batampos.co.id – Investasi asing ke Batam terus bertambah. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kepri mencatat, sepanjang Januari hingga Agustus tahun ini penanaman modal asing (PMA) di Batam mencapai Rp 4,3 triliun.
Ketua Kadin Kepri, Ahmad Makruf Maulana, mengatakan investasi tersebut berasal dari 33 perusahaan asing dari Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan. Perusahaan tersebut antara lain bergerak di bidang industri plastik, pabrik kaos kaki, benang, silikon, pembuatan kaca mobil, dan bidang usaha lainnya.
“Sejak perang dagang Tiongkok dengan Amerika, banyak perusahaan yang ke sini,” kata Makruf di kantornya di Kawasan Industri Wiraraja Group, Kamis (30/8)
Makruf mengatakan, perusahaan tersebut tersebar di beberapa kawasan industri di Batam. Termasuk Kawasan Industri Wiraraja Group. “Jadi bukan hanya di sini saja,” katanya.
Saat ini, pihaknya tengah menyiapkan beberapa infrastruktur untuk mengakomodir investor asing tersebut. Termasuk menyiapkan lahan dan bangunan pabrik.
“Saya sekarang ini terus melakukan pembangunan. Karena investasi itu sudah real akan masuk,” katanya.
Di antara perusahaan asing yang bakal membuka pabrik di Kawasan Industri Wiraraja Group adalah PT Sapac. Perusahaan asal Jepang tersebut akan mendirikan pabrik kaca mobil antipeluru dan akan segera beroperasi dalam waktu dekat.
Menurut Makruf, masing-masing perusahaan akan merekrut ratusan karyawan lokal. Dan ini akan membuat Batam akan kembali bangkit dari keterpurukan ekonomi.
“Untuk di sini saja, butuh 2.500 karyawan. Dan saya yakin di tahun ini ekonomi kita bisa tumbuh sampai 6 persen,” katanya.
Wakil Ketua Koordinator Himpunan Kawasan Industri Kepri Tjaw Hioeng, beberapa waktu lalu, mengakui bahwa industri di Batam sudah mulai bangkit. Ini bisa dilihat dari ekspor yang terus tumbuh, terutama untuk perusahaan manufaktur.
“Memang kalau ekspor meningkat itu karena pesanan mulai banyak. Sebagian besar perusahaan manufaktur di kawasan industri di Batam sudah kontrak dengan pemilik brand atau perusahaan rekanan,” kata pria yang akrab disapa Ayung tersebut.
*Ekonomi Kepri Stabil
Pertumbuhan ekonomi Kepri pada triwulan ketiga diprediksi akan tetap stabil di angka 4,0 persen hingga 4,5 persen. Hal ini disebabkan ekspektasi bisnis Singapura untuk enam bulan ke depan tumbuh lebih tinggi untuk produk semikonduktor.
“Berdasarkan perkiraan Surat Keterangan Domisili Usaha (SKDU) pada triwulan III tercatat 1,95 persen lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu. Dan indeks dari produksi industri di Singapura terus menunjukkan penguatan,” kata Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kepri Gusti Raizal Eka Putera di Hotel Aston Nagoya, Kamis (30/8).
Ekspektasi bisnis semikonduktor Singapura untuk enam bulan ke depan akan mengalami pertumbuhan diperkirakan akan berdampak pada sektor industri Kepri terutama semikonduktor.
Ini merupakan kabar baik karena sebelumnya terjadi perlambatan di kinerja sektor industri pada triwulan kedua 2018. Hal itu dapat dilihat dari tingkat penyaluran kredit kepada sektor industri pengolahan yang mencatatkan kontraksi sebesar -13,80 persen (yoy).
“Selain itu, tingkat kunjungan wisman juga tumbuh cukup tinggi diperkirakan akan mendorong kinerja perdagangan. Begitu juga dengan gencarnya proyek infrastruktur pemerintah seperti pembangunan jalan dan proyek swasta,” paparnya.
“Jadi, meskipun puncak konsumsi telah berlalu pada triwulan kedua lalu, jika kunjungan wisman tetap tumbuh solid, maka dapat meningkatkan kinerja sektor perdagangan,” ucapnya.
Dari sisi investasi, realisasi investasi tumbuh menguat baik dari sisi investasi bangunan maupun non bangunan, masing-masing tumbuh sebesar 6,58 persen (yoy) dan 10,64 persen (yoy).
“Optimisme investasi terlihat dari perbaikan kinerja Penanaman Modal Asing (PMA) dari terkontraksi – 30,5 persen (yoy) pada triwulan pertama membaik menjadi kontraksi -19, 11 persen (yoy) pada triwulan berikutnya,” paparnya.
Kepala BP Batam Lukita Dinarsyah Tuwo masih yakin pertumbuhan ekonomi Batam akan tetap tumbuh. Syaratnya yakni menekankan pentingnya kerja kerja lintas sektoral untuk terus menggenjot pertumbuhan ekonomi di Batam.
Ia mengatakan, saat ini ekspor Kepri sudah mulai membaik di semester pertama 2018 dan mengalami peningkatan 10,54 persen. Eskpor non-migas yang paling besar adalah dari industri manufaktur dari Batam, yakni 98,14 persen atau meningkat 0,81 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Selanjutnya, adalah mengembangkan sektor pariwisata di Kepri dan Batam. Di mana pariwisata bisa diharapkan untuk menopang perekonomian di Indonesia. Pertumbuhan pariwisata di tahun ini bisa dilihat dari meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Menurut mantan Sesmenko Perekonomian tersebut, target 2,4 juta wisman ke Kepri sangat bisa dicapai. Sebab hingga semester I tahun ini jumlah wisman ke Batam saja sudah mencapai 1,2 juta jiwa.
“Dari kedatangan wisman ini jumlahnya sebagian besar melalaui pintu masuk Batam. Sekitar 74,3 persen,” katanya.
Bahaya Inflasi
Potensi peningkatan permintaan bahan kebutuhan pokok menjelang akhir tahun akan meningkatkan risiko inflasi. Dan ini berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi di akhir tahun.
“Angin musim utara nanti akan menyebabkan gelombang tinggi sehingga mengganggu proses distribusi,” kata Gusti.
Akibatnya, curah hujan akan menjadi lebih tinggi sehingga dapat memicu kegagalan panen sayur-mayur seperti bayam dan kacang panjang.
“Kenaikan kedua bayam dan kacang panjang disebabkan oleh curah hujan yang tinggi sehingga menyebabkan kegagalan panen dan pada akhirnya berdampak pada turunnya jumlah pasokan,” paparnya.
Kelompok volatile food tercatat mengalami inflasi bersumber dari peningkatan harga bayam, kacang panjang, dan daging ayam ras.
Sementara itu, beberapa faktor yang menyebabkan kenaikan harga daging ayam ras antara lain karena peningkatan harga pakan, pelarangan penggunaan Antibiotic Growth Promotor (AGP) yang menyebabkan masa panen menjadi lebih panjang dari 30 hari menjadi 35 hari serta pasokan Days of Chick (DOC) yang turun sekitar 30 persen.
Risiko inflasi berikutnya juga akan disebabkan oleh potensi kenaikan harga migas dunia karena Amerika memberikan sanksi ekonomi terhadap Iran. “Sanksi Amerika terhadap Iran dikhawatirkan akan mengurangi pasokan migas dunia dan berdampak pada kenaikan harga,” ucapnya.
Peningkatan biaya sekolah dasar pada akhir tahun juga bisa meningkatkan risiko inflasi. Dan hal tersebut merupakan pola musiman menjelang tahun ajaran baru pada Januari nanti. (ian/leo)