Sabtu, 20 April 2024

Ongkos Industri Batam Membengkak

Berita Terkait

batampos.co.id – Terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bisa memukul industri manufaktur di Batam. Biaya produksi sejumlah perusahaan dipastikan akan melambung, terutama industri yang bergantung pada komponen bahan baku impor.

Dewan Kehormatan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri Abidin Hasibuan mengungkapkan, jika berlarut, pelemahan rupiah ini akan membuat industri di Batam merugi sebab biaya produksi akan membengkak. Seperti yang dialami perusahaan miliknya, PT Sat Nusapersada yang salah satu produknya ponsel pintar.

“Kami impor (bahan baku). Bengkak jadinya,” kata Abidin di Grand I Hotel, Batam, Rabu (4/7).

Selain itu, dalam jangka pendek, pelemahan rupiah juga akan menurunkan daya beli masyarakat. Sebab di saat yang sama, harga sejumlah kebutuhan juga dipastikan akan melambung. Ia memperkirakan, penurunan daya beli masyarakat berkisar antara 5 sampai 10 persen.

“Kalau untuk jangka panjang tak tahu kita,” ujarnya.

Ia memaparkan ada sejumlah faktor yang menyebabkan rupiah menjadi tidak stabil. Antara lain kondisi ekonomi yang belum stabil dan kenaikan suku bunga di Eropa dan Amerika. “Kenaikan suku bunga membuat para investor pasti menarik balik dana mereka,” katanya lagi.

Sedangkan Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) OK Simatupang mengatakan nilai tukar rupiah saat ini cenderung tidak stabil. “Pergerakannya tidak bisa diprediksi. Bisa dengan cepat naik, bisa juga cepat turun,” jelasnya.

Makanya gambaran kondisi ekonomi yang tepat belum bisa diberikan secara gamblang mengingat labilnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. “Namun jika pelemahannya berlangsung dalam jangka waktu panjang pasti akan sangat berpengaruh tentunya,” paparnya.

Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kepri Gusti Raizal Eka Putera mengungkapkan dampak pelemahan rupiah terhadap industri di Batam sangat bergantung kepada tipe dari sektor industrinya.

“Industri yang terkena dampak besar adalah industri yang memiliki konten impor yang besar dan ini menjadi PR kami ke depan,” tegasnya.

BI, kata Gusti, akan berupaya menjaga stabilitas rupiah dalam jangka pendek. “Kita sangat berharap gelombang ini segera mereda. Tapi Indonesia tentu harus siap-siap dengan sejumlah strategi,” katanya lagi.

Bagi sektor industri yang mengandalkan bahan baku impor, Gusti mengatakan akan sangat terpukul dengan kondisi saat ini. Sebaliknya, industri yang mengandalkan ekspor ke luar negeri akan menuai untung. Sayangnya, kondisi ekspor di Batam belum sesuai ekspektasi.

“Misalnya dalam kondisi ekspor kita besar. Tentu akan berdampak pada lebih kompetitifnya produk-produk Indonesia. Namun sekarang tidak seperti itu,” paparnya.

Berdasarkan data yang dihimpun Bank Indonesia (BI) Kepri untuk kuartal pertama 2018, ekspor luar negeri Kepri mengalami penurunan sebesar 4,59 persen. Penurunan ekspor terutama disebabkan oleh komoditas CPO dan elektronik. Pada triwulan pertama 2018, ekspor CPO turun hingga 30 persen dan elektronik berkurang hingga 2 persen.

Sedangkan ekspor untuk produk besi dan baja memang mengalami perbaikan. Namun pertumbuhannya masih mencatatkan angka sebesar 7,52 persen.

Lalu jika dilihat dari total nilai ekspor, ekspor luar negeri Kepri pada triwulan pertama 2018 mencapai 30 juta dolar Amerika. Nilainya menurun dibanding triwulan terakhir 2017 yang mencapai angka 32 juta dolar Amerika.

Sementara Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam Lukita Dinarsyah Tuwo juga mengakui pelemahan rupiah akan berdampak pada industri yang mengandalkan bahan baku impor. Tetapi produknya dijual ke pasar lokal. “Akan berdampak negatif. Harganya akan lebih mahal,” katanya.

Namun ia mengungkapkan selain industri yang berorientasi ekspor, industri pariwisata mendapatkan keuntungan ketika pelemahan rupiah terjadi.

“Dengan penguatan dolar Amerika, maka harga di Batam dianggap relatif lebih murah,” ungkapnya.

Makanya BP, kata Lukita, berupaya menggenjot pariwisata karena kemampuan bertahannya di tengah situasi ekonomi yang tidak stabil. “Karena itu sektor pariwisata ini akan terus digenjot. Pemerintah pusat juga akan mendorong adanya kredit untuk rakyat (KUR) untuk sektor pariwisata terutama untuk UKM berbasis pariwisata,” pungkasnya.

Sementara laju kurs rupiah mulai positif. Berdasarkan kurs rerensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) pada Rabu, (4/7), rupiah telah meninggalkan level Rp 14.400 per per dolar AS tepatnya Rp 14.343 per dolar AS. Sebelumnya, pada Selasa (3/7) lalu rupiah melemah hingga ke posisi Rp 14.418 per dolar AS. (leo)

Update