Kamis, 9 Januari 2025

Meniru Jorong Tabek Nagari Talang Babungo, Tidak Dilarang

Berita Terkait


Salah satu dari puluhan halte Bergonjong ala Rumah Gadang Minangkabau di Jorong Tabek, Nagari Talang Babungo (Riki Chandra/JawaPos.com)

Barang kali, Jorong Tabek, Nagari Talang Babungo menjadi satu dari sedikit nagari (desa) yang terus mempertahankan keaslian alamnya. Masyarakat setempat tak hanya sekadar menjaga kultur, mereka pun mampu menyulap kampungnya yang semula lebih dikenal kumuh kini menjadi indah.

Semak belukar yang puluhan tahun ‘membingkai” kampung Tabek menjelma menjadi kawasan “seribu bunga”. Jorong yang berada di Kecamatan Hiliran Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat (Sumbar) itu laksana taman bunga yang mengitari lekuk kaki bukit Talang Babungo.

Nyaris, tak sejengkal pun tanah yang kosong dari tanaman bunga di daerah tersebut. Terutama di sepanjang ruas jalan kampung berpenduduk sekitar 2.000 jiwa itu.

Siang hari di pekan ketiga September 2018, JawaPos.com berkesempatan mengelilingi setiap sudut-sudut kampung yang memiliki luas hampir 5.000 meter persegi itu. Jalan kampung ini hanya berkonstruksi beton dengan lebar tak lebih 2,5 meter. Sebagian di antaranya masih beralas tanah.

Topografi Jorong atau Kampung Tabek bergelombang. Ada jalan yang menurun dan ada yang menanjak. Kondisi ini dimanfaatkan bagi pengendara sepeda motor jenis trial untuk adu kebolehan. Setiap halaman rumah warga selalu dilengkapi dengan berbagai macam jenis bunga.

Ada jenis piladang merah (nama yang diberikan warga kampung), mawar, kertas, dan sebagainya.

“Kalau nama bunga ini saya kurang hafal. Yang jelas, mayoritas ditanam warga itu jenisnya piladang merah,” kata tokoh masyarakat Jorong Tabek, Kasri Satra saat mendampingi JawaPos.com mengitari kampung.

Setiap pinggiran jalan juga ditumbuhi tanaman tebu. Sisi kiri jalan dipenuhi tanaman tebu. Sebelah kanannya disesaki bunga. Ada juga yang menggabungkan tebu dan bunga di satu sisi jalan. Di sela-sela hamparan sawah, puluhan batang aren pun tak kalah indah dipandang mata.

“Ini lambang kehidupan. Warga Jorong Tabek mayoritas petani tebu dan aren. Sebagian kecil ke sawah dan ladang,” kata Kasri.

Kasri merupakan putra asli Jorong Tabek, Nagari Talang Babungo yang lahir 40 tahun silam. dia pernah 3,5 tahun merantau ke Malaysia dan bekerja sebagai operator sebuah perusahaan. Lantas, pada 2004 lelaki yang juga mempersunting gadis Jorong Tabek itu memutuskan untuk kembali ke tanah air.

Selain cinta kampung, juga karena semangat kakaknya (almarhumah Ainismar) sang penggagas Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Muallimin Tabek yang membuat dia harus meninggalkan tanah rantau. Apalagi MIS Muallimin Tabek yang dulu didirikan almarhum kakaknya berupa “kandang kuda”, kini sudah bertransformasi menjadi sekolah terbaik”.

“Sayang umur beliau ditakdirkan pendek. Saya pulang karena pesan beliau meminta saya melanjutkan perjuangan MIS Muallimin,” kata Kasri yang pengajar mata pelajaran Bahasa Arab plus Penjaskes di MIS Muallim Tabek.

Sampai di tanah kelahiran, Kasri tak lantas sekedar aktif di lingkup madrasah. Dia juga aktif sebagai penggerak sosial pemuda di Jorong Tabek. Berbagai gerakan digagasnya. Mulai dari pembersihan kampung, bakti sosial terhadap penduduk kampung.

