Jumat, 19 April 2024

Dampak Turki dan Tiongkok Masih akan Pengaruhi Pasar

Berita Terkait

Australia Desak Warganya Segera Tinggalkan Israel

Hasan: Saya Akan Taati Proses Hukum

batampos.co.id – Pasar keuangan masih rentan akan gejolak pada pekan depan. Sentimen melemahnya mata uang lira di Turki masih akan membayangi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Saat ini pembalasan tariff bea masuk masih menimbulkan kekhawatiran pasar akan krisis di Turki. Investor masih belum aktif masuk ke pasar keuangan negara berkembang, seperti Turki, Indonesia, India, Argentina dan Brasil.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira Adhinegara mengatakan, masuknya Qatar untuk memberi bantuan kepada Turki tidak akan banyak membantu.

“Sebab Qatar sebelumnya juga sudah tertekan dengan blokade perdagangan dari Arab Saudi dan negara-negara di jazirah Arab lainnya karena dianggap mendukung terorisme,” ujarnya, Sabtu (18/8).

Apalagi Qatar baru saja mendapatkan peringkat buruk dari lembaga pemeringkat Standard & Poor’s (S&P). Surat utang Qatar dinilai sebagai sampah (junk) oleh lembaga terkemuka itu. Sebabnya, pemerintah Turki dinilai belum mempunyai tindakan riil untuk mengatasi masalah melemahnya lira. Bank Sentral di Turki tidak berencana menaikkan suku bunga acuannya. Inflasi Turki yang saat ini sebesar 16 persen bahkan diproyeksikan dapat melonjak menjadi 22 persen oleh S&P.

Sempat berembus juga isu bahwa Rusia dan Tiongkok akan melakukan pertukaran uang secara berjangka (swap) menggunakan lira, bukan dolar AS (USD). Hal tersebut membawa sentiment negatif di pasar karena perang global dari sisi pasar valas kian terasa. “Selain itu AS dan Tiongkok sedang negosiasi untuk mengurangi tensi perang dagang. Nah ini akan kita lihat minggu depan hasilnya seperti apa, jadi sentiment konflik AS-Tiongkok juga menambah sentiment AS-Turki,” ujar Bhima.

Di dalam negeri, kenaikan suku bunga BI-7 days reverse repo rate (BI-7DRRR) diprediksi baru akan berdampak pada penahanan melemahnya rupiah lebih dalam. Kenaikan bunga acuan itu belum mampu menaikkan harga rupiah terhadap USD. Bhima memperkirakan rupiah masih akan berada di level Rp 14.500 hingga Rp 14.600 pekan depan.

Hingga Kamis pekan lalu (16/8), kurs tengah BI menunjukkan rupiah berada di level Rp 14.619 per USD. Di pasar spot, rupiah bertengger di harga Rp 14.593 per USD Sejak awal tahun rupiah telah melemah 7,95 persen.

Beruntung, RAPBN 2019 dinilai realistis oleh pasar. Sebab pemerintah menagetkan pertumbuhan ekonomi yang sudah mempertimbangkan berbagai risiko ekonomi global. “Mengenai reaksi pasar terhadap RAPBN 2019 setidaknya terlihat ketika pada hari Kamis (16/8) lalu. IHSG berhasil ditutup tidak mengalami pelemahan yang signifikan,” ucap Analis Binaartha Sekuritas M. Nafan Aji Gusta.

Pekan lalu IHSG ditutup di level 5.783,8. Dalam sepekan, indeks anjlok 4,64 persen dari level 6.065,26 pada awal pekan. Tak hanya rupiah, indeks juga terdampak masalah di Turki. Pekan ini, tambah Nafan, krisis finansial di Turki yang berkelanjutan membuat para pelaku pasar cenderung mengalihkan aset mereka kepada instrumen yang bersifat safe haven seperti mata uang negara-negara maju.

Pekan ini indeks akan bergerak variatif. Namun di awal pekan, indeks terlebih dulu berpeluang rebound menuju area resisten. Dalam sepekan indeks akan bergerak di rentang 5.690-5.840.

“5.900 merupakan resisten kedua setelah 5.840,” tutur Nafan. Pada awal pekan, di merekomendasikan akumulasi beli pada saham ERAA, BMRI, WIKA dan ELSA. (rin)

Update