Kamis, 25 April 2024

20 Tahun Tak Jumpa, Bapak-Anak Tenggelam di Dam Tembesi, Ditemukan dalam Kondisi Berpelukan

Berita Terkait

ilustrasi

batampos.co.id – Juhanta, 68, dan Kardi, 34 korban tenggelam di Dam Tembesi, Sagulung, Jumat (12/10) lalu akhirnya ditemukan, Sabtu (13/10) sekira pukul 17.00 WIB.

Keduanya ialah bapak dan anak.

Mereka ditemukan tidak jauh dari lokasi mereka tenggelam dan dalam keadaan meninggal dunia.

“Setelah beberapa kali penyisiran akhirnya keduanya ditemukan,” ujar Koordinator Pos Sar Batam, Hardian kepada Batam Pos.

Dia mengatakan awalnya korban ditemukan warga yang ikut mencari. Pencarian dilakukan sekira pukul 16.30 WIB, selang 30 menit kemudian warga akhirnya menemukan tanda-tanda adanya korban.

Untuk memastikan bahwa itu adalah korban, wargapun melaporkan ke pihak Basarnas dan Pol Air yang saat itu juga tengah menyisir.

“Setelah dipastikan kedua jenazah itu langsung dievakuasi dan dibawa ke Rumah Sakit Bayangkara untuk dilakukan otopsi,” kata Hardian.

Menurutnya, korban ditemukan dalam keadaan mengapung dan saling berpelukan. Sementara kondisi tubuh keduanya masih utuh.

“Tubuh mereka belum ada yang rusak,” ucapnya.

Sebelumnya pencarian kedua korban tersebut sempat terkendala karena banyaknya ditemukan lumut bercampur lumpur serta ranting bekas di dasar Dam Tembesi tersebut. Kendati demikian, tim terus berusaha dan pencarian pun membuahkan hasil.

“Tadi sekitar pukul 16.00 WIB cuaca kurang baik dan kami menghentikan pencarian. Tapi syukur setelah menyisir lagi, akhirnya korban ditemukan,” jelas Hardian.

Bahkan istri korban dan korban yang selamat, Rahman, pun ikut mencari rekannya tersebut.

“Saya belum tidur semalaman karena pikirkan kejadian ini,” kata Rahman.

Ia menuturkan kejadian yang menimpa rekannya tersebut bermula saat ia diajak oleh korban (Kardi, red) untuk memancing di Dam Tembesi.

“Dia ajak saya mancing, ayahnya baru datang dari Karawang. Keduanya ini baru ketemu setelah 20 tahun berpisah,” cerita Rahman.

Ia menjelaskan, saat mereka berangkat kondisi cuaca memang tak bersahabat, sehingga ia menegur Kardi untuk mengemudi perahu bermesin tersebut dengan kecepatan rendah, namun Kardi mengacuhkannya.

“Kardi menjawab tak apa-apa, karena anginnya dari arah belakang kami,” ungkapnya.

Tak berselang kemudian, angin kencang tersebut pun lantas mendorong perahu dengan kuat kemudian menghantam mereka.

“Posisi saya itu di belakang, bapaknya di tengah sedangkan Kardi di depan. Saat dihantam itu, perahu sempat oleng, saya pun lompat ke air sementara Kardi dan ayahnya masih di atas perahu,” jelas warga Tiban ini.

Saat berada di air dan mencoba menyelamatkan diri, Rahman masih sempat melihat keduanya di atas perahu. Namun tak lama kemudian keduanya menghilang, begitupun dengan perahu yang mereka tumpangi itu.

“Terakhir saya lihat ayahnya memeluk Kardi dari belakang, setelah itu saya tak melihat lagi,” ucapnya.

Sementara Rahman berjuang sampai ke daratan dengan berenang selama dua jam. Selama di air itu ia memegang galon dan patahan kayu untuk tetap mengapung.

“Saya sampai di hutan bukit Mangsang, Seibeduk. Saat itu, saya tidak langsung pergi, tapi mencari keduanya dengan perahu yang ada di sekitar itu. Tapi nihil, yang saya temukan hanya tas kecil milik Kardi,” tuturnya.

Lelah mencari korban, Rahman pun memilih kembali ke daratan dan berniat melaporkan kejadian itu ke Polsek Sagulung. Sebelum bertemu dengan warga yang mengantarnya ke Polsek Sagulung, Rahman mengaku harus menempuh jarak sekitar dua kilometer dari lokasi tersebut.

“Saya sendirian, jalan di tengah hutan dan bukit, tak ada orang dan nyasar. Hampir tiga jam saya jalan baru ketemu sama warga yang hendak ke kebunnya,” katanya.

Saat bertemu warga tersebut, ia meminta tolong untuk mengantarkannya ke Polsek Sagulung.

“Saya ceritakan kejadian itu kepada warga, dan saya pun dihantarnya,” bebernya.

Sampai saat ini, Rahman mengaku masih trauma atas kejadian tersebut. Bahkan ia tidak bisa tidur lantaran memikirkan keberadaan rekannya tersebut. (une)

Update