Sabtu, 20 April 2024

Bukan Dominasi Caleg Berduit

Berita Terkait

Era pemilu langsung saat ini menimbulkan sejumlah konsekuensi bagi para calon kepala daerah maupun calon legislatif (caleg). Di antaranya tingginya biaya politik. Namun sejumlah caleg di Batam tetap nekat maju meskipun dengan modal yang tidak banyak.

Dua pekan menjelang Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014 lalu, Aman baru mendapat persetujuan cuti dari pekerjaan. Dari pimpinan di salah satu bank swasta ternama di Batam. Aman harus cuti karena maju sebagai caleg pada Pileg yang berlangsung 9 April 2014. Segera setelah mendapatkan surat cuti, ia pun sibuk mempersiapkan diri untuk berkampanye.

Waktu yang sudah mepet membuat Aman harus pintar-pintar membagi waktu. Jangan sampai ada yang tertinggal. Kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mendatangi rumah-rumah warga, nyaris setiap hari. Mendatangi kelompok majelis taklim. Bersosialisasi dan berdiskusi dengan masyarakat.

“Saya turun ke masyarakat door to door untuk melakukan penguatan. Dua minggu sebelum pencoblosan karena baru dapat cuti,” ungkap Aman kepada Batam Pos, Kamis (12/7).

Waktu dua pekan untuk bersosialisasi dan menyampaikan gagasan kepada masyarakat sebenarnya jauh dari kata cukup. Hanya saja, Aman punya modal sosial yang sudah ditabung sejak lama. Jauh sebelum bergabung dengan PKB, Aman banyak bergabung di organisasi dan paguyuban.

Ia menceritakan, saat kuliah ia sudah aktif berorganisasi di kampus. Salah satunya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Begitu pula ketika merantau tahun 1998 dan menetap di Batam naluri berorganisasinya tidak pernah luntur. Ia menyadari dalam dirinya selalu ada dorongan untuk berkontribusi pada masyarakat. Pada lingkungan sosialnya. “Naluri itu tidak pernah hilang,” tegas alumni IKIP Surabaya ini.

Aman bergabung dengan Ikatan Dai Muda Batam tahun 2000. Maka ia semakin sering bertemu langsung dengan masyarakat Batam. Berdakwa dan bersosialisasi. Sampai suatu hari, Ahmad Dahlan, Wali Kota Batam kala itu, berkunjung ke masjid di tempat tinggal Aman. Di Perumahan Marcelia, Batam Center.

“Saya amir masjid kala itu dan memberikan sambutan. Kemudian berdialog (dengan Wali Kota). Tiba-tiba teman bisikin untuk terjun ke politik,” ungkap Aman.

Ajakan teman untuk bergabung ke partai politik kemudian disambut Aman. Ia bergabung PKB pada tahun 2012. Berselang dua tahun kemudian ia maju sebagai caleg. “Saya maju dengan modal sosial yang selama ini saya bangun. Modal interkasi dengan masyarakat, dengan teman organisasi,” lanjut pria asal Bawean, Jawa Timur, ini.

Teman-teman di organisasi dan komunitas ini malah menjadi ‘marketer’ bagi Aman saat masa kampanye. Mereka mensosialisasikan Aman kepada teman yang lain. “Jadi tidak terlalu banyak biaya (kampanye) waktu itu,” ujar dia.

Menurut Aman, biaya terbesar memang muncul ketika bersosilisasi atau kampanye. Sebab perlu membuat baliho, perlu menyiapkan biaya konsumsi ketika terjun ke masyarakat, dan akomodasi untuk diri sendiri. “Namun memang saya sama sekali tidak mengajari politik yang tidak benar. Hanya sampaikan ide dan gagasan,” katanya.

Warga melihat umbul-umbul yang dipsang oleh KPU Kota Batam di halaman kantor Lurah Tanjunguncang, Batuaji, Senin (14/5). KPU Kota Batam mensosialisasikan ke[ada masyarakat supaya mengenal partai peserta pemilu atau sadar pemilu. F Dalil Harahap/Batam Pos
Meski begitu, ketika berkampanye, tidak sedikit ada juga yang menanyakan apa yang ia akan berikan kepada masyarakat untuk memilihnya. Apakah ada uang atau barang. “Saya jawab, saya tidak dengan modal cara itu (money politic), tapi aspirasi. Saya akan kawal dan jadi riil,” ungkap Aman.