Kasri menyadari bahwa mengubah kampung tak segampang membalik telapak tangan. Selain pola hidup, minimnya sokongan dana juga penghalang terdepan baginya untuk berbuat lebih. Sehingga, yang diselenggarakan di Jorong Tabek, itu ke itu saja.

“Tapi saya tak putus asa, terus berjuang bagaimana kampung ini bisa indah dan nyaman,” katanya.

“Darah baru” penambah semangat itu datang di akhir 2015 silam. Program Kampung Berseri Astra (KBA) menyentuh Jorong Tabek, Nagari Talang Babungo. Bahkan, Jorong ini satu-satu KBA di wilayah Provinsi Sumbar.

Kasri Satra pun didaulat menjadi Ketua KBA Jorong Tabek, Nagari Talang Babungo. Menurutnya, hadirnya KBA di Jorong Tabek ini bukan tanpa penolakan. Sebagian warga bahkan menyangsikan, program sosial Corporate Social Responsibilty (CSR) Perusahaan internasional itu akan berdampak negatif pada generasi kampung pelosok yang selama ini kuat menjaga kultur.

“Yang mendukung awalnya tentu pemerintah Nagari. Sedangkan yang mau aktif mengembangkan KBA kala itu, hanya tiga orang. Tapi kami terus berjalan. Kita ajak dan beri pemahaman pada pemuda dan tetua kampung,” bebernya.

KBA menyentuh program empat pilar. Seperti pendidikan, kesehatan, kewirausahaan dan lingkungan. Bidang pendidikan, KBA fokus membina MIS Muallim dan satu unit TK Al-Makmur. Bidang kesehatan difokuskan ke Posyandu Kecubung. Bidang kewirausahaan, KBA membantu pembelian mesin kilang penyuling tebu menjadi gula.

“Bidang lingkungan, kami mengonsep seluruh kampung ditanami bunga, apa pun jenisnya. Ini untuk mengubah citra kampung yang puluhan tahun lamanya selalu dililit semak belukar,” sebutnya.

Sengsara Membawa Nikmat
Parabola usang disulap dengan atap ijuk menjadi tempat peristirahatan warga Jorong Tabek, Nagari Talang Babungo. (Riki Chandra/JawaPos.com)

Menyalurkan KBA, Astra tidak memberikan penggerak secara finansial alias gaji. Program ini hanya menfasilitasi Jorong Tabek dengan sarana dan bantuan untuk berkegiatan. Seperti kemauan menanam bunga, tidak dibantu penuh dengan dana.

Misalnya, KBA dibantu beli bunga, masyarakat setelah itu gotongroyong bersama menata letak bunga, sekaligus mencarikan tempat-tempat bunga yang menarik pandangan.

“Kampung ini punya rasa kebersamaan yang masih terjaga. Sesulit apapun ekonomi, saat waktunya goro, mereka akan datang. Jadi, bunga yang sudah subur di setiap ruas jalan Tabek lahir karena kerjasama masyarakat yang didukung pihak Astra,” katanya.

Hasil nyata program empat pilar KBA ini juga membuka mata masyarakat yang semula mencemooh. Tak lama setelah memulai, KBA ini pun mendapat tempat di hati warga. Bahkan hari ini, pegiat KBA Jorong Tabek mencapai 413 orang.

“Selain pemuda, emak-emak mendominasi. Karena yang paling senang dengan bunga ya emak-emak. Jumlah penggiat kita juga paling banyak dari seluruh KBA di Indonesia,” sebut Kasri meyakinkan.

Selain membentuk empat koordinator di empat pilar program KBA, Kasri juga membagi wilayah kerja masing-masing penggerak. Hal ini tak lain untuk memudahkan jalannya kegiatan KBA Jorong Tabek. Paling tidak, ada 11 zona yang dibentuk di Jorong Tabek. Sedikitnya, setiap zona membawahi sekitar 40 KK.

