Rabu, 24 April 2024

Kisah Perempuan Tertipu Pria Idaman melalui Dunia Maya

Berita Terkait

Dewan Sepakat Revisi UU Pemilu

Sikap PDIP Tunggu Rakernas

Pertengahan tahun ini merupakan masa yang tak akan mudah dilewatkan oleh Palupi (nama samaran). Tidak begitu berat, namun cukup memalukan bagi gadis berpendidikan seperti dirinya. Alasannya, dari pertemuan di jejaring sosial dirinya tertipu jutaan rupiah oleh teman dekat yang ia kenal dari situs jejaring sosial.

Status single 8 tahun lebih akhirnya membuat dirinya menjajal segala bentuk pertemanan. Tidak hanya di dunia nyata tapi juga di dunia maya lewat. Dia akhirnya menjajal salah satu aplikasi pertemanan. Aplikasi ini cukup mudah diunduh lewat telepon pintar yang ada saat ini.

Tentu saja Palupi memilih aplikasi ini tidak serampangan. Fitur yang inovatif serta keaktifan pengguna jadi patokan utamanya untuk pilih-pilih teman. Apalagi aplikasi yang satu ini menuntut setiap penggunanya untuk terus mengupdate foto terbaru untuk menentukan tingkat popularitas dan kesahihan si pemilik akun.

“Modelnya kita harus menyukai (like, Red) 50 akun dulu sebelum bisa memulai percakapan. Bahkan untuk akun-akun tertentu kita harus memverifikasi foto diri kita dengan foto terbaru yang langsung diambil dari kamera HP untuk memulai percakapan. Karena itu saya percaya kalau aplikasi ini memiliki banyak akun valid dan bukannya akun palsu seperti yang lainnya,” jelas Palupi sambil menunjukkan akun miliknya.

Palupi mulai berkisah, pertengahan tahun lalu dirinya mulai menjalin pertemanan dengan salah satu pemilik akun di aplikasi tersebut, sebut saja Hendy. Tutur kata yang baik dan menjurus santun membuat Palupi kian penasaran dengan dia. Kegiatan berbalas pesan yang cukup jarang kemudian makin intens hingga kemudian tanpa mengenal batasan waktu untuk saling bertegur sapa jarak jauh.

“Orangnya terlihat baik. Bicaranya santun dan perhatian. Pokoknya tidak ada potongan kriminalnya,” ujar Palupi.

Dengan hasrat ingin mencari pendamping hidup, Palupi mulai membuka diri pada Hendy. Mereka pun mulai bertukar informasi diri. Hendy kemudian mulai menjelaskan jadi dirinya bahwa ia merupakan seorang aparat penegak hukum yang bertugas di Porwodadi.

Palupi pun girang, ternyata sang pria yang baru dikenalnya itu memiliki karir yang tak kalah menarik dengan paras yang dimiliki. Pertemanan via internet kemudian diwujudkan dengan kehadiran Hendy untuk menyapa Palupi di Kota Bengawan.

“Kebetulan waktu libur dia (Hendy) main ke Solo. Kami bertemu di salah satu cafe untuk sekadar minum kopi dan berbincang,” kata Palupi.

Pertemuan akhirnya berlanjut sampai tiga kali hingga akhirnya si pria idaman menghilang tanpa jejak usai meminjam sejumlah uang dari Palupi. Parahnya, akun dia belakangan pun lenyap dari aplikasi miliknya. Bahkan, sejumlah akun Hendy di jejaring sosial yang lainnya juga ikut lenyap.

Setelah itu Palupi merasa gusar dan khawatir dengan keadaan Hendy dan belum sedikitpun menaruh pikiran buruk pada pria yang dikenalnya itu. “Saya pikir mungkin HP-nya hilang sehingga dia harus diblokir semua akunnya dulu,” jelas dia.

Sabar menanti, akhirnya sebuah pesan singkat dari akun orang lain menghampirinya. Katanya, yang bersangkutan merupakan keluarga Hendy. Akun tersebut kemudian mulai menceritakan bahwa Hendy sedang tertimpa musibah dan harus segera mendapat perawatan medis. Akun tersebut lantas mengais iba Palupi agar mau mentransfer sejumlah uang untuk biaya berobat Hendyi, dengan catatan semua itu bakal dikembalikan dalam waktu dekat.

“Saya ini kebetulan nggak tegaan apalagi dia sudah baik dengan saya. Jadi tanpa pikir panjang saya langsung kirim beberapa juta,” kata Palupi.

Selang beberapa bulan, Hendy kembali menghubungi Palupi. Hendy mengaku kondisinya sudah membaik. Berkat uang pinjaman dari Palupi, kini dia bisa lolos dari maut karena sebuah insiden pelik.

Palupi dijanjikan bakal mendapatkan kembali uang yang telah dipinjamkan asal berkenan kembali mengirimkan ongkos pesawat agar dia bisa kembali ke rumahnya di Jakarta untuk mengambil uang demi mengembalikan pinjaman ke Palupi. Sayangnya, hingga saat ini, Hendy tak kunjung datang, uang jutaan rupiah pun akhirnya raib dibawa di pria misterius itu.

“Setelah kejadian ini saya utarakan sama kawan-kawan. Nah, waktu itu saya baru sadar kalau sudah ditipu,” ujar Palupi yang memutuskan melaporkan kasus ini ke polisi.

ilustrasi

Kisah serupa datang dari salah seorang wanita yang hampir saja tertipu uang jutaan rupiah untuk mencairkan surat-surat mobil yang baru saja dibeli calon tunangannya. Beruntung keluarga dapat menggagalkan aksi tipu-tipu bermodus meminjam uang tersebut.