Biaya lainnya yang relatif besar kala mengikuti pemilihan legistlatif, lanjut Aman, adalah biaya saksi-saksi di tempat pemungutan suara (TPS). Seorang saksi paling tidak diberikan Rp 50 ribu-Rp 100 ribu. Itu hanya di TPS saja, belum lagi ketika penghitungan suara di tingkat kecamatan hingga di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun Aman mengakui total biasa yang dihabiskan selama proses pemilihan legislatif tidak sampai ratusan juta rupiah.

“Nominalnya saat itu hanya kisaran Rp 50 juta,” aku politisi yang pernah juga mengajar di sekolah menengah atas (SMA) ini.

Dengan nominal yang tidak sampai ratusan juta atau sampai miliaran rupiah, Aman pun akhirnya terpilih sebagai anggota DPRD Batam periode 2014-2019. Kini, setelah hampir lima tahun duduk di kursi dewan, Aman akan kembali mecalonkan diri pada Pileg 2019. Sama seperti ketika mengikuti pileg pertama kalinya, Aman lagi-lagi mengaku tidak akan menghabiskan biaya sampai miliaran rupiah.

Beberapa waktu lalu, Aman mengaku tidak mengeluarkan biaya besar untuk menjadi seorang caleg. Anggota DPRD Kota Batam ini mengaku hanya menyiapkan biaya Rp 300 juta saja. Namun kemudian ia memperkirakan biaya yang dihabiskan tidak sampai Rp 300 juta. “Palingan habis Rp 150 juta,” katanya.

Menurut dia, biaya tersebut akan digunakan nanti jika ia sudah masuk dalam DCT Pileg 2019. Sementara saat ini, Aman mengaku belum memerlukan biaya apapun. Kata Aman, saat ini pemilih sudah cerdas. Uang bukanlah alat utama untuk meraih simpati pemilih.

Pengalaman sebagai anggota dewan dan interaksi dengan masyarakat yang semakin intens menjadi modal bagi Aman. Selama menjadi anggota dewan, aku Aman, hati dan fisiknya 70 persen bersama masyarakat. Ia rajin menghadiri setiap kegiatan apapun yang digelar masyarakat. Bahkan tanpa diundang pun ia mau datang.

“Kemudian setiap reses pasti turun ke masyarakat. Mulai tingkat kecamatan sampai kota. Selalu hadiri musrenbang. Kawal aspirasi masyarakat dan berkomitmen mewujudkannya,” beber Aman.

Anggota dewan lainnya, Bommen Hutagalung juga mengungkapkan meski mengharap dukungan rakyat, ia tetap menyiapkan sejumlah dana untuk sosialisasi. Tidak banyak untuk ukuran elit politik. Hanya Rp 300 juta.

“Terbuka saja. Ngapain ditutup-tutupi. Sama rakyat tidak perlu rahasia-rahasiaan, yang penting kita ada saat mereka membutuhkan. Jangan sudah duduk, lalu lupa,” ungkap politisi PDI-Perjuangan ini ketika ditemui di ruangannya di Komisi II, kantor DPRD Batam, Jumat (13/7) lalu.

Bommen sendiri menjadi anggota DPRD melalui proses Pergantian Antar Waktu (PAW) menggantikan almarhumah Rekaveny pada Maret 2017 lalu. Seperti diketahui, pada Pemilu 2014 lalu, PDIP mendapat dua kursi dari Dapil Lubukbaja dan Batam Kota. Posisi pertama diduduki Rekaveny dengan perolehan 4.845 suara. Disusul Ganda Tiur Maritje Simorangkir dengan 2.537 suara. Keduanya duduk sebagai anggota DPRD Kota Batam periode 2014-2019.

Warga melihat papan pengumand i Kantor KPU Kota Batam di Sekupang, Kamis (5/7). F Dalil Harahap/Batam Pos

Namun Rekaveny meninggal, sehingga posisinya digantikan oleh Bommen di Komisi II DPRD Kota yang membidangi ekonomi dan keuangan. Setelah lebih dari satu tahun menduduki kursi dewan, Bommen ingin kembali mencalonkan diri pada Pileg 2019 mendatang.

“Pemilihan legislatif 2019 mendatang, saya mencalonkan kembali dari Dapil serupa, yakni Dapil Lubukbaja dan Batam Kota,” jelas Bommen.

