Kamis, 25 April 2024

Akrobat Harga BBM

Berita Terkait

x.batampos.co.id – Seperti berakrobat, pemerintah sepanjang hari kemarin, Rabu (10/10), menunjukkan lemahnya manajemen pengambilan keputusan di level atas. Ini tercermin dari maju mundur keputusan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium.

Semula, pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan di Bali mengumumkan, premiun akan naik harga jadi Rp 7000 per liter mulai Rabu 10 Oktober 2018 pukul 18.00.

Jonan membeberkan alasan di balik keputusan Presiden Joko Widodo menaikkan harga BBM beroktan 88 ini. Dasar utamanya adalah kenaikan harga minyak dunia.

“Terakhir dengan mempertimbangkan bahwa minyak brent 85 dolar per barel, dan kenaikan harga minyak dari Januari kira-kira hampir 30 persen dan juga ICP (harga minyak nasional) kurang lebih 25 persen kenaikannya,” kata Jonan saat menggelar konferensi pers di Hotel Sofitel, Bali, Rabu (10/10).

Lalu, Jonan melanjutkan, dengan kenaikan ICP maka yang harus ada penyesuaian. “Karena itu pemerintah mempertimbangkan sesuai arahan Presiden Jokowi premium hari ini naik pukul 18.00 paling cepat tergantung kesiapan Pertamina ke 2.500 SPBU,” katanya.

Namun, dalam jeda satu jam kebijakan sepenting itu berubah. Dari yang semula ingin dinaikkan, kini diumumkan dibatalkan.

Pengumuman batalnya kenaikan harga premium ini juga disampaikan oleh Menteri Jonan. Seperti saat mengumumkan rencana kenaikan, Jonan juga menyebut alasan pembatalan ini juga berdasar arahan Presiden Joko Widodo.

“Sesuai arahan Bapak Presiden rencana kenaikan harga premium di Jamali menjadi Rp 7.000 dan di luar Jamali menjadi Rp 6.900, secepatnya pukul 18.00 hari ini, agar ditunda dan dibahas ulang sambil menunggu kesiapan PT Pertamina,” ujarnya.

VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Adiatma Sardjito, mengatakan perusahaan akan membahasnya dengan pemegang saham terlebih dahulu.

“Pertamina sedang bahas dengan pemegang saham. Pertamina butuh waktu untuk persiapan. Ini kajian komprehensif dari mulai harga sampai kesiapan di lapangannya seluruh Indonesia,” ujar Adiatma.

Adiatma mengatakan, Pertamina menyambut baik apabila pemerintah menetapkan kenaikan harga jual BBM premium tersebut. Pasalnya, secara otomatis tentu akan mengurangi beban perusahaan migas pelat merah tersebut.

“Pasokan tidak ada masalah, ini lebih kepada masalah harga dan keputusannya. Premium ini kan JBKP (jenis bahan bakar minyak khusus penugasan). Ini ada di Perpres 191/2014. Ini kewenangan pemerintah. Pertamina melaksanakan apa yang diputuskan pemerintah,” kata Adiatma.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritik langkah pemerintah yang sempat menaikkan harga BBM jenis premium meski akhirnya diputuskan ditunda. Menurutnya, hal ini menandakan pemerintah tak serius.

Petugas mengisi BBM Jenis Pertalite di SPBU Sukarno Hatta Tanjungpinang. | .Yusnadi/Batam Pos

“Orang menaikkan harga BBM, kayak orang menaikkan harga gorengan atau pecel lele kalau kayak begini,” kata Fahri di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (10/10).

Fahri berpendapat ada yang salah dari cara pemerintah saat ini untuk menetapkan harga BBM dan menyerahkannya ke Pertamina. Sebab, kata dia, BBM merupakan komoditas strategis yang termasuk dalam Pasal 33 UUD 1945 karena menyangkut hajat hidup orang banyak.

Seharusnya, kata Fahri, pemerintah tidak menyerahkan kepemilikan dan penguasaan kepada sektor privat karena tidak sesuai Pasal 33. Kenaikan ini, menurutnya, menandakan BBM telah dikuasai sektor privat.

“Harganya tinggi ya berarti rakyat semakin tidak sejahtera. Gitu aja kok. Enggak usah dicari teori lain soal itu,” kata dia.

Fahri pun membandingkan cara pemerintahan Joko Widodo dengan rezim Orde Baru dalam mengumumkan kenaikan harga BBM. Kata Fahri, pengumuman kenaikan BBM ketika itu dilakukan langsung oleh Presiden Soeharto.

“Diumumkan Presiden menjelang jam 12 malam. Lalu kemudian besoknya jadi headline, rakyat tuh tahu telah dimulainya kenaikan harga,” kata dia.

“Setelah itu, pemerintah ada pidatonya, apa maksudnya kenaikan ini, dan sebagainya. Sepertinya di rezim Orde Baru itu mengambil hak rakyat yang bernama subisidi bahan bakar itu hati-hati sekali dan diselenggarakan dengan baik, supaya masyarakat tahu kenapa dilakukan ini,” lanjutnya.

Sementara, kata Fahri, saat ini berbeda karena semua dilakukan secara diam-diam. Dia menuntut pemerintah menjelaskan persoalan ini. (jpg)

Update