganas pada rongga hidungnya.

“Hampir setiap hari harus antar dia berobat. Kalau tak kerumah sakit, kami ke pengobatan alternatif,” ujar Evi.

Weli divonis kanker hidung semenjak dia masih bekerja sebagai teknisi di salah satu perusahaan galangan kapal ternama di Tanjunguncang yang masih eksis hingga saat ini. Pekerjaannya yang sering berhadapan dengan serbuk semen diduga menjadi pemicu kanker pada rongga hidungnya itu.

“Sebenarnya sudah lama saya rasa sakit pada rongga hidung, cuman baru tahu kanker lima bulan yang lalu saat saya periksa ke dokter,” ujar Weli.

Saat tahu sakitnya sudah kronis, Weli langsung memutuskan untuk rawat inap di salah satu rumah sakit swasta di Batam.

“Disuruh dokter harus operasi. Biayanya diatas Rp100 juta,” kata Weli.

Weli yang masih memiliki sedikit tabungan tidak punya pilihan lain. Meskipun kekurangan dana dia tetap menjalani operasi dengan harapan ada bantuan dari pihak perusahaan. Namun harapnnya itu meleset, sebab pihak perusahaan tak mau tahu dengan penyakitnya itu.

“Jangankan bantu Mas, datang tengok saja tak ada,” ujarnya.

Untuk menebus biaya operasi itu Weli harus meminta bantuan kepada kerabat dan keluarganya termasuk uluran tangan dari sejumlah komunitas keagamaan di Batam.

“Sampai sekarang Pak tak ada bantuan dari perusahaan. Cuman hak-hak saya sebagai mantan pekerja saja yang dikasih,” ujarnya.

Penderitaan Weli akibat serbuk kimia dari tempat kerjanya itu belum berakhir. Setelah dioperasi, Weli masih harus menjalani pengobatan lanjutan termasuk ke salah satu rumah sakit ternama di Malaysia.

“Sudah habis-habisan kami ini. Bagaimana lagi, saya tak bisa begini saja. Setiap minggu harus kontrol ke rumah sakit. Kadang ke Malaysia,”tuturnya. (eja)

Update