Ayah dari Tomuli Hutagalung ini mengaku, ia terjun ke politik sejak 1998 lalu, bergabung dengan PDI-P hingga sekarang. “Tidak akan pernah ganti partai. Sudah seperti keluarga sendiri. Satu kesatuan yang didasari keakraban,” ungkapnya.

Sama seperti Pemilu 2014 lalu, ia tetap memakai model pendekatan keakraban dan sosialisasi kepada seluruh konstituennya. “Diawali panggilan untuk melayani sebenarnya. Maju ke partai karena senang berorganisasi. Bisa menjadi wakil rakyat, berarti kita bisa masuk ke sistem untuk menjawab apa yang menjadi keluhan dan kebutuhan masyarakat saat ini,” ungkapnya.

Sebelum dan sesudah menjadi wakil rakyat, Bommen juga aktif menjadi penasihat kelompok pemuda gereja, dan juga aktif di paguyuban, serta suka bersosialisasi. Baru-baru ini, ia bertemu muka dengan kelompok pesepakbola remaja di Tanjunguma. Mereka membutuhkan seragam sepakbola. Ia pun memberikannya.

“Saking senangnya mereka, mereka tidak mau memakai seragam tersebut. Katanya nanti dipakai kalau ada pertandingan saja. Sayang kalau dipakai latihan. Waduh, saya pun mengutarakan ke mereka, ya sudah pakai itu saja untuk latihan, nanti untuk pertandingan saya belikan lagi saja. Ini utang saya ke mereka yang akan segera saya lunasi. Anak-anak remaja itu sangat bahagia, saya pun bahagia bisa berbagi berkat terhadap sesama,” beber suami dari Erida Tampubolon ini.

Ketika mendengarkan aspirasi rakyat, Bommen mengaku tidak pandang bulu. “Bukan berarti karena mereka belum mempunyai hak pilih, lantas saya tak mau bantu. Yang punya hak pilih saya mau bantu biar nanti saya dipilih di pemilihan selanjutnya. Bukan seperti itu. Namanya wakil rakyat, ya tidak memandang toh, semua rakyat harus diayomi,” jelasnya.

Nekat mengandalkan jaringan, bukan berarti tanppa materi untuk dikeluarkan. Bommen menyebutkan saat mencalonkan kembali ini, partainya tidak meminta biaya mahar. “Tidak pernah ada seperti itu. Tapi biaya gotong royong untuk kampanye, ya kita masing-masing caleg ada. Itu pun tidak ada paksaan dari romo. Seadanya saja,” ujarnya.

“Ini tidak ada mengandalkan uang, tapi demikian, pasti ada cost-lah yang keluar. Saya ketemu konstituen harus ada biaya minum bersama kala ada sosialisasi kan,” lanjutnya.

Saat ini, Bommen sendiri sudah mempunyai tim relawan yang disebut dengan Sahabat Bommen. Mereka memanfaatkan teknologi linimasa untuk menjaring dukungan didasari keakraban. “Termasuk pemilih loyal mereka ini. Berdasarkan pengalaman, banyak juga yang tidak saya apai kala kampanye sebelumnya, tapi karena sudah kenal mereka dari dulu, eh di TPS itu malah banyak suara buat saya. Mereka memilih saya. Terharu sekali. Harapanku, semoga seperti itu juga di Pemilu 2019 mendatang,” ungkapnya.

Di level lebih tinggi, ada Yudhy Sanjaya. Yudhy, salah satu sosok muda Batam yang mencalonkan diri menjadi caleg pada Pemilu 2019 mendatang. Ia maju menjadi caleg DPRD Provinsi Kepri dengan kendaraan politik Partai Nasdem. “Saya mencalonkan diri jadi caleg Kepri melalui Dapil Batam A,” ujarnya.

Pada pelaksanaan Pemilu 2019 mendatang, ada sejumlah perubahan pada pembagian dapil di Provinsi Kepri dan Batam. Hal ini berdasarkan SK KPU RI Nomor 237/PL.01.3-Kpt/06/KPU/IY/2018 tentang penetapan dan pemilihan alokasi kursi anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dalam Pemilu 2019. Untuk provinsi, Batam memiliki tiga dapil. Masing-masing 4 kecamatan per dapil.

