batampos.co.id – Mahkamah Agung (MA) akhirnya mengabulkan permohonan gugatan terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum atau PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang eks napi korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, Kamis (13/9) lalu.
Juru bicara MA, Suhadi, mengatakan MA sudah memutuskan bahwa PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang mantan narapidana narkoba, pelaku kejahatan seksual terhadap anak, dan mantan koruptor menjadi calon legislator, bertentangan dengan undang-undang.
“Sudah diputuskan 13 September 2018. Dikabulkan permohonannya dan dikembalikan kepada undang-undang. Jadi napi itu boleh mendaftar sebagai caleg asal sesuai ketentuan undang-undang dan putusan MK,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (14/9).
Larangan eks napi korupsi menjadi caleg menuai polemik saat KPU menerbitkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018, yang melarang mantan narapidana narkoba, pelaku kejahatan seksual terhadap anak, dan mantan koruptor menjadi calon legislator. KPU mencoret bakal calon legislator yang diajukan partai politik jika terbukti pernah terlibat kasus-kasus tersebut.
Peraturan tersebut kemudian digugat ke MA. Suhadi menjelaskan, pertimbangan MA mengabulkan gugatan para termohon tersebut karena bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi.
Adapun Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan, “Bakal calon DPR dan DPRD harus memenuhi persyaratan: tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.”
Menanggapi putusan MA tersebut, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengaku menghargai putusan itu. Di sisi lain, KPK mengingatkan banyak anggota dewan yang selama ini dijerat karena korupsi.
“Tentu KPK sebagai institusi penegak hukum, mau tidak mau, harus menghormati institusi peradilan,” ujar Febri, Jumat (14/9).
“Meskipun di awal KPK sangat berharap sebenarnya ada perbaikan signifikan yang bisa dilakukan bersama-sama untuk menyaring caleg agar tak terjadi lagi korupsi di DPR atau di DPRD,” imbuh Febri.
Untuk di KPK saja, menurut Febri, sejauh ini ada 146 anggota DPRD yang diproses karena kasus korupsi. Sedangkan dari DPR, ada lebih dari 70 orang yang ditangani KPK.
“Kemungkinan akan bertambah ada, sepanjang ada bukti yang cukup. Jadi dengan fenomena ini, harapan ke depannya parlemen kita atau DPR kita bisa lebih bersih sehingga bisa disaring sejak awal,” ucap Febri.
Tetapi, lanjut Febri, ke depan pihaknya akan mempelajari jika ada hal-hal yang bisa dilakukan KPK. “Yang pasti, KPK sesuai dengan kewenangannya akan semakin mencermati atau memperhatikan tuntutan pencabutan hak politik sepanjang memang sesuai fakta sidang dan kewenangan KPK,” kata Febri. (JPG)