Selasa, 23 April 2024

Pengumpulan Pajak Jangan Beratkan WP

Berita Terkait

batampos.co.id – Target penerimaan dari sisi perpajakan diharapkan tidak membebani perekonomian. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019, penerimaan perpajakan diproyesikan sebesar Rp 1.781 triliun, atau naik 10,07 persen dari target pajak tahun ini yang sebesar Rp 1.681,1 triliun. Hingga Juli 2018, penerimaan perpajakan terkumpul sebesar Rp 760,1 triliun atau 48,2 persen dari target.

Peranan penerimaan perpajakan dalam APBN juga semakin signifikan, yaitu naik dari 74 persen pada tahun 2014 menjadi 83,1 persen pada 2019. Di sisi lain, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun ini 5,3 persen. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira Adhinegara mengatakan, target pertumbuhan pajak tidak sebanding dengan target pertumbuhan ekonomi. Sebab target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen sudah realistis. Pemerintah telah mempertimbangkan berbagai risiko ekonomi dan politik global, serta berjalannya tahun politik yang menahan pertumbuhan investasi. Namun, pertumbuhan pajak 10 persen terlalu tinggi.

“Takutnya nanti memberatkan dunia usaha. Karena, peranan PPN (pajak pertambahan nilai) dan PPh (pajak penghasilan) sangat besar, terutama dari industri manufaktur,” kata Bhima kemarin (18/8).

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang pada kuartal II 2018 masih di bawah angka 5 persen, yakni sebesar 4,36 persen secara year-on-year (yoy). Sedangkan pertumbuhan industri manufaktur mikro dan kecil sebesar 4,93 persen (yoy). Pada 2019 Bhima memproyeksikan industri manufaktur tumbuh 5 persen dan masih ada kemungkinan untuk tumbuh di bawah itu. Jika industri manufaktur belum bisa tumbuh pesat namun target pajaknya dipatok tinggi, maka itu dapat memberatkan wajib pajak (WP) badan.

Menurut Bhima, pemerintah menargetkan penerimaan pajak dari sektor migas. Sebab asumsi harga minyak dalam RAPBN 2019 sebesar USD 70  per barel, jauh lebih tinggi dari asumsi harga minyak pada RAPBN 2018 sebesar USD 48 per barel. Saat ini, harga minyak sudah bergerak di kisaran USD 70 per barel.

“Tapi kontribusi migas ke pajak itu hanya 31 persen, jadi kontribusinya lebih banyak dari non migas. Kalau tahun depan industri tidak tumbuh tinggi maka penerimaan pajaknya berpotensi shortfall,” ujarnya.

Sementara, efektivitas keterbukaan data melalui Automatic Exchange of Information (AEoI) yang telah diterapkan tahun ini baru akan berdampak pada penerimaan pajak 3-4 tahun mendatang. Sebab, untuk menjalankan keterbukaan informasi, melakukan penyidikan dan membawa kembali potensi pajak ke kas negara butuh waktu yang tidak sebentar.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (Cita) Yustinus Prastowo menambahkan, sejauh ini pemerintah telah mendorong pengusaha kecil dengan pemberian insentif berupa tarif PPh final UMKM sebesar 0,5 persen. Paradigma menjaga keseimbangan peran pajak antara mengisi kas negara (budgetair) dan instrumen kebijakan (regulerend) dinilai semakin jelas. Pria yang kerap disapa Pras itu mengatakan pemerintah masih dapat mengumpulkan pajak sesuai target karena perluasan basis pajak telah dilakukan lewat tax amnesty.

“Target penerimaan pajak hanya naik 15,39-16,68 persen dari proyeksi realisasi penerimaan pajak 2018, yakni 94,6-95,6 persen dari target. Target ini lebih realistis melihat kemajuan reformasi perpajakan yang berjalan telah memberikan hasil positif bagi kinerja DJP (Direktorat Jenderal Pajak),” urai Pras.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, target pajak 2019 sudah mempertimbangkan berbagai risiko.

“Ini cukup baik, tidak terlalu unrealistic, agak ambisius tapi semestinya bisa dicapai,” ujarnya. Menurutnya pemerintah sudah cukup realistis namun tetap ingin meningkatkan tax ratio. (rin)

Update