Pembagian Dapil Batam A untuk DPRD Kepri terdiri dari Kecamatan Batuampar, Bengkong, Lubukbaja, dan Batam Kota, dengan jumlah kursi 10. Kemudian Dapil Batam B, meliputi Nongsa, Seibeduk, Bulang, Galang, dengan lima kursi. Sedangkan Dapil Batam C meliputi Kecamatan Sagulung, Batuaji, Sekupang, dan Belakangpadang, dengan jumlah kursi 10 kursi.

Yudhy, pria kelahiran Jakarta, 5 Juni 1974 lalu, ini mengaku percaya diri maju menjadi caleg karena partai yang menaunginya saat ini konsisten dengan politik tanpa mahar. “Saya tidak mengandalkan uang untuk meraup suara, tapi lewat pergaulan dan jaringan,” ujar ayah dari Josephine, Jesica, dan Joel ini.

Ia mengungkapkan, awal 2014 lalu, untuk pertama kali ia terjun ke dunia politik. Kala itu, ia aktif di organisasi sayap Partai Gerindra, Pemuda Kristen Indonesia Raya. Oleh partai, ia diajukan menjadi caleg, tapi ia tidak bersedia karena mengaku saat itu ia belum mempunyai ilmu mumpuni di bidang politik. Empat tahun berkecimpung di bidang politik dan organisasi kepemudaan, dan melihat kinerja perpolitikan saat ini yang terkotak-kotak, ia memutuskan dan bergabung dengan Partai Nasdem.

“Gabung ke Nasdem pada 2017. Saya melihat partai ini berbasis demokrasi dan nasionalis. Tidak ada mahar bagi para caleg yang mengajukan diri. Saya termasuk orang yang tidak suka money politic. Nasdem mewakili itu dengan politik anti maharnya, makanya memutuskan pilihan ke sana,” ungkapnya.

Yudhy yang kini kuliah doktoral di STT Real Batam jurusan Teologi Kepemimpinan ini, sangat aktif di organisasi kepemudaan mulai 2008. Ia bahkan pernah menjadi Youth Leader Gathering pada 2015, aktif di kerohanian, dan hingga kini menjadi Ketua Organisasi Merah Putih Jaya (MPJ). Organisasi ini merupakan organisasi independen yang memberikan edukasi politik. Bukan politik praktis.

“Bermodalkan itu, dengan percaya diri mengungkapkan target konstituen saya adalah para pemilih pemula, generasi milenial,” ungkapnya.

Yudhy mengklaim, basis massanya kini adalah anak muda di berbagai kampus, sekolah, dan juga komunitas pekerja muda.

Berpolitik praktis untuk saat ini, Yudhy mengungkapkan, meski caranya menjaring suara di berbagai organisasi kepemudaan, dan baru pertama mencalonkan diri lewat politik relasi, tapi Yudhy realistis mengungkapkan telah menyediakan dana untuk sosialisasinya menuju Pemilu 2019 ini. Ia tak mau mengungkapkan nilai nominalnya, tapi ia mengamsumsikan setara dengan harga satu rumah di Batam.

“Jadi bukan dibangun dengan politik duit. DPRD itu harus benar-benar menjadi wakil rakyat. Kalau ia benar-benar terpilih atas dasar pilihan rakyat, bukan politik beli suara, maka yakinlah keuntungannya jangka panjang,” jelas dia.

Menurut dia, wakil rakyatnya akan benar-benar bekerja jika tidak menggunakan money politic. Tidak ada lagi pemikiran mengembalikan modal besar yang telah keluar selama kampanye karena beli suara. Karena niatnya tulus, maka saat tak terpilih pun, tidak ada penyesalan.

“Tapi seenggaknya kita sudah memberikan edukasi politik kepada masyarakat saat kampanye, karena kebaikan itu bukan hanya ada saat kampanye, tapi saat setelah terpilih nanti,” ungkap pria yang kini berprofesi sebagai dosen ini.

Saat ini, sembari bersosialisasi, ia juga fokus menjalankan usahanya sebagai pemilik workshop pabrikasi di Seipanas, serta masih aktif sebagai kontraktor properti di PT Dinamic Mitra Sukses. “Tujuan saya, kalau secara pribadi saya sudah selesai. Fokus kepada keluarga yang takut akan Tuhan, dan bisa membantu orang lain. Hidup ini adalah kesempatan untuk saling membantu,” ujar suami dari Trie Wahjuni ini.