“Nah, dengan ada zona ini, apa yang kita lakukan itu jadinya serentak dan terarah. Sekarang kampung ini sudah lazim sebut tinggal di zona satu, empat, delapan,” bebernya melempar senyum.

Fauza, 25, salah seorang pemuda Jorong Tabek mengatakan, sebelum menggeliatnya program KBA ini, Jorong Tabek cukup kumuh. Selain semak-belukar, sampah juga berserakan dimana-dimana.

“Kini tak ada lagi yang buang sampah sembarangan. Kalau jalan kotor, disapu. Nah, yang nyapunya terserah saja. Semua warga sekarang sadar bersih, dan mau menyapu jalan,” kata Fauza yang juga bergabung jadi pegiat KBA sejak setahun terakhir.

Sementara itu, Wali Nagari Talang Babungo Zulfatriadi mengatakan, cikal bakal hadirnya program KBA ini bermula dari peristiwa kebakaran besar yang menghanguskan 27 unit rumah warga Nagari Talang Babungo di 2015 silam.

Pasca kabakaran, otomatis pemerintah daerah hingga provinsi dan berbagai perusahaan berbondong-bondong datang ke Talang Babungo dengan maksud menyalurkan bantuan kepada korban bencana. Termasuk pihak Astra Padang datang ke Talang Babungo.

“Saya tanya ke pihak Astra, ada nggak program yang bisa untuk kampung ini. Dia bilang, ada dana CSR dengan program KBA bisa disalurkan dengan syarat yang telah jelas ketentuannya,” kata Zulfatriadi.

Singkatnya, sekitar 14 hari usai perbincangan itu, datanglah tim survei dari Jakarta. Tim itu memaparkan tentang kriteria dan tengah mencari nagari yang akan dijadikan KBA.

“Jadi, yang disurvei tim Astra di Sumbar tidak kami saja. Tapi, karena tertarik dengan Jorong Tabek, tim ini balik setelah survei dan menyatakan Jorong Tabek terpilih,” kata Wali Nagari berumur 43 tahun itu.

Beberapa syarat KBA antara lain, kehidupan masyarakat masih original. Belum tercampur virus gaya hidup modern. Lalu, sifat kebersamaan masih kuat. Sehingga, setiap program KBA nantinya, bisa dilaksanakan dengan cara gotongroyong.

“KBA datang pasca kampung kami ditimpa bencana. Saya sering sebut, inilah yang dinamakan sengsara membawa nikmat,” katanya.

Zulfatriadi memaparkan, Nagari Talang Babungo memiliki 7 Jorong dengan jumlah penduduk lebih dari 8 ribu jiwa. Pemilihan Jorong Tabek sebagai binaan KBA bukan tanpa alasan kuat. Pertama, karena letaknya lebih strategis. Persis berada di lekuk bukit selingkaran kebun tebu.

Mayoritas penduduk di sini berprofesi sebagai petani tebu dan aren. “Tanpa mengecilkan Jorong lain di Nagari ini, Jorong Tabek memang masih asri. Masyarakatnya masih original. Kondisi itulah yang memikat KBA hadir di Tabek,” terang Wali Nagari tingkat Kabupaten Solok tahun 2016 itu.

Selain soal keasrian lingkungan, KBA juga memberikan perhatian kepada petani, khususnya tebu. Sebab, sebagian besar warga Jorong Tabek menggantungkan hidup dari tetesan tebu yang diolah menjadi gula. Bahkan, luas peladangan tebu masyarakat di Talang Babungo mencapai 1.000 hektare.

“Kampung ini termasuk penghasil gula tebu terbesar di Sumbar. Sudah puluhan ton produksi gula tebu setiap bulan dari sini,” kata Wali Nagari.

