Jumat, 29 Maret 2024

456 Pengungsi Tinggal di Bintan

Berita Terkait

Petugas IOM mendata pengungsi yang dipindahkan dari Rudenim Tanjungpinang ke Hotel Hermes, Bintan, Senin (29/1). F. Slamet Nofasusanto/batampos.co.id

batampos.co.id – Coordinator for Northern Region International Organization for Migration (IOM), Pierre King mengatakan dari 14 ribu pengungsi yang tersebar di Indonesia, ada 456 orang yang tinggal di Bintan. Tepatnya di Badra Hotel di Jalan Raya Kawal, Kecamatan Toapaya, Kabupaten Bintan.

Diakui Pierre, sebagian besar pengungsi berasal dari Afganistan dan cukup lama di Indonesia. Bahkan menyebar di beberapa kota seperti Batam, Tanjungpinang, Medan, dan Jakarta. Ada juga dari Sudan, Yaman, Iran, dan Somalia.

Pierre juga belum tahu sampai kapan mereka berada di Indonesia, sebab masih me-nunggu kepastian negara ketiga yang bersedia menerima mereka. Namun, negara ketiga mulai membatasi jumlah pengungsi. Hal ini menjadi polemik ter­sendiri bagi semua pihak, ter­masuk IOM.

Oleh karenanya, IOM sebagai lembaga yang mengurusi pengungsi berupaya pengungsi mau pulang ke negaranya secara sukarela. “Sekarang program kami memberikan pemahaman ke­pada pengungsi supaya mereka mau pulang secara sukarela, nanti IOM siap membantu kebutuhan dan biaya kepulangan mereka ke negara asalnya,” jelas Pierre di kantornya di Jalan Peralatan Km 7, Tanjungpinang, Rabu (23/5).

Yang bisa dilakukan IOM saat ini melakukan sosialisasi ke pengungsi tentang adat budaya masyarakat setempat termasuk norma-norma yang boleh dan tidak boleh dilakukan. IOM juga membuatkan program untuk pengungsi yang melibatkan masyarakat.

Hanya saja, kesan pengungsi menjadi buruk akibat per­ilaku salah seorang pengungsi bernama Abdul Hakim Faizi yang terjaring razia kepolisian kedapatan sekamar bersama wanita pribumi di penginapan di Kijang, belum lama ini. Karena kebebasan keluar dari penampungan yang diberikan selama bulan Ramadan sampai sekitar pukul 22.00 WIB justru disalahgunakan.

Peristiwa itu membuatnya kesal. Sebab pandangan masyarakat terhadap pengungsi yang berada di Badra Hotel menjadi buruk. “Saya tidak kenal orangnya tapi dia sudah diberikan sanksi, dikurung di Rudenim. Tapi rasanya ingin menghajar. Karena kesalahan satu orang saja, semua terkena dampak buruknya,” ujarnya.

Pierre juga berharap kejadian ini menjadi pembelajaran bagi pengungsi lainnya untuk tidak melakukan perilaku yang buruk yang bisa berdampak buruk bagi yang lainnya.
Terakhir Pierre berterima kasih kepada pemerintah Indonesia yang peduli terhadap pengungsi dengan dikeluarkannya Perpres Nomor 125 tahun 2016. “Pemerintah Indonesia sangat bijak melihat permasalahan ini, lebih ke sisi kemanusiaannya,” pungkasnya.(met)

Update