Rabu, 24 April 2024

Pemko Batam Tegaskan Fasilitas FTZ Tidak Hilang, Pihak Lain Bilang …

Berita Terkait

batampos.co.id – Rencana penerapan sistem Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Batam sudah pernah digaungkan pada 2015. Namun sejak saat itu pula, sejumlah pihak menentangnya karena KEK dinilai tidak cocok diberlakukan di Batam.

Mantan Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam Mustofa Widjaja mengatakan, tahun 2015 lalu Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perkonomian) pernah mewacanakan akan mengganti Free Trade Zone (FTZ) Batam dengan KEK. Bahkan Kemenko Perekonomian telah menyiapkan transformasi FTZ ke KEK.

“Namun kami saat itu mengatakan KEK tak cocok di Batam,” kata Mustofa Widjaja belum lama ini.

Bukan asal menolak, Mustofa mengatakan saat itu pihaknya telah menggelar beberapa kali kajian. Kajian pertama BP Batam di era Mustofa dilakukan bersama Institute for Development of Economics and Finance (INDEF). Dan hasilnya adalah FTZ masih cocok di Batam.

FTZ memang memiliki banyak kekurangan. Makanya Mustofa dan para deputinya saat itu berupaya mendorong fasilitas-fasilitas tambahan agar diberikan ke FTZ Batam.

“Keluarnya bisa lewat Peraturan Pemerintah (PP). Karena kalau merevisi Undang-Undang bisa terlalu lama,” jelasnya.

Mantan Deputi Bidang Pengusahaan Sarana Usaha BP Batam Istono mengatakan, INDEF juga merekomendasikan agar pemerintah menguatkan struktur kelembagaan dan menambah insentif FTZ.

“Ini yang dulu sempat dikenal sebagai FTZ Plus Plus. Insentif yang ada di dalam KEK itu ditambahkan ke dalam FTZ. Jadi bukan mengubah Batam menjadi KEK Enclave. Jadi tak rumit mengubah peraturan,” paparnya.

Struktur kelembagaan KEK dinilai tidak efisien. Dalam KEK ada Administrator KEK, Dewan Kawasan, Dewan Nasional KEK, hingga kepada Presiden sebagai pengambil keputusan tertinggi.

Dalam struktur tersebut, Administrator KEK tidak berperan sebagai pengambil keputusan. Sehingga jika ada masalah yang ditemui di lapangan, tak bisa diselesaikan pada tataran administrator KEK.

Butuh birokrasi yang panjang hingga mencapai jajaran pengambil keputusan.

“Padahal semangatnya, investasi harus dilayani dengan optimal dengan birokrasi yang efisien,” ujarnya.

Ketua tim FTZ Plus Plus Soerya Respationo mengatakan, selama FTZ diterapkan sudah banyak memberikan kontribusi terhadap perkonomian di Batam. Termasuk alasan beberapa investor yang ingin menananamkan modalnya di Batam.

“Seperti yang sudah saya sampaikan beberapa waktu lalu, FTZ umurnya 70 tahun, tetapi saat ini baru sekitar 13 tahun. Padahal kepastian hukum sangat penting bagi investor,” katanya.

Soerya berharap pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, Pemko Batam, BP Batam dan DPRD Kepri, DPRD Kota Batam, pengusaha dan tokoh masyarakat duduk bersama membahas ini. Mencari formula yang terbaik untuk kemajuan Batam.

“Kita harus melepaskan ego sektoral. Mari duduk bersama mencari yang terbaik untuk Batam. Tentunya yang berorientasi untuk kesejahteraan masyarakat,” katanya.

Buruh pelabuhan Batumapr membongkar barang dari kapal. Pelabuhan mahkobar ini paling sibuk di Batam. F Dalil Harahap/Batam Pos
Pemko Dukung KEK

Sementara Pemerintah Kota Batam tetap konsisten mengikuti arahan Presiden RI Joko Widodo untuk menjadikan Batam sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

“KEK itu arahan Presiden. Kalau Presiden sudah bicara, tentu sudah komprehensif pemikirannya,” kata Anggota Tim Teknis Dewan Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas (KPBPB) Batam, Wan Darussalam di ruang kerjanya, Kamis (24/5).