Selama ini, petani mengolah tebu secara tradisional dengan cara dibakar. Kondisi ini memakan biaya produksi yang cukup tinggi. Atas keprihatinan itu, KBA juga memberikan bantuan mesin penggilingan tebu yang sudah disempurnakan. Sehingga, petani bisa mengolah lebih cepat dan tidak lagi berpanas-panasan depan di tungku.

Paling tidak, pabrik industri gula tebu Koperasi Serba Usaha (KSU) Tabek mampu menghemat biaya produksi hingga 70 persen. Jika diolah secara tradisional, biaya produksi bisa mencapai 50 persen dari keuntungan yang akan diraup. Bahkan saat ini, pihak Astra tengah menyiapkan gula tebu menjadi gula semut menuju pasar internasional.

“Sangat membantu. Ampas tebu juga diolah menjadi makanan ternak. Tapi, masih ada juga yang mengolah tabu secara tradisional,” sambung Ketua KBA Jorong Tabek, Kasri Satra.

 

Destinasi Wisata Budaya Minang Tua

Kampung Jorong Tabek, Nagari Talang Babungo, Kabupaten Solok dikelilingi ribuan bunga dan tebu. (Riki Chandra/JawaPos.com)

Tranformasi Jorong Tabek dari kawasan semak belukar dan dipenuhi sampah tidak setengah-setengah. Selain menyulap setiap ruas jalan dengan ribuan bunga, kampung ini juga membangun puluhan halte berkonsep Minang tua. Tak berlebihan rasanya, pengunjung yang datang ke Tabek, betul-betul diajak kembali merasakan keindahan alam Minangkabau 100 tahun lampau.

Paling tidak, di setiap 11 zonasi yang dibentuk KBA berdiri 2 hingga 3 halte yang terbuat dari kayu. Mulai dari betung hingga batang aren yang sudah tak terpakai dimanfaatkan untuk halte. Semua atapnya terbuat dari ijuk dan bergonjong laksana rumah adat Minangkabau. Ada juga yang memanfaatkan parabola usang yang dibungkus dengan atap ijuk.

“Itulah bedanya halte di kampung kami dari halte di kota besar. Bahannya tidak dari semen. Tapi memanfaatkan semua batang kayu dan ijuk. Satu halte menghabiskan biaya pembuatan sampai Rp3 juta,” kata Ketua KBA Jorong Tabek, Nagari Talang Babungo Kasri Satra.

Bedanya lagi, lanjut Kasri, halte di kota-kota difungsikan untuk persinggahan penumpang menunggu angkot atau bis kota. Di Jorong Tabek, fungsi halte untuk duduak bersama (baiyo-baiyo) menunggu malam selepas pulang bekerja sore hari. Semua kegiatan kini, biasanya dibincangkan sembari duduk di halte yang dikelilingi sawah dan kebun tebu.

“Kami juga tengah mengkonsep bagaimana pengunjung nanti ke sini tidak pakai sepeda motor atau mobil. Cukup jalan kaki, dan bersepeda. Ini demi menjaga keasrian alam Tabek,” kata Kasri.

Secara tidak langsung, konsep asri yang digiatkan sejak tiga tahun silam juga membawa perubahan siginifikan dikalangan masyarakat. Tak ada lagi sampah berserakan di kiri-kanan jalan. Nyaris tak ditemukan semak- belukar di setiap sudut kampung Jorong Tabek.

“Kalau jalan kotor, kami tak segan menyapu jalan. Ini sudah mengakar di tengah masyarakat,” terang Pelni, 35, salah seorang warga Jorong Tabek.

Wali Nagari Talang Babungo Zulfatriadi mengatakan, kecenderungan pihak Nagari dalam memanfaatkan program KBA memang lebih kepada lingkungan. Apalagi, letaknya Jorong Tabek sangat strategis dan alamnya masih asri. Paling utama sekali, bibit kebersamaan masih kuat di setiap individu penghuni Jorong Tabek.

