Sabtu, 20 April 2024

Atifitas Belajar Siswa SMPN 53 Terganggu

Berita Terkait

Pekerja menggesa pembangunan gedung SMPN 53 Batuaji, Senin (23/7). Sebagian gedung baru tiang panncang bentuk beton saja yang dibangun. F Dalil Harahap/Batam Pos

batampos.co.id – SMPN 53 yang berlokasi di belakang perumahan Taman Lestari, Kelurahan Buliang, Batuaji krisis fasilitas penunjang sekolah. Aktifitas belajar siswa tidak berjalan maksimal karena tidak didukung dengan fasilitas yang sepadan.

Lapangan dan halaman sekolah yang belum disemenisasi misalkan mengganggu kenyamanan siswa saat belajar di dalam kelas. Debu dari halaman yang masih berupa hamparan tanah kosong itu terbang hingga ke dalam ruangan belajar siswa. Situasi ini diperparah lagi dengan lingkungan sekolah yang belum memiliki pagar atau tembok keliling sebagai pembatas sekolah sehingga mempermudah terpaan angin dari berbagai penjuru menuju lingkungan sekolah.

“Kalau angin agak kencang, tak nyaman belajarnya. Debu sampai ke dalam kelas,” kata Indri, seorang siswi.

Kepala SMPN 53 Erfina mengakui hal itu. Keterbatasan fasilitas penunjang yang menghambat aktifitas belajar mengajar di SMPN 53 cukup banyak. “Banyak yang masih kurang. Tapi yang paling berdampak itu halaman dan pagar itu. Halaman ini berdebu. Kalau angin ke arah sekolah debu sampai ke dalam kelas. Kasian siswanya jadi tak nyaman belajar,” ujarnya.

Sekolah yang belum dipagari tembok juga sangat mengganggu sebab siapa saja masuk kelingkungan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah.

“Kadang kami kewalahan juga pantau siswa saat jam istrahat. Ya itu tadi belakang depan samping kiri kanan tak ada pagar sehingga anak-anak ini bebas keluar masuk lingkungan sekolah. Orang luarpun bebas masuk ke sekolah ini,” kata Erfina.

Selain itu sambung Erfina, sekolah yang sudah berdiri sejak tahun 2014 lalu itu juga belum dilengkapi dengan perpustakaan ataupun laboratorium praktek. Itu karena sekolah itu belum memiliki ruangan yang cukup. Untuk ruangan belajar siswa saja mereka hanya memiliki tujuh lokal sehingga aktifitas belajar mengajar menggunakan sistem dua sift.

“Rombel kami ada 15. Sementara ruang hanya delapan. Satu dipakai untuk ruangan guru dan adminsitrasi jadi sisa untuk siswa hanya tujuh lokal. Untuk perpusatakaan dan laboratorium belum ada kami,” ujarnya.

Keterbatasan fasilitas penunjang itu diakui Erfina cukup menghambat aktifitas belajar mengajar di sekolah tersebut. Para guru juga harus bekerja sepanjang hari sebab harus mengajar untuk dua sift tadi. “Kalau guru-guru sudah seperti full day school kami. Mengajar sampai sore,” ujarnya.

Untuk itu Erfina dan para siswa di sana berharap agar persoalan itu segera diatasi oleh Dinas Pendidikan Kota Batam sehingga mereka bisa belajar atau mengajar dengan tenang. (eja)

Update