Sabtu, 20 April 2024

Bukan Muhrim Dilarang Duduk Semeja di Warung

Berita Terkait

batampos.co.id –  Pemkab Bireuen mengatur standardisasi pelaksanaan syariat Islam
untuk warung kopi, kafe, dan restoran.

Aturannya yaitu, pria dan wanita nonmuhrim tidak diperkenankan duduk dalam satu meja. Edaran yang ditandatangani Bupati Bireuen Saifannur tertanggal 30 Agustus 2018 itu berisi 14 poin, dan mulai disosialisakan pada 4 September 2018.

  1. Pengelola wajib menyediakan tempat wudu, kamar kecil/mandi-cuci-kakus (MCK), dan tempat salat serta perangkat ibadah lainnya.
  2. Menghentikan pelayanan kafe 10 menit sebelum menjelang waktu dan atau pelaksanaan salat fardu Magrib dan 30 (tiga puluh) menit sebelum salat Jumat berlangsung.
  3. Menganjurkan kepada pelanggan untuk melaksanakan salat ketika waktu salat telah tiba.
  4. Pramusaji laki-laki dan wanita wajib berbusana Islami.
  5. Pramusaji wanita tidak dibenarkan bekerja di atas pukul 21.00 WIB.
  6. Dilarang menggunakan lampu remang-remang dan dilarang menggunakan sekat sehingga dapat mengarah pada pelanggaran syariat Islam (jarimah pidana Islam).
  7. Dilarang melayani pelanggan wanita di atas pukul 21.00 WIB kecuali bersama mahramnya.
  8. Pelanggan laki-laki dan wanita wajib menutup auratnya dengan memakai pakaian (busana
    Islami) yang sopan dan santun sesuai kaidah syariat Islam.
  9. Dilarang menyediakan/membawa makanan haram (tidak halal), minuman yang mengandung alkohol, dilarang memakai formalin/borak, sejenisnya dan narkoba serta zat adiktif lainnya.
  10. Dilarang menyediakan tenaga kerja yang merusak akidah, syariah, ibadah dan akhlak, seperti LGBT, waria, dan lain-lain.
  11. Dilarang menyediakan sarana atau membuka peluang yang menyebabkan terjadinya aktivitas yang bertentangan dengan norma agama, kesopanan, kesusilaan, dan hukum, seperti karaoke, judi, domino, joker, tusot, dan lain-lain perbuatan maksiat.
  12. Apabila memasang televisi (TV) maka layar monitornya wajib menghadap ke depan pintu masuk, suara (volume) tidak mengganggu tetangga dan 10 menit menjelang waktu salat, televisi (TV) jangan dihidupkan dan tidak boleh memasang karaoke, serta tidak boleh menempatkan channel pada posisi tayangan pornografi.
  13. Haram hukumnya laki-laki dan perempuan makan dan minum satu meja
    kecuali dengan mahramnya.
  14. Pelayanan kafe dan restoran pada pukul 06.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB.

Menanggapi hal itu, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Ahmad Taufan Damanik mengaku kaget. Lembaganya pun disebut akan mendalami perkara ini apakah ditemukan pelanggaran HAM atau tidak.

“Kami kaget mendengar kok ada ide seperti itu,” kata Taufan di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (7/9).

Lebih lanjut Taufan meminta Pemkab Bireuen lebih berhati-hati dalam membuat aturan. Hal itu demi menghindari perdebatan di tengah masyarakat.

“Kami juga akan dekati Bireun. Janganlah membuat aturan yang kemudian mengabaikan kaidah-kaidah asas keadilan, HAM, semacam itu,” lanjutnya.

Taufan menjelaskan, saat ini tim perwakilan dari Komnas Perempuan juga telah meluncur ke Aceh. Mereka bertugas untuk meneliti kelayakan pemberlakukan aturan tersebut.

Sementara itu, Komnas HAM berencana mendatangi Aceh. Namun saat ini masih menahan diri dan mengutamakan mendukung tim dari Komnas Perempuan.

“Sekarang lagi ditangani oleh Komnas Perempuan. Kami akan mempertanyakan, makanya kami juga ingin datang ke Aceh,” pungkas Taufan.

ilustrasi

Direktur Jendral (Dirjen) Otonomi Daerah (Otoda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendageri) Soni Sumarsono angkat bicara atas kebijakan itu. Dia menegaskan, larangan ngopi nonmuhrim khusus berlaku di Bireuen dan Aceh. Tetapi dilarang diterapkan di wilayah lain di Indonesia.

“Untuk daerah lain, ini memang sangat jelas tidak normal. Tidak wajar,” tegas Sumarsono saat memberikan keterangan usai serah terima jabatan (Sertijab) Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) di Kantor Gubernur Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Jumat (7/9).

Sumarsono menjelaskan, Aceh mempunyai Undang-undang tersendiri. Khususnya tentang otonomi khusus Aceh.

“Syariat Islam bagian dari keputusan. Apa yang dipersyaratkan, apa boleh dan enggak boleh ukurannya bukan nasional. Tapi ukuran syariat Islam,” paparnya.

Lantaran otonomi khusus di Aceh, maka aturan lokal terkait syariat Islam dapat diberlukan pemerintah setempat. Bukan di luar daerah lain.

“Karena berlaku di Aceh melalui Qanum. Kalau untuk ukuran nasional tidak layak. Karena agenda silaturrahim tidak boleh rusak, itu nasional,” terang Sumarsono.

Atas dasar pertimbangan itulah, daerah-daerah lain dilarang keras menerapkan aturan serupa. Seperti yang diberlakukan di Aceh, khususnya soal aturan ngopi.

“Itu hanya berlaku di Aceh karena dilindungi Undang-undang Aceh. Andai kata ada kabupaten lain yang menerapkan aturan ini, kami jelas larang,” tambah Sumarsono.

 

Update