Kondisi Tabek yang kian mempesona membuat semangat Nagari Talang Babungo kian bergelora. Dalam waktu dekat, Nagari ini akan mempersiapkan Jorong Tabek sebagai destinasi “Minang Tua”. Artinya, setiap paket wisata yang akan ditawarkan akan mengangkat tradisi Kemingkabauan yang kini jarang dijumpai di lokasi objek wisata Sumbar.

“Kami sedang siapkan paket wisata berbeda dengan daerah lain, bahkan dunia. Semuanya nanti original serupa Minangkabau tempo dulu. Biarkan zaman kian maju, kami tetap memegang konsep Keminangkabauan,” ucap Zulfatriadi.

Wali Nagari terbaik di Kabupaten Solok itu mencontohkan, pulau Dewata Bali saja sebagai cerminan objek wisata dunia, masih memanfaatkan potensi sawah. Bahkan, ada sawah yang sengaja untuk memanjakan mata pengunjung di tengah kota.

“Kok kita yang punya segini banyak sawah dengan alam indah tak mampu seperti itu? Makanya kami tergerak menuju ke arah wisata budaya,” bebernya.

Saat ini, pihaknya tengan menyiapkan sebanyak 40 home stay yang siap melayani wisatawan lokal, nasional hingga Mancanegara. “Sekarang saja sudah banyak yang ingin ke sini, tapi kita pending dulu. Sebab, kita belum lauching,” sebut Wali Nagari.

Zulfatriadi membocorkan sedikit konsep paket wisata budaya yang akan diterapkan di Jorong Tabek, Nagari Talang Babungo. Diantaranya, saat wisatawan datang, siang harinya diajak berkeliling Jorong berjalan kaki. Lalu, diperkenalkan dengan cara menebang tebu hingga menjadi gula.

Wisata sawah, pengunjung diajak ikut bertanam padi, membajak hingga memanen. Ada juga nanti wisata memanjat batang aren. Lalu, sore harinya, wisatawan disilahkan mandi ke aliran sungai (seperti kebiasaan masyarakat tempo dulu). Malam harinya, wisatawan diperkenalkan dan diajak berlatih silat, randai dan segala jenis tradisi Minang.

“Jadi, pengunjung datang tak sekedar selfie dan balik lagi. Kami ingin jadikan Jorong Tabek destinasi budaya yang dirindukan. Sehingga pengunjung datang dan lagi-lagi datang,” bebernya.

Ketua Kampung Berseri Astra (KBA) Jorong Tabek, Nagari Talang Babungo Kasri Satra . (Riki Chandra/JawaPos.com)

Terpisah, Koordinator KBA Jorong Tabek, Nagari Talang Babungo Nur Imansyah Tara mengatakan, muara dari program KBA adalah melahirkan kemandirian terhadap Nagari yang dipilih. Hal itu diterapkan melalui pola edukasi, pelatihan, dan sokongan dana untuk pemenuhan konsep yang diusulkan.

Bidang pendidikan misalnya, KBA membantu kelengkapan sarana sekolah. Mulai dari MCK, UKS hingga proyektor, laboratorium dan beasiswa. “Pilar kesehatan, lingkungan, pendidikan dan kewirausahaan itu masing-masing kita edukasi. Semangat dan kebersamaan untuk menerapkannnya tetap berada di diri masyarakat,” kata Nur Imansyah Tara.

KBA sendiri akan terus memberikan pendampingan berlanjut pada Nagari (desa) terpilih hingga betul-betul mandiri. Namun, hingga tahun ini, KBA di Provinsi Sumbar hanya menyentuh Jorong Tabek, Nagari Talang Babungo.

“Sekarang fokus mewujudkan kemandirian Jorong Tabek dulu. Mungkin kedepannya jumlah KBA untuk wilayah Sumbar ditambah,” tutur Kepala Cabang Auto 2000 Khatib Sulaiman Padang itu.

(Riki Chandra, Sumatera Barat/JPC)

Update