Sebut saja Wulandari (nama samaran). Wanita empat puluhan tahun ini memang cukup polos dan tak begitu cakap dalam menjalin hubungan pertemanan. Sedari muda hingga kini usianya hampir kepala lima, Wulandari tak sekalipun menjalin hubungan percintaan dengan seseorang. Yang ada, dirinya cenderung dipermainkan oleh para lelaki tak bertanggung jawab dengan janji-janji palsu.

“Tidak pernah pacaran. Makanya dua adik saya lebih dahulu menikah,” kelakar dia.

Wanita asli Semarang ini menjelaskan, beberapa waktu lalu dirinya sempat berseberangan pendapat dengan keluarganya. Itu semua karena keluarganya menyangsikan pria pilihannya yang ia kenal dari aplikasi perkenalan via medsos. Kala itu, sang pria idaman yang katanya mau menikahi dia membutuhkan dana sebesar Rp 3 juta untuk melunasi pembelian mobil yang akan dihadiahkan pada dirinya. Sayangnya, tak satupun keluarga mendukung dan seolah tidak percaya dengan laki-laki tersebut.

“Jadi calon saya itu katanya beli mobil. Semuanya sudah dia lunasi hanya kurang Rp 3 juta untuk mengurus surat-suratnya. Nah, karena itu dia mau pinjam saya. Lha kok malah dibilang adik-adik saya, mau menipu,” kata Wulandari.

Perlu beberapa pekan sampai akhirnya Wulandari menyadari bahwa pria yang dia kenal dan percaya itu memang sudah merencanakan niat jahatnya sedari dulu.

“Saya lebih percaya sama lelaki itu, karena cuma dia yang saat itu mengerti posisi saya. Kami kenal sudah cukup lama dan akhirnya pacaran jarak jauh. Dia katanya bekerja di lembaga penegak hukum di ibu kota. Tapi setelah ditelepon adik ipar saya, dia tidak pernah kontak saya lagi. Saya jadi percaya semuanya itu cuma tipu-tipu,” jelas Wulandari.

Upaya penipuan pelaku terbongkar setelah adik ipar Wulandari yang berprofesi sebagai advokat langsung menghubungi nomor pria yang digadang-gadang akan segera menikahinya itu. Namun, beberapa kali dihubungi, panggilan adik iparnya itu selalu ditolak. Hingga akhirnya suatu saat pria tersebut menghubungi nomor Wulandari setelah beberapa saat menghilang.

“Saya tantang dia, kalau serius datang dan ketemu keluarga. Urusan uang surat kendaraan nanti saya yang tanggung. Kami cuma minta kalau serius dan mengaku pacarnya datang dan ketemu keluarga,” sambung adik ipar Wulandari, Barata.

Sadar telah ditiptu, sejak saat itu, telepon dari pria misterius itu pun hilang. Tepatnya setelah Wulandari menghapus akun dari aplikasi pertemanan tersebut.

ilustrasi

Terkait aksi penipuan lewat pertemanan di medos ini, Psikolog Juliani Prasetyaningrum mengatakan, penggunaan internet di era modern semacam ini bagai pisau bermata dua. Di satu sisi hal itu bisa sangat berguna dan mengedukasi masyarakat jika digunakan dengan cara yang bijak yang benar. Sebaliknya, hal itu bisa sangat merukan jika digunakan untuk berbagai hal yang tidak semestinya dilakukan di lingkup ruang publik.

Juliani mencontohkan, seiring dengan masifnya pengguna internet di belahan dunia, kejahatan internet juga ikut meningkat. Awalnya, kejahatan internet lebih pada model pencemaran nama baik, penipuan, maupun pelanggaran pada konten larangan seperti judi, pornografi, dan pornoaksi.

Kini model kejahatan internet telah berkembang sedemikian rupa mulai dari kasus pelarian anak di bawah umur yang diawali lewat pertemanan di jejaring sosial, hingga transaksi seks berbasis internet.

“Saya yakin seratus persen pelaku ini bukanlah orang awam yang hanya mengandalkan kesempatan. Mereka jelas pemain yang cerdas yang sudah melakukan observasi akan calon korbannya. Parahnya, di saat seperti ini calon korban tidak sadar masuk perangkap,” tegas Juliani.

Juliani cukup prihatin karena korban penipuan semacam ini atau lebih tepatnya bujukan dan rayuan ini rata-rata adalah wanita. Meski tak menutup kemungkinan ada saja pria yang terkecoh.

“Wanita jauh lebih mudah disusupi bujuk rayu macam ini karena emosinya yang jauh tidak stabil dibanding pria. Kebanyakan mereka yang menjadi korban adalah yang sudah diketahui ciri psikologisnya oleh pelaku. Cukup rutin memantau aktivitas calon korban di jejaring sosial,” kata dia.

Dalam kasus penipuan dengan bujuk rayu itu biasanya korban terbiasa memposting aktivitas pribadinya di media sosial. Atau bahkan sudah memposisikan media sosial sebagai kawan untuk bertukar pikiran akan masalah-masalah pribadi yang dialami. Hal semacam ini justru membuat celah untuk bisa disusupi oleh orang asing. Kuncinya hanya perlu berempati pada calon korban.

“Biasanya pelaku memosisikan diri untuk terus perhatian dengan calon korban. Setelah semua itu direspons, pelaku akan mulai melancarkan bujuk rayu untuk meraih keuntungan dari si korban. Perlu diingat, terkadang kerugian korban tak melulu soal material namun juga imaterial,” tegas Juliani.

Maka dari itu, paling penting adalah mengantisipasi diri sendiri. Membentengi diri agar tak mudah termanipulasi oleh pola pertemanan di jejaring sosial yang sudah sedemikian terbuka seperti ini.

(rs/ves/per/JPR)

Update