Wan mengatakan, KEK bisa menjadi solusi atas tiga permasalahan yang dihadapi Batam selama ini. Menurutnya, dengan KEK, dualisme antara Pemko dengan Badan Pengusahaan (BP) Batam bisa tuntas.

Selain itu, KEK juga membuat pembagian wilayah kerja antara Pemko dan BP Batam menjadi jelas.

“Ketiga, ada kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha. Jelas ke mana dia berurusan. Jika di KEK, berurusan dengan BP Batam. Kalau di luar KEK, ke Pemko Batam,” tuturnya.

Artinya, sambung Wan, seluruh kewenangan Pemko Batam pun akan dilimpahkan ke BP Batam apabila urusan dilakukan di wilayah KEK. Termasuk berbagai perizinan yang saat ini dikeluarkan Pemko Batam.

“Pak Wali Kota pun siap melimpahkan itu. Kalau sudah dibagi wilayah kerjanya. Misal IMB, untuk wilayah KEK diurus ke BP Batam, biar satu pintu,” kata dia.

Wan menjelaskan bahwa wilayah di luar KEK nantinya tetap mendapatkan fasilitas Free Trade Zone (FTZ), seperti bebas PPn dan PPnBM. Sehingga masyarakat dan dunia usaha di luar KEK tidak perlu merasa khawatir.

“Fasilitas FTZ di luar KEK sama dengan yang didapat sekarang. Pak Menko Perekonomian sudah bilang, fasilitas FTZ tidak hilang dan sama seperti sekarang. Sedangkan KEK bisa berlebih,” ujarnya.

Sekali lagi Wan menegaskan bahwa wilayah di luar KEK tetap mendapat fasilitas FTZ. Walaupun dengan dibentuknya KEK secara otomatis kawasan FTZ dihapus, sesuai Undang-undang 39/2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus.

“Kawasan FTZ hilang, tapi fasilitas FTZ tetap ada, untuk wilayah di luar KEK. Itu kan menjadi solusi yang hebat dari Presiden,” sebut Wan.

Mengganggu Kenyamanan Usaha

Pro kontra berkepanjangan soal rencana penerapan KEK di Batam dikhawatirkan akan mengganggu kenyamanan berusaha dan rencana investasi di kota industri ini. Padahal, saat ini ada beberapa calon investor dari Singapura dan Eropa yang tengah menjajaki rencana investasi di Batam.

General Manager Kawasan Industri Batamindo, Mook Soi Wah, berharap kepada pemerintah segera meredam polemik yang terjadi. Sehingga iklim investasi tidak terganggu.

“Kami berkeinginan agar Batam tetap harmonis karena investor melihat seperti itu baru cocok. Kemudian dia akan berinvestasi,” kata Mook di Hotel Radison Batam, Kamis (24/5).

Menurut Mook, situasi kondusif diperlukan karena dapat menciptakan lingkungan yang nyaman bagi para investor. “Ada dulu investor masuk, sekarang mereka sudah membuka 8 pabrik. Jadi kita harus jaga kondusivitas di Batam,” paparnya.

Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri, Ok Simatupang, mengatakan banyak investor yang berminat menanamkan modalnya di Kawasan Industri Kabil yang memang dikhususkan untuk industri minyak dan gas.

“Kabil memang diminati, tapi belum ada investasi secara fisik. Baru di tahap perizinan dan dokumen,” jelasnya.

Ia mengapresiasi langkah pemerintah yang sekarang mempermudah perizinan. Sehingga memberikan dampak bagi pertumbuhan investasi, contohnya Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi (KILK). (leo/ian/iza)

Update