***

Kontras dengan sejumlah politikus di atas, beberapa politikus lainnya menyebut ongkos politik di Batam cukup tinggi. Untuk mendapatkan satu kursi di DPRD Batam saja, seorang calon anggota legislatif (caleg) rata-rata menghabiskan biaya Rp 1 miliar hingga Rp 1,5 miliar.

Ketua DPC Partai Gerindra Kota Batam yang juga wakil ketua DPRD Kota Batam periode 2014-2019, Iman Sutiawan, menyebutkan idealnya seorang caleg baru bisa bersaing jika punya modal uang Rp 1,5 miliar.

“Idealnya segitu. Kalau seratus juta atau dua ratus juta, tidaklah,” kata Iman Sutiawan, Selasa (3/7).

Berdasarkan pengalamannya, lanjut dia, biaya terbanyak diperlukan saat masa sosialisasi atau kampanye. Para caleg harus pandai meraih simpati calon konstituen saat masa sosialisasi.

“Misalnya dengan ngopi-ngopi dengan masyarakat. Kita harus keluar duit,” kata dia.

Mahalnya ongkos politik ini juga diakui kader Partai Gerindra lainnya, Werton Panggabean. Anggota DPRD Kota Batam yang menyatakan akan kembali bersaing pada Pileg 2019 mendatang mengatakan, ia harus menyiapkan modal yang cukup besar untuk menjadi seorang caleg.

Mobilitas seorang caleg harus tinggi saat sosialisasi. Di sinilah butuh biaya yang besar. Menurutnya, seorang caleg yang berpotensi untuk lolos harus memiliki modal minimal Rp 1 miliar. “Kalau menurut saya, harus kita siapkan Rp 1 miliar. (Biaya) Itu paling banyak saat bersosialisasi,” katanya.

Hal senada disampaikan Sekretaris DPC Perindo Kota Batam Tonny Siahaan. Menurut dia, saat ini para bakal caleg (bacaleg) yang serius ingin maju dalam Pileg 2019 nanti harus sudah menyiapkan dana. Sebab mulai saat ini, biaya politik sudah berjalan.

“Kalau sekarang belum terlalu besar. Tapi sudah pasti keluar. Untuk biaya pengurusan berkas. Bahkan mungkin sudah ada yang mulai sosialisasi,” kata Tonny, Selasa (3/7).

Menurut dia, biaya paling besar akan dikeluarkan para bacaleg saat proses penetapan daftar caleg tetap (DCT) di KPU Kota Batam. Sementara untuk penetapan nomor urut caleg tidak ada biaya. Tonny menyebutkan Perindo menggunakan sistem penilaian, bukan melalui jual beli nomor. Jadi bukan uang yang berperan.

“Ada beberapa indikator yang kita gunakan. Tetapi intinya kita dalam menentukan nomor urut ini harus objektif,” katanya.

Nomor urut satu, lanjut Tony, biasanya diberikan kepada pengurus partai yang memang sudah turut serta membesarkan partai. Berikutnya adalah bacaleg yang memang memiliki ketokohan dan terkenal di tengah masyarakat.

“Tapi intinya, nomor urut kan bukan jaminan. Semua punya kesempatan sama untuk duduk di DPRD,” katanya.

Begitu pula dengan Partai Gerindra. Selama proses penetapan nomor urut, kata Werton, caleg Gerindra tak perlu keluar uang. Sebab Gerindra tidak memungut biaya kepada calegnya untuk menentukan nomor urut.

***

Pengamat anggaran politik dari Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menegaskan, saat ini biaya politik untuk menjadi calon legislatif semakin mahal. Jika caleg itu benar-benar menginginkan kemenangan di pertarungan perebutan kursi DPRD dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), maka si caleg harus mengeluarkan pundi-pundi hingga miliaran rupiah.

Dilansir Jawapos.com, untuk DPRD provinsi saja, bisa Rp 2 – 5 miliar. Sementara untuk DPR, bisa lebih besar lagi, Rp 4 – 10 miliar. Biaya itu sebagian besar untuk alat peraga kamapnye, seperti baliho, spanduk dan biaya lainnya. “Itu cost politic kalau mau menang,” kata Uchok saat kepada JawaPos.com, Rabu (14/3/2018).

Menurut Uchok, biasanya untuk caleg yang berasal dari kader partai, biaya itu akan dikeluarkan untuk mendanai saksi di TPS. Dengan estimasi satu TPS dananya Rp 100 ribu.

