Jumat, 19 April 2024

Permintaan Narkotika Meningkat

Berita Terkait

sabu dan ekstasi yang diamankan.
foto: humas Hang Nadim

x.batampos.co.id – Dampak narkotika terus menjadi beban negara. Kendati penegakan hukum begitu tegas terhadap bandar. Namun, kenyataannya permintaan atas narkotika terus meningkat. Antara penegakan hukum dan rehabilitasi perlu diseimbangkan.

Sesuai data Dittipid Narkoba permintaan atas narkotika bisa dilihat dari jumlah penyeludupan narkotika yang terjadi dalam beberapa tahun ini. Pada 2016 barang bukti sabu tertinggi yang diungkap mencapai 862 kg. Namun, pada 2017 dipecahkan dengan jumlah barang bukti sabu seberat 1 ton. Jumlah itu kembali dipecahkan pada Februari 2018 dengan jumlah sabu 1,6 ton.

Direktur Dittipid Narkoba Bareskrim Brigjen Eko Daniyanto menuturkan bahwa memang kasus narkotika dalam tiga tahun terakhir ini menduduki peringkat pertama. Tidak seperti terorisme yang menggunakan bom, namun narkotika itu secara perlahan membunuh.

”Bahkan, bisa jadi membuat fenomena lost generation atau kehilangan generasi,” ujarnya.

Namun, berbagai langkah telah dilakukan dalam penegakan hukum. Bahkan, Polri berupaya membuat task force dengan Malaysia. Sehingga kasus yang terungkap di Indonesia dan narkotika berasal dari Malaysia bisa diselidiki hingga ke negeri jiran tersebut. ”Itu strateginya,” ujarnya.

Jumlah pengguna narkotika saat ini mencapai 3,5 juta orang. Jumlah itu memang telah menurun dari tahun lalu yang mencapai 5 juta orang. Namun, bila dibandingkan jumlah pengguna narkotika di Tiongkok, dengan penduduk 1,3 miliar orang dan dikenal sebagai produsen narkotika terbesar, penurunan itu belum berarti banyak.

Deputi Pemberdayaan Badan Narkotika Nasional Irjen Dunan Ismail menuturkan bahwa memang sebenarnya ada perbedaan klasifikasi. Kalau di Tiongkok itu jumlahnya sedikit karena murni pengguna. Tapi, kalau di Indonesia yang coba-coba juga dimasukkan dalam prevalensi pengguna narkotika.

”Teknis saja,” ujarnya.

Sementara mantan Kepala BNN Komjen (Purn) Anang Iskandar menuturkan, saat ini masyarakat hukum di Indonesia ini masih fokusnya menyelesaikan dampak narkotika. Bukan menyelesaikan sumber masalah narkotika.

”Mindsetnya harus diubah,” urainya.

Rehabilitasi ini harus diseimbangkan dengan penegakan hukum. Sebab, merehabilitas penyalahguna sebagai upaya menghilangkan permintaan atas narkotika.

”Kalau tidak ada yang meminta narkotika, bandar otomatis bangkrut,” tegasnya. (idr/jpg)

Update