Selasa, 16 April 2024

Lima Murid SD di Batam Terlibat Kasus Asusila

Berita Terkait

batampos.co.id – Candu pornografi pada anak di Batam sudah benar-benar mengkhawatirkan. Tak hanya mewabah di kalangan remaja dan siswa SMP dan SMA, wabah pornografi sudah mulai menjalar ke kalangan anak-anak ingusan yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD).

Yang terbaru, lima siswa di sebuah SD negeri di Batam, terlibat kasus pornografi. Bukan sebagai korban. Namun mereka merupakan para pelakunya.

Kasus ini sempat ditangani Yayasan Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Bunga Rampai, Batam. Mereka memberikan bimbingan dan konseling bagi kelima pelaku. Namun terkait sanksi dan sebagainya, RPSA Bunga Rampai menyerahkannya ke Dewan Pendidikan Kota Batam.

Konselor RPSA Bunga Rampai, Efendi, mengatakan kelima anak tersebut masing-masing masih duduk di kelas 2, 3, dan 5. Namun mereka sudah terbiasa menonton video film dewasa. Tak hanya itu, mereka kemudian terdorong untuk melakukan adegan seperti yang ada di dalam video.

“Kasusnya sudah berkelanjutan (berlangsung lama, red), tapi baru kami ketahui Agustus 2018 lalu,” ujar Efendi, Selasa (9/10).

Menurut Efendi, pihaknya menangani kasus ini karena ada laporan dari salah satu guru di SD tersebut. Selanjutnya, RPSA Bunga Rampai melakukan konseling kepada kelima siswa SD bermasalah tersebut.

Dari hasil konseling diketahui, kasus ini berawal dari salah satu anak yang memang sudah terbiasa menonton video film dewasa melalui ponselnya. Siswa kelas 5 SD ini memang memiliki ponsel pintar dengan dibekali kuota oleh orangtuanya yang bisa mengakses internet, termasuk ke konten-konten negatifnya.

“Ini karena lemahnya pengawasan dari orangtua,” kata dia.

Kebiasaan buruk ini kemudian ditularkan kepada empat teman sepermainannya yang masih duduk di kelas 2 dan 3 SD. Tak hanya menonton, si siswa kelas 5 itu bahkan mempraktikan adegan di video dengan disaksikan keempat temannya itu.

“Dia ajak teman-temannya main ke rumahnya di saat orangtuanya tidak ada (di rumah),” jelas Efendi.

Keempat rekannya ini kemudian juga ikut melakukan adegan serupa. Mirisnya lagi, korbannya adalah adik dari salah satu pelaku.

ilustrasi

Ditanya lebih lanjut soal kasus ini, Efendi mengaku tidak mengetahuinya. Sebab kasus ini sudah dilimpahkan ke Dewan Pendidikan Kota Batam.

“Sudah ditangani orang-orang Dewan Pendidikan Kota Batam,” katanya.

Ketua Dewan Pendidikan Kota Batam, Sudirman Dianto, yang dikonfirmasi tadi malam mengaku telah mendapatkan informasi tersebut dari pihak RPSA Bunga Rampai. Sayangnya, pihaknya belum bisa menindaklanjuti kasus tersebut.

“Informasi yang kami terima hanya dari satu pihak (konselor). Artinya, belum ada laporan resmi dari pihak sekolah, sehingga kami belum dapat memastikan kasus tersebut,” kata Sudirman yang dihubungi koran Batam Pos, Selasa (9/10/2018) malam.

Lagi pula, lanjutnya, Dewan Pendidikan tidak termasuk sebagai lembaga teknis yang dapat langsung bertindak terhadap setiap laporan yang diterima. Dalam kasus seperti ini, Dewan Pendidikan hanya berperan sebagai mediator.

“Maka untuk kasus yang seperti ini dikembalikan lagi ke pihak sekolah, konselor, juga orangtua murid yang bersangkutan untuk duduk bersama,” terang Sudirman.

Namun demikian, ia menyatakan akan menelusuri informasi tersebut dengan langsung turun ke lapangan. “Dalam pekan ini sudah kami agendakan untuk meninjau SD yang dimaksud untuk memastikan kebenaran informasi yang kami terima,” ungkapnya.

Sudirman menuturkan, jika kondisi itu benar terjadi, maka ini menjadi pekerjaan rumah bersama untuk memulihkan anak-anak yang terjebak di kondisi yang tidak seharusnya mereka alami.

“Tentunya kami akan gandeng Dinas Pendidikan dan pihak perlindungan anak Kota Batam agar pendidikan anak-anak kita tak lagi ternodai,” katanya.

Sebelumnya, komisioner Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kepri Erry Syahrial menyebut kasus pornografi anak di Batam dan Kepri pada umumnya sudah masuk level darurat. Sebab sebagian besar anak-anak, termasuk anak usia SD, sudah terpapar konten negatif internet, termasuk konten pornografi.

“Ini merupakan dampak buruk dari perkembangan internet,” kata Erry.

Di era saat ini, kata Erry, akses internet kian mudah didapatkan, termasuk oleh anak-anak. Apalagi tak jarang para orangtua dengan sengaja memfasilitasi anak-anak mereka dengan ponsel pintar lengkap dengan kuota internetnya.

Karenanya Erry meminta agar para orangtua meningkatkan pengawasan terhadap anak-anaknya. Terutama pengawasan dalam penggunaan internet.

Tak hanya di Batam, status darurat pornografi anak juga disematkan pemerintah secara nasional. Berdasarkan Riset Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPA) pada 2017 lalu, dari 1.600 anak SD kelas 3-6, hanya 3 persen yang mengaku belum pernah terpapar pornografi.

Indonesia sebetulnya sudah meratifikasi Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on The Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography. Ratifikasi itu tertuang dalam Undang-undang nomor 10 tahun 2012.

Selain itu, bekerja sama dengan lembaga seperti Google dan Kakatu, pemerintah memberikan pelatihan kepada guru serta orangtua untuk mencegah anak terpapar pornografi. Namun faktanya, masih banyak orangtua yang tidak peduli akan ancaman konten negatif internet ini bagi perkembangan anak.  (nji)

Update