Sementara itu, Uchok mengungkapkan, untuk caleg yang bukan dari kader partai justru biaya politiknya akan lebih mahal. Pasalnya, kata dia, harus memperebutkan nomor urut dalam caleg partai.

“Nomor urut satu dalam caleg partai, dan dapil yang bagus (karena perolehan suara tinggi) harus mengeluar cost yang besar dan mahal,” ucapnya.

“Dan untuk memperoleh Nomor urut pertama ini, caleg harus mendekati orang orang yang punya kuasa agar dapat nomor pertama. orang yang kuasa yang didekati, bukan hanya satu. minimal ada tiga orang, biayanya (untuk orang itu) bisa miliaran rupiah,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Uchok mengungkapkan, bagi caleg yang tidak menginginkan biaya yang besar alias caleg yang miskin, tidak bisa menduduki nomor urut pertama. Sebaliknya, caleg itu akan mendapatkan nomor urut paling terakhir atau hanya sekadar pelengkap partai.

“Tetapi ini untuk partai partai yang sudah punya kursi di Parlemen. kalau partai baru, biasa masih idealis, kalau ingin jadi caleg diuji dulu kapasitas intelektualnya,” pungkasnya.

***

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Batam Syahrul Huda mengatakan setiap caleg sebenarnya bisa mengukur elektabilitas mereka, sehingga jika bicara soal ongkos politik mereka yang tahu secara pasti. “Kalau selama ini mereka sudah merasa berbuat untuk masyarakat dan memang masyarakat sudah mempercayai mereka selaku orang yang bisa membawa aspirasi nanti, tentunya untuk kemakmuran,” katanya saat ditemui di kantor KPU Batam di Sekupang, Jumat (13/7).

Untuk transparansi dana kampanye, setiap caleg melalui partainya harus melaporkan dananya. Sesuai pasal 329 Undang-Undang 7/2017, lanjut Syahrul HUda, kegiatan kampanye pileg didanai dan menjadi tanggung jawab parpol peserta pemilu masing-masing. Dana kampanye pemilu tersebut bersumber dari parpol, caleg, dan sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain. Dana kampanye tersebut bisa berupa uang, barang, dan jasa.

Dana kampanye dicatat pada pembukuan yang terpisah dari pembukuan keuangan parpol.

“Dana kampanye berupa uang ditempatkan di rekening khusus dana kampanye parpol pada bank. Rekening khusus yang harus didaftarkan sebelum tahapan kampanye,” jelasnya kepada Batam Pos.

Lebih lanjut Syahrul Huda menjelaskan, dana kampanye pileg yang bersumber dari pihak lain bersifat tidak mengikat dan dapat berasal dari perseorangan, kelompok, perusahaan, dan atau badan usaha non-pemerintah. Dana kampanye dari pihak lain berupa sumbangan perseorangan tidak lebih dari Rp 2,5 miliar. “Kalau dari perusahaan atau usaha nonpemerintah tidak lebih dari 25 miliar.
Pemberi sumbangan harus mencantumkan identitas jelas,” ujar dia.

Kemudian seorang calon terpilih wajib menyerahkan tanda terima LHKPN terbaru dalam rangka Pemilu Legislatif 2019 kepada KPU. Paling lambat tiga hari setelah pengumuman calon terpilih. Seluruh caleg diimbau mulai mengisi LHKPN secara online melalui elhkpn.kpk.ho.id setelah daftar calon tetap (DCT) diterbitkan oleh KPU. “Pengisian LHKP dilakukan setelah caleg dinyatakan terpilih sebagai daftar calon tetap (DCT),” katanya.

Sementara itu, Komisioner Bidang Teknik Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Batam, Zaki Setiawan, mengatakan ada 16 parpol peserta Pileg 2019. Di Batam ada enam dapil dengan 50 kursi DPRD. Jadi setiap partai mendapatkan kuota 50 bakal calon anggota legislatif (bacaleg). Jika masing-masing parpol mengajukan jumlah bakal caleg sebanyak 100 persen dari jumlah kursi yang ditetapkan di setiap dapil, maka akan ada total 800 bacaleg.

“Itu maksimalnya. Tapi sampai sekarang sudah memasuki hari ke-10, tepat 13 Juli, hingga pukul 11 ini, belum ada satupun parpol mendaftarkan bacalegnya,” ungkap Zaki yang mengungkapkan pendaftaran bacaleg hingga 17 Juli 2018.(cha/uma/ian)

Update